Mohon tunggu...
T. Fany R.
T. Fany R. Mohon Tunggu... Pecinta kopi, penjelajah kata, dan hobi lari

Kopi bukan hanya minuman—ia adalah teman refleksi. Buku bukan sekadar bacaan—ia adalah jendela dunia. Dan lari bukan hanya olahraga—ia adalah ruang dialog dengan diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Belajar Diam di Saat yang Tepat

6 Juni 2025   17:48 Diperbarui: 6 Juni 2025   17:48 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika Kata-Kata Tidak Selalu Diperlukan

Kita hidup di dunia yang dipenuhi suara---suara opini, keluhan, pembelaan diri, dan pembuktian. Setiap orang ingin didengar, ingin dipahami, ingin dianggap benar. Namun, ada saatnya dalam hidup ketika diam jauh lebih berharga daripada kata-kata.

Terkadang, kita perlu belajar untuk tetap diam, bahkan ketika ada begitu banyak hal yang ingin kita katakan.

Banyak orang menganggap diam sebagai tanda kelemahan atau ketidakmampuan membela diri. Padahal, diam justru bisa menjadi tanda kekuatan dan kedewasaan. Orang yang bijak tahu kapan harus berbicara dan kapan harus menahan diri.

Tidak semua perdebatan perlu dimenangkan, tidak semua kesalahan perlu langsung dikoreksi, dan tidak semua cerita perlu diceritakan kepada dunia.

Pernahkah kamu mengatakan sesuatu dalam keadaan marah dan menyesalinya kemudian? Kata-kata yang diucapkan saat emosi meledak sering kali menyakiti orang lain atau bahkan merugikan diri sendiri.

Saat berada dalam situasi penuh emosi, diam bisa menjadi pilihan yang lebih bijak.

Tidak semua orang siap mendengar kebenaran atau menerima nasihat. Jika seseorang sudah menutup pikirannya, menjelaskan panjang lebar hanya akan membuang waktu dan energi.

Dalam situasi seperti ini, lebih baik diam dan biarkan waktu yang berbicara.

Ada situasi di mana semakin kita berbicara, semakin besar masalah yang muncul. Misalnya, dalam konflik yang sudah memanas, terkadang menambah argumen hanya akan membuat api semakin membesar.

Dalam kondisi ini, menahan diri untuk tidak berbicara bisa menjadi langkah yang lebih baik.

Menyebarkan informasi yang belum pasti kebenarannya bisa berujung pada kesalahpahaman dan bahkan merugikan orang lain. Jika kita tidak benar-benar yakin, lebih baik menahan diri daripada menyebarkan sesuatu yang bisa menjadi boomerang di kemudian hari.

Terkadang, ketenangan lebih kuat dari suara, dan keheningan lebih bermakna dari ribuan kata. Jadi, meskipun kita memiliki banyak hal yang ingin dikatakan, ada kalanya lebih baik menyimpannya untuk diri sendiri.

Karena dalam keheningan, sering kali kita menemukan jawaban yang sebenarnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun