Anak-anak baris berbaris, orang tua ikut mengawasi, sementara penonton di tepi jalan melambaikan tangan dengan senyum yang sulit disembunyikan. Ada perasaan haru yang sederhana: inilah wajah kemerdekaan di kampung dan perumahan warga, bukan di layar televisi, melainkan di jalanan yang sehari-hari kita lalui.
Tak hanya anak-anak yang tampil. Warga dewasa, baik bapak maupun ibu, ikut serta. Mereka berjalan kaki dengan penuh semangat. Semuanya larut dalam suasana karnaval. Seorang bapak tua bahkan membawa bendera kecil sambil tertawa lebar, seolah ingin menunjukkan bahwa semangat merdeka tak mengenal usia. Karnaval bukan hanya parade, tapi juga cara sederhana untuk mengingat bahwa kemerdekaan adalah perjalanan dan milik bersama.
Perjalanan itu akhirnya sampai di pelataran parkir kolam renang Taman Cikas. Tempat yang sehari-hari hanya jadi area kendaraan, hari itu disulap menjadi panggung acara. Baliho bertuliskan "Karnaval Kemerdekaan RW 25 dijadikan latar, kursi-kursi plastik disusun rapi untuk para juri ada di dekat panggung, sementara untuk tamu di sediakan di pendopo dekat eks kantor pemasaran.
Di sinilah babak berikutnya dimulai: lomba fashion show anak-anak. Sebanyak 56 peserta tampil satu per satu, bahkan ada juga yang sekaligus berdua. Kostum mereka beragam, mulai dari pakaian adat, seragam polisi, dokter, pilot, hingga ada yang tampil gagah ala Kopassus.
Ada yang percaya diri melangkah seperti model profesional, ada yang malu-malu dan harus ditarik pelan oleh ibunya, ada pula yang bahkan masih digendong sambil mengisap botol susu.
Penonton tertawa, bukan untuk mengejek, melainkan karena kelucuan itu menjadi hiburan tersendiri. Semua anak terlihat menawan dengan caranya masing-masing. Di panggung sederhana itu, mereka adalah bintang.
Sorak-sorai penonton makin riuh ketika ada anak yang tiba-tiba berhenti di tengah panggung, bingung harus melangkah ke mana. Ibunya buru-buru maju, memberi arahan dengan tangan. "Senyum, Nak!" teriak seseorang dari deretan penonton. Sontak semua tertawa, suasana mencair. Inilah kemerdekaan dalam arti paling sederhana: memberi ruang pada anak-anak untuk berani tampil, meski dengan cara yang belum sempurna.
Setelah fashion show selesai, drum band Swara Gita Mustika tampil lagi, membawakan beberapa lagu. Dentuman bass drum terasa hingga dada, sementara alunan alat musik lainnya menambah semangat. Lagu-lagu yang mereka bawakan membuat banyak orang ikut bersenandung.