Oleh : Taufik Hidayat
Dulu kala SD, sekitar tahun 70-an, saya di pelajaran Ilmu Bumi diajarkan bahwa pulau Kalimantan adalah pulau yang paling aman dibandingkan pulau-pulau lain di seluruh Indonesia. Berbahagilah kita yang tinggal di sana.
Pulaunya subur, hutannya lebat, tak ada banjir di sana. Tak ada gunung berapi, maka di sana tak dikenal yang namanya gempa atau tanah longsor. Dikelilingi laut yang tenang, maka tak ada yang namanya air laut naik ke daratan.
Namun, itu dulu. Apa yang terjadi hari-hari ini seperti menjungkirbalikkan itu semua. Pulau itu lagi merana, rakyatnya lagi sengsara. Banjir terjadi di mana-mana, khususnya di Provinsi Kalimantan Selatan, provinsi tertua dibandingkan 4 provinsi lainnya.
Banjarmasin, ibu kotanya, yang dikenal dengan sebutan kota seribu sungai, kini semakin bertambah banyak sungainya. Beberapa ruas jalan raya berubah menjadi sungai. Buktinya ada perahu bermesin (klotok) yang berjalan di atasnya. Klotok itu ada juga yang mampir di pom bensin, ikut antri mengisi bahan bakar.
Kok Kalimantan bisa kebanjiran?
Itu mungkin pertanyaan yang patut kita renungkan. Biasanya dibulan-bulan seperti ini Jakarta yang kebanjiran, kenapa kali ini seperti pindah ke Kalimantan? Apakah itu bagian dari persiapan karena ibukota RI akan dipindah ke sana?
Pertanyaan terakhir jelas mengada-ngada. Sama sekali tidak ada asbabul nuzul apalagi alas hak atau dasar hukumnya.
Ya, benar! Tetapi mengapa terjadi demikian?
Pertanyaan yang sulit dijawab, apalagi oleh penulis yang bukan seorang ahli ilmu lingkungan apalagi ahli tentang bencana alam.
Ada yang bilang karena cuaca ekstrim akibat El Nina. Oke, karena El Nina. Namun, kenapa terjadinya hanya di Kalimantan Selatan?