Korban PTSD seringkali merasakan perasaan cemas yang berlebihan, disertai dengan ketegangan emosional yang terus-menerus. Mereka bisa merasa terjaga dan waspada setiap saat, meskipun berada di lingkungan yang aman. Kilas balik atau flashback yang terjadi sering membuat korban merasa seolah-olah mereka sedang mengalami peristiwa pelecehan seksual tersebut lagi. Reaksi ini dapat sangat mengganggu kehidupan sosial, pekerjaan, dan hubungan pribadi mereka.
Sebagai contoh, seorang wanita yang telah dilecehkan seksual di tempat kerja mungkin mulai merasa cemas dan takut setiap kali ada interaksi profesional dengan kolega pria, bahkan jika mereka tidak terlibat dalam pelecehan tersebut. Perasaan tidak aman ini seringkali membuat mereka menghindari situasi sosial atau pekerjaan yang mungkin mengingatkan mereka pada peristiwa tersebut. Akibatnya, korban mungkin menghadapi kesulitan untuk melanjutkan aktivitas sehari-hari mereka atau untuk berfungsi secara optimal dalam kehidupan sosial dan professional (Kekerasan, 2024).
Gejala PTSD lainnya termasuk gangguan tidur, seperti insomnia atau mimpi buruk yang berhubungan dengan pelecehan seksual, serta kesulitan berkonsentrasi. Korban sering merasa terjebak dalam perasaan terancam dan tertekan, yang dapat mempengaruhi kinerja mereka dalam pekerjaan atau pendidikan. Seringkali, korban PTSD merasa cemas mengenai apakah mereka dapat sepenuhnya pulih dari pengalaman traumatis tersebut, yang menambah perasaan putus asa dan frustrasi.
Penelitian menunjukkan bahwa korban pelecehan seksual yang mengalami PTSD mungkin membutuhkan intervensi psikoterapi atau pengobatan medis jangka panjang untuk membantu mereka mengatasi gangguan ini. Terapi kognitif-perilaku (CBT) dan terapi pemrosesan kognitif adalah dua pendekatan yang umum digunakan untuk membantu korban trauma seksual mengatasi dampak PTSD dan melanjutkan hidup mereka dengan lebih sehat (Sartika et al., 2022).
Depresi sebagai Dampak Utama Pelecehan Seksual
Depresi adalah salah satu dampak psikologis paling umum yang dialami oleh korban pelecehan seksual, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Setelah mengalami pelecehan seksual, korban seringkali merasa tidak berharga, kehilangan rasa percaya diri, dan merasa hidup mereka tidak lagi memiliki makna. Kondisi ini bisa berlanjut dan berkembang menjadi depresi klinis, yang memengaruhi kualitas hidup mereka secara keseluruhan (Ardiansyah et al., 2023).
Gejala depresi yang sering terjadi pada korban pelecehan seksual termasuk perasaan putus asa, kehilangan minat pada kegiatan yang dulu mereka nikmati, perasaan tidak berharga atau bersalah, serta perubahan pola makan dan tidur. Misalnya, seorang pria yang mengalami pelecehan seksual pada usia muda mungkin merasa terasing dari teman-temannya dan merasa bahwa dirinya tidak layak mendapatkan kasih sayang atau perhatian. Perasaan ini dapat memperburuk kondisi mental mereka dan mempengaruhi kemampuan mereka untuk menjalani kehidupan yang sehat.
Contoh nyata dari dampak depresi pada korban pelecehan seksual dapat ditemukan dalam studi yang menunjukkan bahwa banyak korban yang tidak mencari bantuan atau dukungan karena mereka merasa malu atau tidak dihargai. Depresi mereka semakin parah seiring waktu, dan mereka merasa tidak ada jalan keluar dari perasaan terpuruk tersebut. Beberapa bahkan berisiko mengalami ideasi atau tindakan bunuh diri sebagai akibat dari perasaan tak berdaya yang mereka alami.
Pentingnya terapi psikologis untuk mengatasi depresi ini tidak dapat diragukan lagi. Pendekatan seperti terapi perilaku kognitif (CBT) dan terapi berbasis perhatian (mindfulness) telah terbukti efektif dalam membantu korban pelecehan seksual yang mengalami depresi, memungkinkan mereka untuk mengubah pola pikir negatif mereka dan membangun kembali rasa percaya diri serta hubungan yang sehat dengan orang lain (Ulfaningrum et al., 2021).
Dampak pada Hubungan Sosial dan Interpersonal Korban
Pelecehan seksual juga dapat mengganggu hubungan sosial dan interpersonal korban. Setelah mengalami pelecehan, banyak korban merasa terasing atau kesulitan membangun hubungan yang sehat dengan orang lain. Ketidakpercayaan terhadap orang lain adalah salah satu gejala umum yang sering muncul, yang disebabkan oleh perasaan dikhianati atau disalahgunakan. Ini bisa memengaruhi hubungan dengan keluarga, teman, pasangan, dan kolega (Sartika et al., 2022).