Mohon tunggu...
T. Fany R.
T. Fany R. Mohon Tunggu... Pecinta kopi, penjelajah kata, dan hobi lari

Kopi bukan hanya minuman—ia adalah teman refleksi. Buku bukan sekadar bacaan—ia adalah jendela dunia. Dan lari bukan hanya olahraga—ia adalah ruang dialog dengan diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sial dan Bodoh

9 September 2025   20:48 Diperbarui: 10 September 2025   15:05 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah Pilih Itu Sial, Bertahan pada Pilihan Salah Itu Bodoh

Dalam hidup, kita tidak selalu bisa memilih dengan tepat. Ada kalanya kita salah jalan, salah pekerjaan, salah teman, bahkan salah pasangan. Itu manusiawi---karena manusia tidak punya kemampuan melihat masa depan. Maka wajar bila sesekali kita salah pilih. Bisa dibilang, salah pilih adalah bagian dari nasib, atau kalau memakai bahasa sehari-hari: ya, apes saja.

Namun, ada perbedaan besar antara salah pilih dan bertahan dalam pilihan yang salah.
Salah pilih bisa dimaklumi, sebab kita belajar darinya. Tetapi ketika kita tahu jelas pilihan itu salah, namun tetap memaksakan diri untuk bertahan, maka itu bukan lagi soal sial, melainkan kebodohan.

Mengapa bodoh? Karena kita sendiri yang memilih untuk menutup mata. Kita sudah diberi tanda-tanda, sinyal, bahkan rasa tidak nyaman di hati, tapi kita pura-pura tidak tahu. Kita menyalahkan keadaan, menyalahkan orang lain, padahal sesungguhnya kita sedang menyiksa diri sendiri dengan mempertahankan sesuatu yang tidak layak dipertahankan.

Hidup terlalu singkat untuk dihabiskan bersama keputusan yang salah. Memang benar, meninggalkan pilihan itu butuh keberanian. Berpisah dari pekerjaan yang tidak sehat, mundur dari hubungan yang toksik, atau mengubah haluan dari jalan yang buntu---semuanya berat. Tapi jauh lebih berat lagi jika kita memilih bertahan hanya demi gengsi, takut omongan orang, atau sekadar tidak mau repot memulai dari awal.

Salah pilih mungkin tidak bisa kita hindari, tapi kita bisa memilih untuk tidak menetap di dalamnya. Hidup ini bukan sekadar soal tidak jatuh, melainkan bagaimana kita bangkit dan berani mengambil keputusan baru ketika menyadari kita salah jalan.

Jadi, jika suatu saat kamu menyadari pilihanmu keliru, jangan biarkan dirimu terjebak lebih lama. Ingatlah: salah pilih itu sial, tapi bertahan dalam pilihan yang salah itu bodoh.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun