Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Undang Undang PPRT: Bak Pedang Bermata Dua?

3 Februari 2023   07:40 Diperbarui: 3 Februari 2023   07:43 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga sudah cukup lama ada  dan digodok di DPR namun hingga saat ini belum juga disahkan menjadi Undang-undang. Banyak pihak menyatakan kepastian hukum yang ada di dalam undang-undang itu sebagai suatu hadiah manis bagi para pekerja rumah tangga yang selama ini dianggap sebagai pekerja informal.

Walaupun begitu, RUU ini memang masih banyak mengandung kontroversi untuk negeri dengan tingkat kemajuan perekonomian sekelas Indonesia.  Untuk suatu negara yang sudah maju ekonominya, UU PPRT memang suatu kewajiban, bahkan adanya undang-undang ini menjadi syarat mutlak kemajuan suatu bangsa. Dan bila tiba saatnya biasanya di negeri tersebut sudah tidak ada lagi penduduk yang mau bekerja menjadi PRT,  Biasanya mereka akan mengambil tenaga kerja asing sebagai PRT.

Untuk itu, mari kita sekedar berbagi pengalaman dan cerita serta opini mengenai profesi yang menarik ini.  Profesi yang sebenarnya memiliki banyak dimensi baik kemanusiaan, hubungan antar manusia, serta faktor sosial, sejarah, dan budaya yang terkandung di dalamnya.

Secara tradisional profesi ini sudah ada sejak lama dan turun temurun di negeri ini. Dulu banyak keluarga yang memiliki PRT dengan bermacam-macam sebutan, mula-mula disebut pembantu, kemudian mendapat nama lebih keren sebagai asisten rumah tangga. Bahkan pada era kolonial ada sebutan babu, jongos atau bedinde. Tetapi pada esensinya, tugas dan pekerjaannya memang sama. Yaitu membantu di rumah untuk semua pekerjaan rumah tangga. 

Hubungan antara PRT dan majikan memang memiliki banyak dimensi yang sangat berbeda dengan hubungan kerja formal di kantor atau pabrik yang terikat dengan banyak aturan undang-undang. Selama ini, PRT biasanya bekerja atas aturan konvensi tidak tertulis. Tidak ada aturan baku antara hak dan kewajiban dan nasib PRT bisa dibilang tergantung kebaikan majikan.  Namun nasib majikan juga tergantung kebaikan PRTnya.

Secara singkat bila PRT mendapatkan keluarga majikan yang baik, maka bisa bekerja hingga lama bahkan puluhan tahun, sehingga banyak yang dianggap sebagai keluarga sendiri.  Mereka bisa menabung penghasilan mereka dan membeli rumah atau sawah di kampung.  Mengapa demikian?  Penghasilan PRT walau secara nominal tidak besar tetapi sesungguhnya merupakan disposable income yang benar-benar bisa ditabung dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan mereka.  Ini sangat berbeda dengan bekerja sebagai buruh atau pekerja formal kantoran yang memiliki penghasilan Upah Minimum, misalnya. Suatu upah yang kemudian sebagian besar habis untuk biaya tempat tinggal, makan, dan transportasi. Sementara bagi PRT yang tinggal bersama di rumah induk semang, semua biaya tersebut sama sekali tidak ada.

Nah bila PRT mendapatkan tempat tinggal yang layak, makanan yang layak dan bahkan sama dengan yang dimakan keluarga tempat dia bekerja, diperlakukan secara manusiawi, dan mendapat kepercayaan selama bekerja dan bahkan diperlakukan sebagai keluarga, maka PRT tersebut termasuk yang bernasib baik.

Tetapi bisa saja sebaliknya, dimana tanpa adanya perlindungan hukum yang jelas, PRT bisa diperlakukan semena-mena, mendapat gaji yang tidak sesuai kesepakatan, perlakuan yang tidak manusiawi, jam kerja dan tugas yang berlebihan, atau bahkan sampai ke pelecehan seksual, perkosaan dan kekerasan secara fisik.  Ini yang menjadi sisi buruk sistem ikatan kerja non formal yang eksis hingga sekarang.

Namun, profesi PRT pun sebenarnya mengikuti tingkat perekonomian suatau negara dan hukum supply and demand yang ada di dalam ilmu ekonomi.  Pada masa ketika ekonomi Indonesia masih belum terlalu berkembang, masih sangat banyak sumber daya PRT di kampung-kampung dimana tingkat kesejahteraan belum terlalu baik. Mereka akhirnya bekerja ke kota untuk mendapatkan pekerjaan.  Namun ketika tingkat pendidikan menjadi lebih baik dan pilihan lapangan pekerjaan menjadi lebih beragam, maka tenaga kerja tadi lebih banyak yang memilih menjadi pekerja atau buruh di pabrik atau pilihan profesi yang lain.

Selain itu, ketika tawaran pekerjaan serupa di luar negeri lebih memikat, maka sumber daya PRT itu lebih banyak yang memilih bekerja di Arab Saudi, Singapura, Hong Kong, Malaysia, atau pun negara lain yang menjanjikan penghasilan jauh lebih baik. Akibatnya bargaining power PRT di tanah air pun makin meningkat.  Karena itu keluarga di tanah air yang bisa mempekerjakan PRT pun makin berkurang.

Hadirnya UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga akan memiliki banyak dampak positif bagi kedua belah pihak berupa kepastian hukum tentang kewajiban antara majikan dan pekerja. Berapa penghasilan, jam kerja, hari libur, cuti, dan bahkan juga lembur serta pesangon.  Akibatnya PRT akan mendapat banyak hak-hak yang selama ini tidak atau belum dimiliki secara pasti.  

Kalau selama ini cuti untuk PRT biasanya adalah selama waktu libur lebaran dan pulang kampung, maka bila ada undang-undang tentu akan diatur jumlah harinya dalam setahun. Demikian juga dengan jam kerja dan hari libur, misal di akhir pekan seperti yang kita lihat di Singapura atau Hong Kong, banyak tenaga kerja yang libur di akhir pekan dan berkumpul di tempat-tempat tertentu, misalnya di sekitar Lucky Plaza di Singapura, dan  kawasan Central atau Victoria Park di Hong Kong.

Dengan adanya undang-undang ini, majikan juga akan menjadi lebih patuh terhadap hukum dan dipastikan memenuhi standar gaji minimum, termasuk jam istirahat dan masih banyak lagi hak yang dimiliki PRT. 

Akan tetapi Undang-undang ini juga bak pedang bermata dua, yang bisa saja mengakibatkan banyak calon majikan yang enggan dan merasa belum mampu untuk mempekerjakan PRT.  Bisa saja penghasilan yang harus dibayarkan kepada PRT ternyata lebih mahal dibandingkan penghasilan istri yang bekerja formal di kantoran dengan penghasilan yang masih pas-pasan. Belum lagi dipiring biaya transportasi dan juga untuk makan , pakaian dan sebagainya. 

Akibat berantai dari undang-undang ini, bisa saja akhirnya pasangan suami istri yang bekerja memutuskan untuk tidak mempekerjakan PRT dan sang istri kemudian berhenti bekerja karena biaya yang harus dikeluarkan bisa lebih besar dibandingkan manfaatnya.  Belum lagi bagi yang memiliki anak kecil, karena selain harus mempekerjakan PRT yang mengurus rumah, masih juga harus mengerjakan PRT yang mengurus anak yang selama ini dikenal dengan nama baby sitter atau pramusiwi. 

Dampak berantai yang diakibatkannya bisa saja membuat sumber daya menjadi lebih langka dan perekonomian menjadi terganggu dan karena permintaan PRT menjadi berkurang akan menimbulkan lebih banyak pengangguran di masyarakat. 

Lalu apakah ada majikan yang juga kurang beruntung selama ini. Sebenarnya ada cukup banyak. Mempekerjakan PRT  pun kalau kebetulan bernasib kurang baik, bisa saja mendapat sosok yang tidak jujur, bahkan kabur, sering pulang kampung dan bahkan ada yang selingkuh dengan suami sehingga posisi ibu rumah tangga beralih ke asisten  rumah tangga.

Nah apa pun dampak positif dan negatif RUU PRT, sebenarnya, perangkat hukum itu menjadi syarat mutlak bagi kemajuan perekonomian suatu negara. Namun bila Indonesia belum siap untuk melangkah lebih jauh, undang-undang tersebut bisa menjadi senjata makan tuan yang bahkan membuat perekonomian menjadi terhambat perkembangannya. Yang menjadi pertanyaannya adalah, kalau sekarang belum siap, lalu kapan?

Dan ada satu lagi peran penting Undang-undang ini bagi perubahan sosial di Indonesia, yaitu transisi dari masyarakat tradisional yang lebih bersifat komunal ke masyarakat yang lebih modern dan individualistis.  Keduanya mempunyai sisi plus dan minusnya masing-masing. Kemana Indonesia akan melangkah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun