"Maaf, Yang Mulia!"
Terdakwa pertama pun lantas bercerita bahwa ia  biasa disebut La Nina.  Ia mempunyai saudara yang biasa dipanggil El Nino. Kami berdua, katanya,  bukan hal asing di dalam ilmu meteorologi yang  menjadi  fenomena dari anomali cuaca atau cuaca yang tidak normal.
Kami berdua memang bersaudara, tetapi berbeda sama sekali. Nama kami berdua sama-sama berasal dari bahasa Spanyol. Saya, La Nina, artinya anak perempuan. Sedang saudara saya, El Nino, artinya anak laki-laki.
Saya, El Nina, merupakan istilah untuk kondisi di mana suhu permukaan laut mengalami penurunan. Penurunan suhu ini terjadi di kawasan Timur ekuator di Laut Pasifik, hanya terjadi selama 6-7 tahun sekali. Sedang saudara saya, El Nino, diartikan dengan peningkatan suhu muka laut di sekitar Pasifik Tengah dan Timur. Peningkatan suhu ini di atas rata-rata di sepanjang garis ekuador, rata-rata terjadi sekali dalam 4 tahun.
Walaupun bersaudara, tetapi dengan nama yang berbeda, dampak akibat perbuatan kami berbeda-beda pula.
Saya, La Nina, menyebabkan terjadinya peningkatan  curah hujan di wilayah Indonesia. Tingginya curah hujan menyebabkan beberapa daerah banjir. Daerah yang mengalami banjir biasanya memiliki resapan yang rendah.
Sedang saudara saya, EL Nino, berkebalikan dengan saya. Karena dia curah hujan  akan berkurang yang menyebabkan kekeringan panjang di beberapa wilayah di Indonesia.
"Jadi, Saudara terdakwa mengakui bahwa banjir besar yang saat ini terjadi di Kalimantan Selatan adalah akibat perbuatan Saudara?" tanya hakim ketua minta penegasan.
"Tidak, Yang Mulia!"
"Kok Anda masih membantah. Kan tadi sudah menyatakan bahwa saudaralah yang menyebabkan hujan lebat sehingga terjadi banjir?"
"Sekiranya daerah yang mengalami penurunan hujan lebat itu masih memiliki resapan air yang tinggi, banjir tidak akan terjadi, Yang Mulia!" jawab Tuan Cuaca dengan tegas, membela diri.