"Lasem adalah tempat di mana masa lalu belum selesai---ia tetap duduk di kursi tua, menyalakan dupa, dan menggantungkan foto nenek moyang di dinding yang mulai mengelupas."
Setelah sarapan ringan di Lasem Boutique Hotel, saya---bersama rombongan Wisata Kreatif Jakarta---bersiap memulai perjalanan. Pukul delapan pagi, Mas Agik datang menjemput kami. Mbak Ira belum ikut. Ia menyusul nanti menjelang makan siang.
Pagi itu, kami dibawa menyusuri lorong-lorong kampung tua di Lasem. Mobil Elf yang kami tumpangi bergerak pelan, menyusuri jalanan sempit yang kanan-kirinya dipenuhi rumah-rumah besar bergaya Tionghoa. Usianya rata-rata sudah lebih dari seratus atau bahkan dua ratus tahun. Ada yang sudah generasi kelima atau keenam bahkan lebih. Banyak rumah ini berdiri di atas lahan luas dan diwarisi oleh orang-orang tua yang tinggal sendiri atau hanya berdua.
Di perjalanan, Mas Agik menceritakan tentang banyaknya kakek dan nenek di Lasem yang kini tinggal di rumah-rumah tua itu tanpa penghasilan tetap. Ada yang hidup dari sisa tabungan, ada juga yang mulai menjual barang-barang lama. Beberapa bahkan sudah menjual rumahnya ke yayasan atau pesantren, tapi masih diizinkan tinggal di sebagian ruang. Merawat rumah besar jelas tidak mudah dan mahal. Tanpa pembantu, tanpa anak yang menetap, semuanya ditanggung sendiri. Menurutnya, bagi yang tidak punya usaha aktif seperti batik atau penginapan, pilihan yang tersisa hanyalah bertahan dari peninggalan masa lalu.
Kami kemudian berhenti di Desa Soditan, di sebuah rumah besar milik Oma Frida. Dari luar, rumah ini terlihat kokoh dengan tembok putih yang khas. Gerbangnya memiliki dua pintu: yang kecil berwarna hijau toska untuk pejalan kaki, dan yang besar berwarna coklat untuk kendaraan. Di halaman depan, tampak sebuah pohon mangga tua yang batangnya sudah condong.
Lucunya teras luas juga berfungsi menjadi garasi darurat, dua mobil tua terparkir. Satu warna biru tua tampak sudah lama tidak digunakan dengan nopol H dan tertutup debu, satu lagi merek kijang warna Silver masih terlihat lebih terawat dengan plat K, kemungkinan masih dipakai sesekali.
Teras rumah utama sangat luas. Di sisi kiri, ada rak barang dan kursi-kursi lipat tua. Tidak ada sofa atau kursi rotan, hanya meja dan kursi kayu sederhana. Ada juga gantungan jemuran pakaian . Di dekat pintu tampak beberapa galon air mineral yang juga berdebu.
Oma Frida tinggal di bangunan kecil di samping rumah utama. Rumah utamanya sudah lama tidak dihuni, meskipun masih sesekali dibuka.