Pesan prasasti itu terus terngiang di kepala saya. Di dunia yang terus berubah, konflik terus ada. Dari Israel dan Hamas, Korea Utara, Iran, hingga negara-negara pemilik senjata nuklir, ancaman perang nuklir masih membayangi.
Tidak terkecuali Indonesia, yang pernah merasakan berbagai konflik internal, mulai dari Papua hingga Sampit dan Poso, serta kerusuhan yang menyisakan luka mendalam. Seringkali, kita terjebak dalam mentalitas yang memecah belah: "mereka" dan "kita." Ketidakpahaman akan arti "we" yang sesungguhnya membuat kita lebih mudah menunjuk "mereka" sebagai pihak yang salah, tanpa menyadari bahwa kita semua bagian dari umat manusia yang sama.
Jika kita mau memahami pesan dari Hiroshima dan Nagasaki, kita diajak untuk melampaui batas-batas sempit itu, membuka hati dan pikiran untuk menjadi "we" yang inklusif, yang merangkul perbedaan dan mencari solusi bersama.
Membaca Kita dan Mereka: Menjadi "We" yang Lebih Besar
Dalam perenungan ini, saya juga teringat buku Kita dan Mereka karya Agustinus Wibowo. Buku ini membuka perspektif tentang bagaimana kita sering membatasi diri dengan membangun tembok "kita versus mereka."
Agustinus mengajak kita untuk melebur batas-batas itu, menjadikan perbedaan sebagai jembatan, bukan tembok pemisah.
Jika pesan prasasti di Hiroshima dan Nagasaki adalah panggilan untuk perdamaian, maka buku ini adalah jawaban bagaimana kita bisa memperluas arti "we." Menjadi bukan hanya "mereka yang dibom" dan "mereka yang membom," tapi seluruh umat manusia yang berdiri bersama.
Monumen Perdamaian di Indonesia: Ambon, Sampit, dan Poso
Indonesia sendiri memiliki beberapa monumen penting sebagai simbol perdamaian dan rekonsiliasi. Di Ambon, terdapat Gong Perdamaian Dunia yang menjadi tanda berakhirnya konflik sektarian dan harapan akan kedamaian abadi.
Di Sampit, Tugu Perdamaian Bundaran Balanga berdiri megah mengenang rekonsiliasi antara suku Dayak dan Madura pasca-konflik etnis. Monumen ini mengingatkan kita bahwa perdamaian adalah hasil dari usaha bersama yang harus terus dipupuk.
Di Sulawesi Tengah, meskipun terletak di Palu, Tugu Perdamaian Nosarara Nosabatutu juga memiliki makna penting terkait konflik di Poso, mengajak kita untuk mengingat dan menjaga harmoni dalam keberagaman.