Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Asyiknya Naik Sepeda di Waktu Pagi di Lasem

9 Juli 2025   00:45 Diperbarui: 9 Juli 2025   00:45 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya  terus mengayuh belok kiri  masuk ke Gang IV, dan akhirnya sampai di sebuah rumah megah berwarna merah mencolok---Rumah Merah. Gerbangnya kokoh, berdinding tinggi dengan dua singa penjaga di sisi pintu kayu yang tampak antik. Di atas pintu tertulis nama: Oei Sien Tjo. Ini adalah salah satu rumah warisan saudagar Lasem, yang kini menjadi bagian dari kompleks Rumah Merah Heritage Lasem.

Di sisi gerbang, terpampang poster besar bertuliskan "Museum & Galeri Batik Tiga Negeri Lasem" yang baru saja diresmikan. Tertulis bahwa peresmiannya dilakukan oleh Ibu Katharine Grace, istri Menteri Kebudayaan, pada 29 Januari 2025, bertepatan dengan Tahun Baru Imlek. Lasem memang salah satu pusat penting batik pesisir.

Batik  bukan sekadar produk kerajinan, tapi juga warisan lintas budaya yang hidup.
Pintu Rumah Merah pagi itu masih tertutup rapat. Saya hanya berdiri di depan pintunya, mengamati ukiran kayu dan warna merahnya yang menyala. Rencananya  nanti siang kami akan berwisata ke sini untuk melihat lebih dalam.

Rumah ijo: dokpri 
Rumah ijo: dokpri 

Saya kembali mengayuh dan sampai di jalan raya. Tepat di seberang ada sebuah bangunan kuno yang lumayan menarik perhatian. Warnanya hijau putih. Bangunan ini dikenal sebagai Rumah Ijo. Arsitekturnya bergaya kolonial, dengan jendela-jendela besar dan menara kecil di salah satu sudut.
Saya kemudian  menuntun sepeda di trotoar, memperhatikan deretan pot bunga dan ubin kuno yang masih terawat.

Di seberangnya berdiri bangunan lain yang juga penuh cerita: Roemah Oei. Bangunan yang dulu milik saudagar Oei ini sekarang menjadi ruang budaya dan tempat menikmati kopi lelet. Pagi itu, suasana di depannya hening. Hanya terdengar suara burung dan sesekali deru sepeda motor dari kejauhan.

Masjid Baiturrahman: dokpri 
Masjid Baiturrahman: dokpri 

Saya terus mengayuh sepeda hingga tiba di alun-alun kota Lasem. Dari kejauhan tampak sebuah masjid besar berdiri tenang: Masjid Baiturrahman. Bangunan berlantai dua dengan menara yang  menjulang, menandai pusat spiritual masyarakat kota ini. Saya berhenti sebentar, memarkir sepeda di dekat gerbang.

Prasasti : dokpri 
Prasasti : dokpri 

Saya masuk ke halaman dan melihat prasasti kecil bertuliskan syair tembang Jawa karya Sunan Bonang. Salah satu baitnya tertulis:
Tambo ati iku ana limang perkoro,
kaping pisan maca Qur'an lan maknane...
Saya membaca pelan dalam hati. Pagi yang damai, udara sejuk, dan suasana masjid yang lengang membuat bait itu terasa menyusup langsung ke dalam dada. Ada semacam rasa haru yang muncul begitu saja.

Makam mbah sambu: dokpri 
Makam mbah sambu: dokpri 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun