Mohon tunggu...
Taufik Hasibuan
Taufik Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Guru Alif Alif

Guru Alif Alif

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ceramah di Tengah Corona

24 Maret 2020   16:35 Diperbarui: 24 Maret 2020   16:45 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kami mulai dengan sebuah pantun

Burung irian burung cenderawasi
Terbang tinggi si Rajawali
Zaman sekarang makin ngeri
Wabah Corona menghantui

Duduk manis ditepi pantai
Menatap mentari yang mau pergi
Dekatkan diri pada Ilahi
Karena kehendaknya yang pasti terjadi

Jika wabah melanda negeri
Siapapun tak bisa menghindari
Berserah diri solusi sambi isolasi
Insya Allah wabah akan pergi

Jam menunjukkan di angka 5, sore itu hujan masih terus membasahi. Apalagi ada perintah untuk berisolasi makin asik bermalas diri. Tapi ini juga tugas kemanusian, amanah untuk sekedar menyampikan risalah risalah kebenaran dari Tuhan. Selain dari alam sekitar yang jadi tantangan, ada lagi ke khawatiran akan penyakit yang membahayakan peradaban, mereka menamakan dengan pandemic corona. Inilah tantangan bagi seorang dai kelas desa desa.

Jalanan yang licin dan bebatuan yang terjal, tak juga menyurutkan langkah kami untuk terus memacu kereta tua. Tapi Tuhan berkata lain, perjalanan baru separuh jalan, kereta tua yang jadi handalan harus menyerah di tengah tanjakan yang terjal. 

Bebatuan yang terjal dan licin, ditambah siraman hujan yang kian deras. Memaksa kami untuk berhenti meminta bantuan, apa mau dikata, kereta tua itu telah menyerah, tak sanggup lagi melanjutkan perjalanan. Perlahan semangat mulai kendor, hati mulai lentur, dinginya malam ditengah siraman hujan semakin menambah keinginan untuk berhenti sekedar melepas penat.

Malam itu, di cuaca yang dingin, ketakutan akan wabah, jalan yang licin, melengkapi perjalanan kami. Apa daya, janji harus ditunaikan, tugas harus dilaksanakan. 20 km lagi tujuan baru sampai, satu pelosok kampung di Kabupaten kami. 

Namanya Padang Hasior Dolok, salah satu desa di Kecamatan Sihapas Barumun, Kabupaten Padang Lawas. Kampung yang masih asri, juga kearifan yang terus dijunjung tinggi menambah suasanya tenang ketika memasukinya. Apalagi jalan masih seperti tempo dulu, belum pernah disentuh aspal, masih bebatuan dan tanah liat yang licin dan bergelombang.

Tradisi di masyarakat yang belum hilang, ketika perayaan Isra Mikrat maka seluruh penduduk kampung mengadakan kanduri Nasi (Istilah Makan bersama). Dengan gulai yang sederhana, Ikan mas Plus Pakkat juga kulit kayu, nama krennya adalah Holat. 

Mungkin anda pernah mendengarnya atau pernah mencicipinya. Ini makanan khas tradisional kampung kami, rasanya mantap dan menggugah selera makan kita. Jika wabah ini telah berlalu, datanglah kekampungku Insya Allah kami jamu dengan makanan tradisional ini.

Jam 10.00 malam, barulah giliran kami menyampaikan ceramah. Tausyiah agama seputar Isra Mikraj, meski kisah ini terus berulang setiap tahun, namun tentu dengan kesan yang berbeda. 

Malam ini kami juga tampil beda. Kata ibu itu. "Olo, marbeda sakalion namambaca i, adong silua ni guru i,"  begitu ungkapan mereka di depan kami. Yang artinya. "iya, kali ini penceramahnya beda, memberikan materinya," memang kebiasaan saya, materi yang ingin kami sampaikan saya resume (dalam isitilah pendidikannya). Kemudian kami begi satu persatu jamaah, biasanya saya sediakan 100 lembar, kalaupun lebih itupun sangat jarang.

Tapi materinya bukan seputar Isra mikraj, sesuai dengan kondisi saat ini.

Bapak Ibu!
Kita tidak tahu doa siapa yang diijabah, belum tentu ustaz yang membimbing kita doanya diijabah, belum tentu mereka yang tinggal di Kota doanya diijabah. 

Saya berharap, sekali ini saja, berdirilah Pak Ibu, nanti di tengah malam, bersujudlah bu, mohon lah pada sang kholik agar wabah ini segera berlalu, amalkanlah oleh oleh yang saya bawa ini, Bapak ibu meminta saya hadir kesini, dengan kondisi jalan yang cukup menguras tenaga, di tengah derasnya hujan saya tempuh, demi bertemu dengan Bapak ibu di kampung ini. 

Lewat mimbar ini saya juga berharap, berdirilh bu, pak, bertakbirlah, bersujudlah, bermohon agar wabah ini dicabut oleh Allah.

Jika tulisan ini sampai di hadapan anda, saya juga berharap agar anda tergerak hatinya untuk bangkit berdiri. Bermunajat bersama, bermohon bersama, pada zat yang menyembuhkan, pada zat yang Maha Kuasa, yang mengatur alam. Mungkin doa anda, doa mereka, doa kita akan di ijabah olehnya. 

Cukuplah kesedihan hati kita. Masjid kita ditutup, berzikir dilarang. Sebagai teguran atas kesilafan dan kealfaan kita kerumahnya selama ini. Kesilafan kita membaca ayat ayatnya. Kelalaian kita memohon padanya. Saya yakin, selama hayat masih dikandung badan, pintu doan akan terus terbuka bagi hambanya yang mau mensucikan dirinya.

Hingga pagi menjelang, hujan tak kunjung reda, perjalanan pulang tetap kami lanjutkan ditengah gerimis yang mengundang. Fajar mulai menyingsing, menyapa pagi di kampung yang baru kemarin diresmikan sebagai ibukota kecamatan baru. Barumun Barat begitu mereka menamakan, satu kecamatan yang kaya akan sumber daya alam. Semoga saja, wabah hilang, agar pembangunan bisa terus dilanjutkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun