Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Masjid Gerbang Empat Bahasa: Lawatan ke Masjid-masjid di Mancanegara (4)

16 Agustus 2011   23:38 Diperbarui: 6 Agustus 2015   21:25 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 

Setelah puas berkelana ke masjid-masjid di Hongkong, tidak ada salahnya kita juga menjenguk tetangga Hongkong yang letaknya hanya sekitar 60 km di sebelah barat. Hongkong dan Macau memang bagaikan dua saudara yang serupa tapi tidak sama. Kedua-duanya pernah menjadi koloni negri barat selama ratusan tahun, bahkan sisa-sisa kejayaan Portugis pun sampai saat ini masih dapat dirasakan melalui paduan budaya, bahasa, dan kuliner di Macau.

 

Hanya 55 menit Menuju Macau

Dari Hongkong Ferry Terminal di Shuntak Centre, hanya diperlukan waktu kurang dari satu jam dengan jetfoil yang berangkat beberapa kali dalam satu jam. Bagi yang ingin lebih bergengsi, bisa juga naik helikopter dari tempat ini dan hanya memerlukan waktu sekitar 15 menit untuk sampai di tempat yang sama di Macau, yaitu Macau Ferry Terminal.

Mendengar kata Macau, yang terbayang adalah kota yang penuh dengan kasino, hiburan malam, serta segala hiruk pikuk keduniawian. Saat ini jumlah kasino di Macau bahkan telah melampaui jumlah kasino di Las Vegas. Hampir setiap hotel kecil dan besar, resort, dan tempat-tempat lain memang disediakan khusus bagi orang-orang yang gila mengadu nasib baik dengan kartu, dadu, maupun mesin-mesin judi lainnya.

Ternyata masih ada Tempat juga untuk sebuah Masjid

 

Tetapi , siapa mengira kalau di peta gratis yang bisa kita dapatkan di Terminal Ferry tertera juga suatu tempat berlogo bulan bintang kecil berwarna hijau : tertulis di situ Mesquita de Macau. Dengan berbekal peta ini, kami mencoba menyusuri jalan-jalan di Kota Macau dalam rangka melihat dan mengalami sendiri seperti apa denyut kehidupan umat islam di negri para penjudi ini.

Sebenarnya letaknya tidak terlalu jauh dari Terminal Ferry, cukup berjalan kaki sekitar 15 menit melewati kawasan yang cukup sepi. Kami melewati kawasan seperti tepi laut, juga reservoir, dan juga semacam jalan setapak. Akhirnya sampai juga di pintu gerbang tempat yang dituju.

Di depan kami terlihat sebuah pintu gerbang dari batu bercat putih setinggi kira-kira 3.5 meter. Lebih tepat kalau ini disebut sebagai gapura, lebarnya sekitar 6 meter. Di sebelah kiri dan kanannya masih terlihat masing-masing dua tiang bundar sebagai sokoguru gapura. Tebalnya sekitar satu meter. Yang menarik ruang untuk pintunya berbentuk khas islam dengan relung berbentuk kubah. Pintu gerbangnya terbuat dari kerangka pagar besi berwarna hijau yang dilengkapi dengan motif bulan bintang.

Masjid Empat bahasa

 

Yang menakjubkan adalah tulisan di gapura di atas pintu. Di paling atas tertera tulisan Bismillahirohamanirrohiim dan kemudian di sebelah kiri tulisan Arab dan Inggris sedangkan di sebelah kanan Cina dan Portugis. Nama resminya “Mesquita E Cemetario de Macau”. Wah rupanya selain masjid di dalam ini ada juga kuburan. Pantas sedikit seram!

Pintu gerbangnya kelihatan tertutup rapat,. Ternyata tidak terkunci dan kami mencoba masuk kedalam halamannya. Kawasan ini sendiri memang sangat terpencil alias hampir tidak ada tetangga di kiri kanan. Di depannya terdapat semacam bukit batu yang ditumbuhi pohon-pohon lebat. Suasana macam di pedasaan atau hutan. dan sepanjang jalan hanya tanah kosong penuh pepohonan. Letaknya memang di kawasan pantai.

Sekilas di halaman juga banyak pepohonan dan sepi sekali. Tidak ada tanda-tanda kehidupan dan kami pun mendekati sebuah bangunan berbentuk kotak yang luasnya kira-kira 12 x 6 meter saja. Di depannya ada semacam tenda beratap biru. Bangunan di cat kapur putih dan dari sampingnya kelihatan banyak jendela yang terbuka. Kusen-kusen jendela kaca tersebut kelihatannya berwarna coklat tua.

Setelah kami masuk ke dalam ruangan, baru lah kami bertemu dengan dua orang yang kebetulan sedang sholat dengan khusuk. Pantas sepi sekali. Ruangan masjid atau lebih tepat musholah ini tampak sangat sederhana. Karpet berwana hijau terdapat di lantai, sebagian saf nya juga ditutupi dengah sajadah bermotif ka’bah yang juga berwana hijau. persis seperti di masjid-atau musolah di Indonesia. Di dekat mihrab, juga terdapat mimbar kecil dari kayu yang juga tampak sangat sederhana. Kesederhanaan masjid di Macau ini sangat kontras dengan hiruk pikuk dan kemewahan di luar sana. Namun sangat menyatu dengan kawasan tempat masjid ini berada.

Sekilas tentang Islam dan Mesquita de Macau

 

Islam di Macau sebenarnya dapat dirunut balik sampai ke jaman sebelum Dinasti Ming, konon khabarnya disebarkan oleh pedagang Parsi dan Arab yang berlayar ke Macau. Macau sendiri sudah menjadi koloni Portugis sejak awal abad ke 16. Perkembangan Islam mulai pesat dengan banyaknya pendatang suku Hui dari CIna pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20. Namum kebanyakan kemudian berimigrasi lagi ke Hongkong sehingga saat ini jumlah muslim di Macau kurang dari 1000 orang.

Cerita tentang pendatang Arab dan Persia itu bukan isapan jempol belaka. Di belakang masjid, terdapat kompleks pemakaman muslim. Di antaranya tampak sangat tua dan berusia ratusan tahun . Dari pusaranya beberapa di antaranya bertuliskan dalam bahasa Arab atau pun Persia.

Ternyata umat Islam di Macau juga memiliki organisasi yang namanya Islamic Association of Macau dan menjadi semacam filial atau sub organisasi dari Islamic Union of hongkong yang berpusat di Masjid Ammar di Hongkong. Pendek kata IAM mendapat bantuan atau subsidi dari IUHK.

“Hari-hari biasa masjid ini memang sepi” Demikian ucap pengunjung yang tidak mau disebut namanya ini. Dia kebetulan orang Macau asli dan bekerja di sebuah Hotel tidak jauh dari tempat ini. “Kalau sholat jumat jemaahnya bisa mencapaI 200 orang lebih”. Demikan lagi tambahnya. Menurut ceritanya pula, setap habis sholat jumat disediakan makan siang gratis untuk para jemaah. Bahkan ada seorang pengusaha Pakistan yang membagikan uang 100 Pataca ke setiap jama’ah yang datang!. Wah boleh juga nih datang lagi kesini kalau hari Jumat, kata saya dalam hati.

Berdasarkan ceritanya , masjid ini lebih ramai di hari minggu atau hari libur lainnya. Setiap minggu diadakan semcam pengajian dan yang datang bisa mencapai 300 atau 400 orang . Pesertanya selain penduduk setempat, juga banyak pekerja asing termasuk dari Indonesia.

Masjid yang sekarang ini dibangun tahun 1980an

Tentu saja bangunan pertama masjid yang asli didirikan bersamaan dengan datangnya para pedagang arab dan Persia atau bisa juga bersamaan dengan kedatang Portugis di Macau di awal abad ke 16. Terbukti dengan adanya makam kuno beraksara arab dan Parsi di kompleks makam ini. Namun masjid yang sekarang ini adalah hasil renovasi terakhir di tahun 1980an.

Hari sudah menjelang sore ketika kami meninggalkan Mesquita E Cemetario de Macau ini. Melalui jalan yang sama kembali ke dunia nyata Macau yang hingar bingar. Namun pengalaman singkat ini membuktikan bahwa rumah Allah memang ada di mana saja dalam bentuk yang besar maupun kecil. indah maupun sederhana. Yang lebih penting adalah sebagai tempat dimana agama bisa didirikan dan akan terus ada samapi akhir jaman. Semoga.

(Telkomsel Ramadhanku)

 

 

 

 

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun