Andai aku tiada, apakah mereka lantas merasa kehilangan? Atau justru syukur yang mereka rasakan atas kepergian sesuatu yang selalu saja menimbulkan kemudharatan. Yang selalu menghadirkan masalah saat keadaan sudah tenang dan baik-baik saja. Yang selalu mencuri perhatian karena kesembronoannya merusak sistem-sistem yang telah dianggap baik-baik saja.
Tapi, andai aku tidak ada, adakah yang mau menggantikan sunyi ini? Adakah yang mau menggantikan cinta ini? Yang selalu mendekap tanpa melihat atau mendengar. Yang lebih dulu rela untuk tiada daripada memaksakan untuk tetap ada.
Sekalipun aku juga dapat melakukan pembelaan karena sesuatu itu terjadi atas ijinmu, dan semua yang telah sia-sia pun menjadi pelajaran bagi yang lain. Sebaik apapun usaha diri mencoba mengambil peran protagonis, tentu Sang Sutradara-lah yang pada akhirnya berhak menentukan.
Dan akan selalu ada peran antagonis agar semuanya menjadi menarik yang lebih banyak menyimpan hikmah. Hingga pada akhirnya semua tertuju kepada keseimbangan.
Andai suatu saat aku benar-benar tidak ada, jangan takut engkau juga akan kehilangan cintaku. Tetapi juga jangan terlalu banyak berharap engkau akan memilikiku karena aku juga bukan siapa-siapa dan sama sekali bukan apa-apa. Kecuali yang memiliki benar-benar telah menggerakkan untuk engkau miliki.
Bagaimana aku ada tanpa tiada? Dan bagaimana aku tiada tanpa sesuatu yang ada?