Komentar lain biasanya datang dari sisi suasana. Banyak anak muda merasa tempat ini cocok untuk nongkrong ringan, meski tidak sepanjang malam. Tempatnya standar, tidak terlalu mewah, tapi cukup nyaman untuk makan bersama teman. Kritik biasanya muncul soal harga yang bisa "menipu ekspektasi", terutama bagi yang datang karena melihat promo murah di media sosial. Namun rasa yang tetap enak membuat banyak orang memilih untuk memaklumi.
Strategi Kuliner Anak Muda
Fenomena Bubur Hayam Lowanu juga bisa dilihat sebagai strategi kuliner yang cerdas. Alih-alih menjual bubur ayam di pagi hari seperti biasa, mereka justru membidik jam siang hingga malam. Hal ini menyesuaikan dengan gaya hidup mahasiswa dan pekerja muda di Jogja yang sering mencari makan setelah kuliah atau bekerja.
Dengan menambahkan promo terbatas, media sosial pun heboh. Orang-orang penasaran, lalu datang, lalu tetap makan meski harga normal lebih tinggi. Strategi ini berhasil membuat nama Bubur Hayam Lowanu cepat dikenal luas, bahkan di luar Jogja. Banyak wisatawan yang kini memasukkan tempat ini ke dalam daftar kuliner yang wajib dicoba ketika berkunjung.
Suasana Malam: Bubur yang Jadi Cerita
Di malam hari, Bubur Hayam Lowanu sering menjadi perhentian terakhir setelah jalan-jalan. Di meja kayu sederhana, mangkok bubur panas disandingkan dengan segelas teh hangat atau jeruk panas. Asap tipis mengepul, obrolan mengalir, dan suasana Jogja yang pelan terasa berpadu dengan mangkuk bubur yang hangat.
Inilah mungkin inti dari daya tariknya. Bukan sekadar soal rasa atau harga, tetapi soal atmosfer yang diciptakan. Bubur yang biasanya hanya menjadi makanan pereda lapar, di sini naik kelas menjadi bagian dari pengalaman berkumpul.
Penutup: Bubur yang Jadi Identitas Baru Jogja
Jogja selalu punya cara untuk memadukan tradisi dengan gaya hidup modern. Bubur Hayam Lowanu adalah salah satu buktinya. Dari sebuah warung di Lowanu, kini ia menjadi jaringan kuliner yang dikenal anak muda. Dari sekadar bubur ayam sederhana, ia berubah menjadi pengalaman makan yang lebih lengkap: rasa yang tetap akrab, suasana yang santai, dan sedikit sentuhan modern yang membuatnya relevan.
Bagi pengunjung, ada pelajaran kecil di balik semangkuk bubur ini: kadang ekspektasi berbeda dengan kenyataan. Promo Rp10 ribu memang ada, tapi hanya sebentar. Di luar itu, harga bisa terasa lebih mahal. Namun, jika yang dicari bukan hanya makanan tapi juga suasana, Bubur Hayam Lowanu tetap memberi alasan untuk kembali.