Shifwa hanya salah satu dari beberapa manusia yang sekiranya tidak bangga sama sekali memamerkan bahwa saya adalah seorang muslimah. Berat, kata hatinya. Shifwa lebih suka dianggap belum muslimah karena hal tersebut lebih memperingan tanggung jawabnya tanpa label tersebut. Shifwa mencoba selalu sembunyikan hal-hal yang dapat membuatnya dicap sebagai seorang muslimah.
Hal itu merupakan urusan pribadinya sama Gusti Allah, bukan untuk dipamerkan, apalagi dibuat demo atas nama "bela" agama atau yang sejenisnya. Dada mereka menggebu-gebu seakan Tuhan akan senang jika dibela. Apa karena imankah? Pahalakah? Menegakkan kebaikankah? Â Kebenarankah? Atau terjebak dalam strategi politik? Yang jadi pertanyaan terbesar apakah mereka benar-benar mengenal Tuhan dan kekasihnya?
Shifwa sangat tidak mengerti kenapa mereka bisa sangat dengan lantang membela agamanya disaat ia selalu sembunyi berdaulat dengan dirinya sendiri. Ataukah Shifwa bermasalah dengan mental? Tapi, selama Shifwa mengamati  mereka, ia sangat bisa meyakini kalau mereka hanya berani berkelompok, mengandalkan komunitas agamanya, ormas agamanya, atau laskar-laskar keagamaannya. Mengapa mereka memberi label atas nama agama? karena butuh eksistensi? Apakah islam butuh eksistensi?
Setahu Shifwa yang selalu merasa cetek, islam tidak butuh kemenangan dengan dengan pembelaan-pembelaan seperti itu. kenapa pasti mendemo jika Allah murka atas suatu tindakan biarkan saja dperingatkan secara langsung. Manusia cukup dengan meminta pernyataan, dan mengakui kesalahan. Janganlah terlalu membesar-besarkan masalah yang mengakibatkan perpecahan.
Solah-olah Al Bayyina sedang memaparkan secara gamblang apa yang akan terjadi. Apakah segala yang dilakukan adalah benih kebajikan? Lalu akan datang bukti nyata seperti apa lagi jika para ahli kitab memamerkan diri dengan merasa benar atas kebenaran yang dianggapnya benar? apakah ini yang namanya terpecah belah?
Ataukah akan ada generasi baru yang memungkinkan adanya metode pengamanan yang bisa memeluk segala nafsu kebenaran? Akankah dengan melantangkan jihad kami harus takut disaat melihat kalian jihad melawan diri sendiri saja masih belum menghayati. Tidakkah kalian sadar kalau kalian telah memasuki lingkaran kebencian? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu selalu muncul dalam benak Shifwa. Hingga ia mencurahkan perasaannya kedalam puisi.
"Tuhan, seakan aku hanya ingin berlari
Menjauh dari arena kebenaran yang sedang diperebutkan
Andai bisa aku menawar antara hidup dan mati
biarkan saja aku mati
Asal mereka bisa saling menyayangi
Daripada hidup melihat segala kemunafikan
Walau kesempatan hidup sangat aku syukuri
Hanya sekali
Saya tertegun kenapa mereka menikmati perselisihan
Tuhan,kasihanilah kami"
Terimakasih kepada Yaa Malik yang telah memberiku nikmat menikmati sebuah perpecahan. Sebuah drama aktual terbaik yang selalu bikin Shifwa mrebes mili terhadap perebutan arena kebenaran tersebut. Seharusnya Shifwa bisa sangat acuh, tapi ketidaktegaan naluri selalu mengarahkan doa untuk keselamatan semua pihak.
3 November 2018