BAB III: Babak Kedua = Latihan Menahan Malu
Masuk babak kedua, Ricky Kambuaya menggantikan Beckham Putra. Lalu Jepang balas memasukkan Keito Nakamura.
Kalau di film, ini seperti kita mengirim kavaleri dari kampung, sementara mereka turunkan Iron Man.
Menit 55, Morishita menambah gol lewat voli akurat. Menit 58, Machino cetak gol kelima. Menit 80, Hosoya menutup pesta dengan gol keenam.
Indonesia? Masih sibuk mencoba umpan satu-dua di tengah lapangan.
Kadang berhasil, tapi lebih sering hanya jadi "satu-dilepas, dua-dikejar lawan."
BAB IV: Emil Audero dan Panggung Kesendirian
Dari semua pemain, Emil Audero pantas mendapat pujian.
Kalau tidak ada dia, skor mungkin dua digit. Di menit 65 saja, ia melakukan tiga penyelamatan beruntun. Saking sibuknya, kita sempat curiga Emil ikut program magang di tim Jepang.
Wajahnya lelah. Tapi bukan karena kebobolan---melainkan karena tak percaya, ini benar-benar pertandingan resmi Timnas.
BAB V: Analisis Palsu dan Optimisme Kosong
Usai pertandingan, seperti biasa:
*Media sosial banjir pembelaan: "Masih muda, masih bisa berkembang."
*Pengurus bilang: "Ini bagian dari proses."
*Pelatih tenang-tenang saja, karena mungkin kontraknya tetap cair.
Tapi mari jujur sejenak.
Skor 0-6 bukan sekadar "kekalahan".
Ini alarm keras bahwa:
*Kita masih tidak paham cara bermain sebagai tim.
*Strategi masih sekadar template PowerPoint.
*Pemain bagus tidak otomatis berarti tim bagus.
*Dan naturalisasi tanpa sistem hanyalah kosmetik.
BAB VI: Suporter---Pahlawan Satu-Satunya