Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Rajah Kala Cakra, Bedug, dan Batu Palestina, Kisah Masjid yang Merangkul Tiga Dunia

2 Juli 2025   16:29 Diperbarui: 2 Juli 2025   16:29 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yang membuat masjid ini istimewa tentu saja menaranya. Tidak seperti menara masjid biasa yang ramping dan modern, menara Masjid Kudus justru berbentuk seperti candi Majapahit. Tingginya sekitar 18 meter, terbuat dari bata merah, dengan struktur bertingkat tiga  seperti punden berundak.
Di bagian atasnya, ada sebuah  bedug besar dari kulit kerbau---yang hingga kini masih ditabuh sebagai penanda waktu salat.
Uniknya, di beberapa bagian menara tertanam keramik Cina berwarna biru dan hijau. Sebagian sudah retak, tetapi masih terlihat jelas. Keramik ini diyakini berasal dari Dinasti Ming, menunjukkan betapa luasnya jaringan budaya dan perdagangan di masa Sunan Kudus. Simbol ini juga menegaskan bahwa Islam di Jawa berkembang dengan merangkul, bukan menolak, budaya yang sudah ada.

Gapura : dokpri 
Gapura : dokpri 

Gapura Candi dan Mitos Raja Kala Cakra
Selesai solat, semua anggota rombongan bergegas menuju masjid . Ketika  kami tiba di pelataran depan Masjid Menara Kudus, rombongan berhenti sejenak di depan gapura candi bentar yang terbuat dari bata merah. Mas Pur, pemandu kami, lantas bercerita:
"Menurut cerita  di pintu gerbang ini dipasang Rajah Kala Cakra, makhluk penjaga waktu dan gerbang dunia gaib."
Lalu dengan senyum khasnya, ia menambahkan:
"Konon, pejabat yang lewat langsung di bawah gapura ini, terutama yang membawa niat tidak tulus, akan segera lengser dari jabatannya."
Kami tertawa, tapi saya bisa merasakan bahwa bagi sebagian orang, mitos ini bukan main-main. Rajah Kala adalah simbol raksasa penjaga alam spiritual. Sementara cakra (roda) melambangkan waktu yang terus berputar --- mengingatkan bahwa kekuasaan, jabatan, dan status hanyalah sementara.

Mitos ini hidup hingga sekarang. Banyak pejabat memilih masuk lewat pintu samping daripada berjalan langsung di bawah gapura. Ini bukan sekadar kepercayaan, tapi bentuk kerendahan hati: bahwa siapa pun, setinggi apa pun pangkatnya, tetap tunduk pada kekuatan yang lebih tinggi. Bahkan banyak yang tidak berani berziarah ke masjid ini.

Lawang kembar: dokpri 
Lawang kembar: dokpri 


Serambi, Lawang Kembar, dan Mihrab
Setelah melewati gapura, saya melangkah masuk ke serambi masjid yang luas. Di bagian depannya terdapat pintu kayu besar yang berdiri berdampingan. Inilah yang disebut lawang kembar, pintu simbolik yang menandai peralihan dari dunia luar menuju ruang suci.
Bagi masyarakat Jawa, lawang kembar melambangkan dua alam: lahir dan batin, nyata dan gaib. Memasuki masjid berarti memasuki ruang transendensi, tempat jiwa ditenangkan dan ego ditanggalkan.
Ruang utama masjid beratap tajug bertingkat dua, khas arsitektur bangunan suci di Jawa. Mihrabnya masih dari bata merah, dihiasi kaligrafi Arab yang sederhana namun dalam. Di sinilah saya sempat meluruskan kaki sejenak usai salat Jumat --- menikmati angin yang masuk lewat kisi-kisi kayu serambi, dan aroma kayu jati yang tercium samar.

Menara: dokpri 
Menara: dokpri 


Mitos Menara: Kisah Tak Tertulis yang Tetap Hidup
Masjid Menara Kudus tidak lepas dari cerita-cerita lisan yang diwariskan turun-temurun. Beberapa di antaranya dianggap mitos, tapi tetap dipercaya sebagai bagian dari keagungan tempat ini:
1.
Dibangun Dalam Semalam
Konon, menara dibangun oleh Sunan Kudus hanya dalam satu malam, dengan izin Allah. Tidak ada tukang, tidak ada alat berat. Hanya doa, kesucian niat, dan mukjizat. Masyarakat percaya, itulah tanda kewalian Sunan Kudus.
2.
Tidak Boleh Dipugar Sembarangan
Ada kepercayaan bahwa menara tidak boleh direnovasi tanpa ritual tertentu. Bila dilanggar, bisa terjadi musibah. Pernah ada cerita tukang jatuh sakit karena memugar menara tanpa "izin batin". Sejak itu, setiap perawatan selalu diawali dengan tahlilan.
3.
Penjaga Gaib
Beberapa peziarah mengaku merasakan hawa dingin atau melihat sosok samar di sekitar menara, terutama saat malam Jumat. Sosok itu diyakini sebagai penjaga gaib menara---tidak mengganggu, tetapi menjaga kesucian tempat.
4.
Bedug Bertuah
Bedug di puncak menara tidak boleh dipukul sembarangan. Konon, jika ditabuh oleh orang yang tidak berhak, bisa mendatangkan gangguan atau peristiwa ganjil. Hanya muazin masjid yang boleh menyentuhnya pada waktu salat.
5.
Penolak Bala
Menara dipercaya sebagai penangkal bala bagi Kota Kudus. Selama menara berdiri utuh, kota akan terhindar dari bencana besar. Maka, menara dijaga dengan penuh hormat, seperti pusaka leluhur.

Pintu ke makam: dokpri 
Pintu ke makam: dokpri 


Ziarah Lewat Pintu Samping
Perjalanan kemudian dilanjut dengan masuk ke area makam melalui pintu samping di sisi barat. Di sana, beberapa peziarah menutupi celana pendek dengan sarung pinjaman. Di dalam, suasananya sangat berbeda. Hening. Sunyi. Hanya suara doa, bau kembang, dan wangi dupa samar-samar.

Makam: dokpri 
Makam: dokpri 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun