Sejenak, ingatan melayang ke tempat-tempat mandi lain yang pernah saya temui dalam perjalanan: nama Tbilisi melintas sebentar di kepala---kawasan pemandian sulfur tua di Georgia yang aromanya khas dan bangunannya rendah, dengan kubah kecil menonjol di permukaan tanah. Tapi kenangan itu hanya melintas, seperti isyarat samar dari pengalaman yang sudah lewat.
Kemudian, kenangan saya melanglang ke sebuah hammam tua di Budapest---warisan dari masa pendudukan Turki Ottoman. Bangunannya kecil dan gelap, penuh sejarah, dengan cahaya masuk dari lubang-lubang di kubah batu. Meski suasananya sakral, ruangannya terasa sempit, agak lembab, nyaris seperti ruang meditasi sunyi. Tapi tetap saja, pesonanya berbeda.
Namun sebenarnya, ada satu alasan kuat kenapa saya menahan diri untuk tidak mandi hari itu. Seminggu sebelumnya, saya baru saja menghabiskan waktu di sebuah hamam klasik di Bukhara, Uzbekistan. Bangunannya tua, berlapis batu, ruangannya kecil dan agak gelap, tapi lantai batu hangat itu masih tertanam di memori tubuh saya. Biayanya sekitar 350.000 sum, dan meskipun terkesan mahal, pengalaman yang saya dapat terasa lebih berharga dari angka itu. Saya masih bisa mengingat tangan kasar pria tua yang memijat saya dengan sabun busa, air panas yang dituangkan perlahan di punggung, dan diam hening saat duduk minum teh setelah semuanya selesai. Tubuh saya masih menyimpan panas dari batu-batu tua Bukhara. Rasanya belum waktunya untuk masuk ke ruang beruap lagi.
Bukhara menawarkan pengaman mandi di hammam yang sangat tradisional: tidak ada teknologi, tidak ada modernitas, hanya ritual kuno dalam ruang yang nyaris tidak berubah sejak berabad lalu. Tapi Arasan lain lagi. Ia memadukan warisan Timur dan ambisi modern Soviet dalam skala yang luar biasa. Serius, belum pernah saya melihat kompleks mandi umum paling lengkap, masiv dan megah seperti ini.
Arasan sendiri bukan bangunan sembarangan. Ia adalah karya besar era Soviet, didirikan pada tahun 1982 sebagai proyek prestisius di bawah pemerintahan Dinmukhamed Kunayev, tokoh penting Kazakhstan yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Pertama Partai Komunis Republik Sosialis Soviet Kazakh. Di masa itu, membangun pusat kesehatan rakyat adalah bagian dari visi negara---dan Arasan dibangun bukan sekadar untuk membersihkan tubuh, tapi sebagai simbol modernitas Asia Tengah yang menyatu dengan warisan Timur.
Kunayev ingin Almaty punya pemandian yang bisa menyaingi Tashkent. Para arsitek dikirim keliling: ke Baku, Yerevan, Moskow, bahkan Budapest. Mereka meneliti reruntuhan hammam kuno di Turkistan dan Otrar, mencatat suhu udara di ruang-ruang mandi tradisional Uzbekistan.
Hasilnya adalah bangunan ini---perpaduan aneh tapi menarik antara brutalism Soviet dan kelembutan arsitektur Asia Tengah. Lengkungan kubahnya bahkan dirancang agar uap tidak menetes ke kepala, tapi mengalir pelan ke dinding.
Kami berjalan memutari sisi bangunan. Dari sudut yang lebih privat, bangunan ini terlihat seperti benteng dari dunia fiksi, gabungan antara arsitektur Timur Tengah dan brutalist Soviet. Bentuknya bulat, kokoh, seperti menyimpan sesuatu yang sakral di dalam. Rasanya seperti melihat tempat ibadah dan pusat terapi bersatu dalam satu tubuh arsitektur.
Sambil berjalan santai, kami bertemu dengan orang-orang yang lalu-lalang masuk. Beberapa membawa tas kecil---mungkin pakaian mandi, sandal, dan handuk. Ada pasangan muda, ada pria tua yang berjalan perlahan, ada juga keluarga lengkap. Mereka semua datang dengan maksud yang sama: membersihkan tubuh dan meredakan pikiran.
Pada saat yang sama, saya hanya membayangkan suasana di dalam sana. Uap memenuhi ruangan, dan cahaya lembut dari jendela kaca menyinari marmer, kayu pinus, dan ubin-ubin yang berkilau. Aroma pinus, sabun, dan entah apa lagi, bercampur menjadi semacam nostalgia yang tidak pernah saya miliki.
Saya juga membayangkan tempat mandi yang terpisah, lelaki di kanan, perempuan di kiri. Juga kumpulan orang berjalan santai, ada yang hanya dengan handuk, ada yang pakai pakaian renang, ada yang tanpa busana, dan tidak ada yang peduli. Sayang saya tidak jadi masuk dan hanya membayangkan dari luar.
Sambil menghela napas panjang, di dalam hati saya tahu, bahwa saya akan kembali ke tempat ini.
Mungkin pada musim yang lebih dingin, saat tubuh ini benar-benar butuh kehangatan. Atau mungkin saat saya sudah cukup jauh dari kenangan uap Bukhara, saat tubuh mulai memanggil lagi untuk disentuh air panas. Saya ingin kembali bukan hanya untuk mandi, tapi untuk menghormati warisan yang hidup di dalam bangunan ini.
Hari itu, saya hanya mengintip ke dalam, mengagumi dari luar, dan mencatat semuanya dalam kepala. Saya tidak mandi di Arasan, tapi justru karena itu, saya merasa telah menyimpannya dengan utuh---untuk nanti, saat waktunya benar-benar tiba.
Ketika berjalan meninggalkan Arasan, senja mulai turun. Jalanan Almaty terasa sedikit lebih tenang. Sekilas melintasi kenangan akan Abanotubani di Tbilisi---pemandian tua dengan kubah-kubah gaya Persia, dan aroma tanah basah. Di sana, segalanya terasa kuno dan mistis. Arasan berbeda. Ia modern dalam cara yang hanya bisa dibayangkan oleh arsitek Soviet tahun 1980-an: tegas, besar, dan penuh tekad. Kalau Abanotubani seperti puisi, Arasan lebih seperti pernyataan politik.