Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tidakkah Kau Rasakan Pelukan Itu?

2 Agustus 2019   16:18 Diperbarui: 2 Agustus 2019   16:46 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pelukan hangat (sumber: unycommunity.com)

Pasti ada ujian atau kesulitan dalam ikatan kasih sayang. Sama pacar pun tidak mungkin hubungannya berlangsung seperti jalan bebas hambatan. Pasti ada macetnya, kecelakaannya, ataupun kehabisan bahan bakar itu sendiri. 

Dalam hubugan suami istri pun sama, karena dalam hubungan itu mengikat orang lain dengan ego yang berbeda dilebur dalam kebersamaan. Seakan sebuah kepastian dalam yang pasti terjadi dalam suatu hubungan yang terjalin adalah adanya keretakan.

Jika kita ingin hubungan dengan Allah juga tetap terjaga, jangan harap kedamaian yang akan kita dapatkan. Kita benar-benar merindukan untuk menatap wajah-Nyaatau hanya sekedar ingin mencari keselamatan. Toh kalau hanya sekedar keselamatan, kalau kita minta pasti dikasih. 

Tapi jangan sampai kita menjadi 'penghuni surga yang menangis'. Mungkin ada yang pernah mendengar tentang cerita itu. Kalau belum daripada menyibukkan diri dengan ngepoin orang lain, sejenak ganti waktu kepomu dengan ngepoin kisah 'penghuni seurga yang menangis itu'. Semoga ada.

"Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kebar gembira kepada orang-orang yang sabar." (2: 155)

Allah akan menguji kasih sayang kita kepada-Nya, apakan dengan kelaparan dan kekurangan harta kita masih akan tetap tunduk dan percaya atau malah mencari slempitan-slempitan syirik. Tetap menjaga gengsi dengan orang lain, atau lebih takut akan pandangan dan penilaian Allah terhadap kita. 

Ingat, Allah meliputi segala sesuatu. Dia cahaya langit dan bumi. Tidak ada cahaya, mata kita tidak akan bisa melihat. Jangan sombong, berkat cahaya-Nya lah kita bisa menikmati keindahan itu.

Kalau kita ingin bersyukur, Rasul pun menggambarkan jika lautan yang ada di dunia ini ibarat tinta, tinta sebanyak lautan itu tidak akan cukup untuk membalas syukur atas apa yang Allah berikan kepada kita dengan tulisan. Bahkan sebenarnya buku ini dari tulisan tangan. Biar double job, toh saya hanya berpikiran tinta seember mungkin sudah cukup dipakai seumur hidup,. Bagaimana kalau sebanyak lautan? Betapa masih kerdilnya syukurku.

Selama ini hanya dengan rasa egomu, kamu bisa secara frontal mengungkapkan rasa sayang ke orang lain. Saya juga berapriori ternyata kita masih setengah hati dan ragu-ragu dalam mengungkapkan rasa sayang kita kepada Allah. Dengan pacar kita selalu ingat terus, sewaktu-waktu mengungkapkan sayang via WA atau Line. Tapi dengan Sang Khaliq, intensitas ingat kita masih jarang. 

Shalat berat, puasa jarang, dzikir pun sekedar komat-kamit keburu kepikiran belum bales WA-nya sang kekasih. Bahkan, kita masih takut besok mau makan apa kalau lagi kena kanker (kantong kering). Seakan kita ragu, Allah tidak menjamin raga yang Dia pinjamkan kepada kita.

Tapi hal tersebut bukan suatu permasalahan yang terlalu rumit. Tuhan juga tidak butuh ibadah apalagi sapaan kita. Dia tidak membutuhkan apapun dari kita. Tapi, secara diam-diam Dia selalu mengasihi kita setiap waktu. Bahkan apa yang kita prasangkai sebuah ujian atau permasalahan, justru hal tersebut salah satu cara-Nya menggoda kita agar mau untuk lebih bermesraan dengan sapaan-sapaan dzikirmu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun