Setelah masuk ke dalam area taman, sebuah papan bertuliskan "Welcome to Joju-en" menyambut saya, di bawahnya ada tulisan "Suizenji Jojuen is a feudal lord's garden completed in 1671. It is also called suizenji Park."
Saya membeli tiket masuk seharga 400 yen dan melangkah masuk ke taman. Di dekat kolam ada papan informasi berupa peta peta lokasi berwarna pastel yang menjelaskan denah taman. Dari peta tersebut saya mengetahui bahwa taman ini tidak hanya terdiri dari lanskap dan kolam, tapi juga ada Danau Ezu, Kebun Botani dan Kebun Binatang Kumamoto, serta Rumah LL Janes, bekas kediaman seorang misionaris asal Amerika. Rasa ingin tahu saya semakin tumbuh.
Di kejauhan ada dua jembatan batu gaya Meiji yang melintasi aliran air jernih. Gerbang ini seolah menjadi pintu masuk tak resmi menuju dunia dalam taman. Ikan koi warna merah putih, hitam, dan kuning kemasan berenang lambat di permukaan, menciptakan kesan damai yang langsung terasa begitu kaki memasuki jalan setapak di tepi kolam.
Ketika membeli tiket, saya mendapat selembar leaflet berisi sekilas informasi mengenai taman ini.
Taman ini mulai dibangun oleh Hosokawa Tadatoshi pada 1636 sebagai tempat upacara minum teh. Cucu beliau, Hosokawa Tsunatoshi, melanjutkan pembangunan dan memperluas taman menjadi lanskap bergaya stroll garden khas zaman Edo. Pada 1877, taman sempat hancur akibat Pemberontakan Satsuma yang melanda Kumamoto, tetapi kemudian dibangun kembali dan pada 1929 ditetapkan sebagai Situs Bersejarah Nasional.
Di depan saya terbentang situ atau danau besar yang cantik , dihiasi jembatan merah yang melengkung indah, pulau kecil dengan pohon pinus dan tanaman azalea yang rapi, serta ikan koi yang berenang seolah tahu bahwa dirinya adalah bagian dari seni taman ini. Pemandangan ini menggambarkan miniatur jalur Tokaido, rute legendaris yang menghubungkan Kyoto dan Edo, lengkap dengan representasi Gunung Fuji berupa bukit kecil atau tsukiyama yang menjadi titik fokus taman.