Selesai menikmati keindahan dan kemegahan Masjid Sulaimaniyeh, saya menyusuri jalan-jalan kecil di sekitar masjid dan sempat mampir ke Mausoleum Mimar Sinan atau Mimar Sinan Turbesi yang merupakan arsitek kesayangan Sultan Sulaiman.
Tujuan selanjutnya pengembaraan saya di Istanbul Minggu pagi ini adalah mampir ke sebuah Gereja Ortodoks Bulgaria yang terdapat di distrik Fatih. Gereja ini sendiri baru beberapa bulan lalu diresmikan kembali oleh Presiden Erdogan setelah direnovasi. Â Keunikannya adalah gereja ini hampir seluruhnya terbuat dari logam.
Dari atas bukit, dengan hanya berbekal peta di gadget, saya melewati jalan-jalan kecil melewati perkampungan kumuh menuju ke halte bus di dekat Stasiun Metro Halic. Â Setelah berjalan sekitar 11 menit menuruni bukit, saya tiba di Ragip Gumuspala Cadesi dan menyeberanginya. Saya kemudian menunggu bus no 99 A menuju ke Fatih atau halte Fener yang tidak jauh dari gereja itu.
Walau sempat tersesat karena salah naik bus nomor 99 C, namun akhirnya  saya tiba juga di gereja yang dituju. Dari kejauhan sudah terlihat kubah berwarna emas dengan salib kecil di puncaknya. Waktu saya masuk ke halaman gereja itu, suasana belum terlalu ramai. Waktu menunjukkan sekitar pukul 11.15.  Saya tidak langsung masuk ke dalam gedung tetap melihat-lihat di sekitar halaman.
Saya pandangi lagi bangunan gereja ini. Warna dindingnya abu-abu muda, dengan bagian bawahnya abu-abu tua. Pintunya setengah terbuka dengan hiasan-hiasan yang indah.
Tepat di atas pintu ada prasasti bertuliskan aksara Kiril Bilgarski Hram Sveti Stefan dan Tulisan dalam Bahasa Turki Bulgar Kilisesi Sveti Stefan 1898. Â Inilah dia Gereja Bulgaria Santo Stefanus yang selesai dibangun pada 1898.
Saya kemudian masuk ke beranda dan di sini ada sebuah informasi dalam Bahasa Turki, Bulgaria dan Inggris. Diinformasikan bahwa gereja ini merupakan gereja Ortodoks yang dibangun untuk masyarakat Bulgaria yang tinggal di Kekaisaran Ottoman dan terbuat seluruhnya dari besi tuang.
Di tempat ini dulunya, berdiri sebuah gereja kayu dan pada akhir abad ke 20, barulah dibangun gereja besi yang seluruh bahannya dicetak di Wina, Austria. Â Seluruh besi tuang yang dicetak sejak 1893-1896 Â dan kemudian dikirim ke Istanbul lewat Sungai Danube dan Laut Hitam. Dan kemudian di tepian Golden Horn ini, selama sekitar satu setengah tahun, gereja ini selesai dirakit dan diresmikan pada 1898.
Saya kemudian naik ke lantai dua. Lantai dua hanya ada di kedua sisi gereja. Â Seperti di lantai bawah, lantai atas gereja ini juga masih sepi pengunjung dan jemaah. Mungkin waktu misa belum mulai. Namun lagu-lagu rohani yang sendu mendayu menemani saya di dalam gereja ini. Sejenak, saya duduk dan menikmati keheningan di dalam gereja ini.