Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Jangan Rusak Fasilitas Umum, Itu Uang Kita!

13 September 2025   17:50 Diperbarui: 13 September 2025   17:50 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Halte Tije: skrinsyut 


Halte yang kau bakar di ujung malam,
bukan milik pejabat yang kau benci,
melainkan milik rakyat kecil yang menunggu tumpangan pagi.

Akhir Agustus kemarin, Jakarta kembali gaduh. Api menyala di jalan, massa berkumpul, suara teriakan bercampur dengan kepulan asap. Di tengah itu semua, yang jadi korban justru fasilitas umum: halte TransJakarta hangus, kaca pecah, beberapa pintu masuk MRT ikut rusak. Foto-foto tersebar: halte yang sehari sebelumnya penuh orang berangkat kerja, kini tinggal rangka. Besoknya, pemerintah bicara soal kerugian puluhan miliar rupiah. Tapi angka itu bukan uang yang jatuh dari langit, melainkan uang dari pajak kita. Dari tiket yang kita beli, dari pajak yang tiap bulan dipotong. Jadi setiap kaca yang pecah, setiap kursi yang terbakar, sebenarnya merobek kantong rakyat sendiri.

Dan ini bukan pertama kali. Kerusuhan selalu punya pola sama: fasilitas umum jadi korban. Ironinya, para pelaku sering kali bukan mereka yang benar-benar menanggung susahnya hidup di kota. Justru rakyat kecil yang tiap hari menggantungkan diri pada halte, stasiun, dan jalur kereta yang paling merasakan akibatnya.

Contoh nyata terjadi di lintasan Tanah Abang--Palmerah. Jalur kereta terpaksa ditutup karena kericuhan merembet ke rel. Ratusan ribu orang yang biasanya naik KRL di lintasan itu harus menerima kenyataan: perjalanan dibatalkan, jalur tidak dilayani, dan mereka terlantar. Ada yang terpaksa jalan kaki jauh, ada yang membatalkan kerja, ada yang kehilangan upah harian. Semua itu akibat sekelompok orang yang merasa berhak menutup jalur demi kepentingan mereka sendiri.

Saya ingin bilang lugas: jangan pernah mengatasnamakan rakyat kalau tindakannya justru menyusahkan rakyat. Rakyat itu butuh kereta datang tepat waktu, bukan dibatalkan karena jalur ditutup. Rakyat itu butuh halte yang aman, bukan hangus terbakar. Rakyat itu butuh MRT bisa jalan lancar, bukan pintu masuk yang porak-poranda.

Yang lebih menyakitkan adalah cerita soal pelemparan batu. Ada orang-orang yang entah kenapa, entah serius atau sekadar iseng, melempar batu ke arah kereta. Kaca pecah, penumpang terluka. Bayangkan kalau yang kena itu anak kecil atau ibu hamil. Luka fisik mungkin bisa sembuh, tapi trauma siapa yang tanggung? Ini bukan sekadar "aksi", bukan "protes". Ini kriminal. Dan pelakunya harus dihukum, tanpa alasan apa pun. Jangan ada lagi dalih "cuma iseng" atau "ikut-ikutan". Melempar batu ke kereta sama dengan mengancam nyawa banyak orang.

Sayangnya, kita sering melihat siklus yang sama: fasilitas rusak, orang marah di media sosial, pemerintah janji memperbaiki, lalu kasusnya tenggelam. Jarang sekali kita dengar pelaku benar-benar dihukum setimpal. Padahal, kalau tidak ada efek jera, pola itu akan terus berulang. Pelaku merasa bisa lolos, masyarakat hanya bisa pasrah, dan uang publik terus bocor untuk menambal kerusakan.

Di titik ini, seharusnya kita berani mengambil sikap. Jangan lagi diam. Kalau melihat ada yang merusak, tegur kalau situasi aman. Kalau tidak, ambil ponsel, rekam, laporkan. Jangan takut. Teknologi sekarang memudahkan kita mengirim bukti ke pihak berwenang. Banyak kasus yang akhirnya terungkap karena ada rekaman warga. Kita tidak bisa menyerahkan semua ke polisi atau petugas keamanan; kita juga harus jadi mata dan telinga di lapangan.

Memang tidak mudah. Kadang ada rasa takut, kadang ada rasa malas. Tapi kalau kita terus diam, kerusakan akan dianggap wajar. Dan itu berbahaya. Kita harus ubah pola pikir: fasilitas umum adalah milik kita. Sama seperti rumah kita sendiri. Kalau ada orang masuk rumah lalu merusak, tentu kita tidak akan diam. Begitu pula dengan halte, stasiun, atau rel. Itu rumah bersama.

Operator transportasi juga harus introspeksi. Perbaikan penting, tapi jangan berhenti di situ. Harus ada sistem yang lebih tahan terhadap vandalisme: kaca yang lebih kuat, kamera yang lebih banyak, penerangan yang lebih terang, petugas yang lebih sigap. Dan yang tak kalah penting: komunikasi cepat. Saat jalur terganggu, informasikan segera ke penumpang. Jangan biarkan mereka menunggu tanpa kepastian. KAI Commuter, TransJakarta, MRT---semua harus siap dengan SOP darurat. Penumpang yang terdampak juga berhak dapat kompensasi, bukan cuma permintaan maaf.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun