Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Misteri Lawang Ombo yang Tetap Menjadi Misteri

28 Juli 2025   23:56 Diperbarui: 28 Juli 2025   23:56 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

2. Altar dan Patung Singa
Sebelum masuk, saya memperhatikan altar utama yang seakan menyapa ramah. Di sinilah saya mulai merasa bahwa rumah ini bukan sekadar rumah, melainkan tempat pemujaan yang hidup.
Di kedua sisi pintu terdapat sepasang patung singa penjaga, dengan ekspresi tajam dan kaki yang kokoh menahan bumi. Patung ini dalam bahasa Inggris disebut Fu Dogs, dan dalam Mandarin disebut Shishi. Patung ini dipercaya dapat mengusir roh jahat dan memberikan perlindungan spiritual. Singa kiri memegang anak singa---melambangkan kesuburan dan keturunan---sementara singa kanan memegang bola dunia---melambangkan kekuasaan atau penjagaan rumah.

Buku: dokpri 
Buku: dokpri 

Masuk ke ruang utama, ada sebuah meja bundar yang di atasnya terletak sebuah buku menarik berjudul "Chinese Houses of Southeast Asia," karangan Ronald G. Knapp. Buku bergambar yang cantik ini merupakan studi visual dan historis mendalam tentang rumah-rumah Tionghoa di Malaysia, Indonesia, Thailand, Vietnam, dan Singapura. Di dalamnya terdapat foto-foto interior dan eksterior rumah-rumah tersebut, di antaranya dari Lasem, Penang, Melaka, dan Hoi An.
Saya menyapu ruangan ini dengan pandangan. Dinding warna krem memajang foto hitam-putih, mungkin foto keluarga pemilik rumah. Ada lemari antik dari kayu dengan ukuran cantik. Langit-langit juga terbuat dari kayu dan dicat warna krem yang tenang.

Altar: dokpri 
Altar: dokpri 

Di altar leluhur, terbuat dari kayu jati cokelat dengan ukiran berpola naga yang dominan, meja sembahyang dipenuhi dupa, lilin merah, serta papan arwah atau Sin Pai bertuliskan nama-nama leluhur. Di kedua sisinya dihiasi masing-masing satu lampion besar dan satu lampion kecil bersusun tiga.

Soekidjan: dokpri 
Soekidjan: dokpri 

Di dinding sebelah kanan altar leluhur, tergantung pada bingkai kaca selembar lelayu yang cukup mencuri perhatian. Judulnya "Rest in Peace", mengabarkan wafatnya Soekidjan---terlahir Tjoo Tiang Dian---yang meninggal pada 12 April 2014 di usia 90 tahun. Ia lahir pada 24 Desember 1924, dan yang menarik, istrinya bernama Liem Mertjes Nio---diduga masih keturunan pendiri Lawang Ombo. Rumah ini sendiri, kini dimiliki oleh putra kelima mereka, Soebagio Soekidjan alias Tjoo Boen Hong. Sebuah jejak keturunan yang masih berdenyut di antara dinding tua dan dupa yang sesekali masih dinyalakan.

Mas Agik bercerita bahwa rumah ini kemungkinan besar dibangun pada paruh kedua abad ke-18. Pemilik pertamanya adalah Lim Cui Sin, yang makamnya akan kita lihat nanti. Keturunannya kemudian menjadi Kapitan Tionghoa pertama di Lasem yaitu Lim Ki Siong, yang menjabat pada tahun 1835--1837.
Menurut Mas Agik, rumah tua ini menjadi saksi bisu peristiwa tragis yang menimpa keluarga penghuninya, yang terkait dengan sejarah gelap Lasem sebagai jalur perdagangan opium. Dulu, rumah ini menjadi tempat penyelundupan candu, serta bagian dari hubungan rumit antara penjajah, pedagang Tionghoa, dan penduduk lokal.

Konon, satu keluarga penghuninya dibantai oleh Belanda, dan hanya ada seorang anak yang bisa diselamatkan. Cerita itu hidup sebagai cerita rakyat, bukan dokumen kolonial. Tidak ada arsip. Tidak ada catatan resmi. Tapi semua orang di Lasem tahu cerita itu.
Sejak saat itu, rumah ini diyakini "tak tidur." Roh-roh yang terbunuh masih bergentayangan. Banyak orang bilang sering mendengar ringkik kuda di waktu malam.

3. Lubang Candu dan Terowongan Rahasia
Kami kemudian diajak melihat sisi kiri rumah. Di sini ada lubang dengan diameter sekitar 50 cm. Tapi ini bukan lubang biasa.

Mas Agik menunjuk ke dalam lubang gelap itu dan berkata, "Dulu dari sinilah opium masuk." Ternyata lubang ini terhubung dengan terowongan menuju Sungai Lasem yang jaraknya tidak jauh dari rumah.
Lawang Ombo pernah menjadi pusat perdagangan dan penyelundupan candu ilegal. Kapal-kapal kecil dari laut membawa candu menyusuri Sungai Babagan, lalu menyusup melalui terowongan bawah tanah yang konon terhubung langsung dengan sumur ini. "Jadi, rumah ini gudang, tapi juga pelabuhan tersembunyi," lanjut Mas Agik.
Saya membayangkan bagaimana candu berpindah tangan---dari kapal ke lubang sempit, naik ke ruang penyimpanan, lalu keluar lewat pintu belakang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun