Mohon tunggu...
Tatyana Almira Roesdiono
Tatyana Almira Roesdiono Mohon Tunggu... -

Siswa kelas X SMAN 15 Surabaya.\r\nPingin belajar menulis :))

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sungai Seine

18 November 2012   12:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:07 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Rosalyn, apa yang sedang kaulihat?” lelaki berbadan tinggi, berambut hitam acak-acakan itu terheran melihat adik perempuannya yang sedang memperhatikan sesuatu seolah-olah tidak ada benda lain yang dapat menarik perhatiannya.

Gadis berambut kecoklatan sepundak itu menoleh ke kanan setelah ia mendengar lelaki di sebelahnya memanggilnya lebih dari sekali. Ia mendapati kakaknya sedang memperhatikannya dengan wajah heran dan tertawa kecil saat itu juga. “Ada...apa?” gadis itu bertanya dan kembali memalingkan wajah ke benda yang sejak tadi ia perhatikan.

“Oh, sepertinya kamu mulai kagum dengan lukisan yang baru kakak beli” Nathan tersenyum ketika melihat adiknya memperhatikan benda yang tadi sempat ia pajang di dinding dan meraih benda itu.

“Jadi, untuk apa kakak membeli ini?”

“Kautahu, ini sangat indah. Aku menginginkan lukisan ini dari dulu. Kakak ingin bisa sehebat pelukisnya” Nathan mendesah pelan.

Itu memang sangat indah, gumam Rosalyn. Entah mengapa, gadis itu tiba-tiba merasa jantungnya berhenti berdebar beberapa detik ketika ia melihat lukisan itu. Ia merasa teringat akan sesuatu.

“Aku tahu,” Rosalyn tersenyum “tapi kakak tahu sendiri, kita tinggal di rumah yang tidak besar dan kita lebih membutuhkan uang untuk hal lain” gadis itu berusaha memikirkan hal lain agar kakaknya tidak berusaha menebak apa yang sedang dipikirkannya saat itu. Sesungguhnya, dengan kakaknya membeli lukisan itu, ia tidak merasa keberatan sekali.

“Kau pasti tahu, kakak tidak akan berhenti mencari uang untuk keseharian kita, jadi jangan cemaskan hal itu”

Gadis itu terdiam sejenak. “Baiklah,” Rosalyn tersenyum “tapi, ada satu hal lagi yang ingin kubicarakan”

“Apa?”

“Lukisan itu...sungai yang ada di Paris, kan?”

Nathan tersenyum dan mendekat ke arah gadis itu, dan mengangguk pelan “Tentu saja” lelaki itu mengusap kepalanya. “Memangnya kenapa?”

“Aku sangat ingin ke sana,” gadis itu tertawa kecil. Aku sangat ingin ke sana dan membuktikan sesuatu. “tapi itu tidak mungkin kan?”

***

Nathan adalah seorang mahasiswa sebelum orang tuanya meninggal karena kecelakaan bus yang menimpa keduanya ketika hendak pergi ke kota mencari pekerjaan. Sekarang laki-laki itu hanya tinggal berdua dengan adik perempuannya yang masih duduk di bangku SMP. Ia yang bertanggung jawab menjaga adiknya. Ia yang sehari-harinya bekerja.

Tempat tinggal mereka hanyalah rumah kecil yang terletak di pelosok desa. Bahkan mereka rela menjual sebagian perabotan yang sudah tidak terlalu dibutuhkan di rumah kecil itu meskipun itu termasuk peninggalan dari orang tuanya.

“Ayo sarapan, lihat apa yang baru saja kakak masakkan untukmu”

Sambil merapikan dasi dan kancing kemeja putihnya, gadis itu berjalan ke arah kakak laki-lakinya dan tersenyum ketika melihat sepiring nasi goreng kesukaannya terhidangkan di atas meja kecil tempat mereka makan biasanya. “kakak tahu sekali aku sedang merindukan makan nasi goreng” Rosalyn tertawa.

“Ya, dan aku tahu jarang sekali kita bisa melahap makanan enak” Nathan terdiam sejenak, “Baiklah” Ia mendesah pelan. “Cepat berangkat ke sekolah”

Setelah menghabiskan sepiring nasi goreng kesukaannya, Rosalyn meneguk segelas air putih dan meraih tas yang ia letakkan di kursi kayu di teras rumahnya. Ia melambaikan tangan ke arah kakaknya dengan senyuman lebar dan berjalan menuju sekolah.

Sedangkan Nathan menjalani pekerjaan sehari-harinya sebagai pemotong rambut keliling dengan berbekalkan tas ransel yang berisi peralatan potong rambut. Lelaki berumur dua puluh dua tahun itu tidak punya pilihan lain selain bekerja sebagai pemotong rambut keliling, peminatnya memang masih sedikit tapi setidaknya ia punya pelanggan tetap. Ia rela bekerja apapun profesinya demi keluarganya dan untuk memenuhi tanggung jawabnya.

***

Perjalanan menuju rumah terasa masih sangat jauh. Tas ransel di punggungnya terasa lebih berat dari yang sebelumnya. Nathan merasa kedua kakiknya ditarik-tarik sehingga susah untuk berjalan lebih jauh lagi. Belum lagi penghasilan yang ia dapatkan hari ini tidaklah banyak. Mungkin hanya cukup membeli makan malam untuk satu hari.

Baguslah, pagar rumahku sudah terlihat dari sini, Nathan mengusap keningnya yang bercucuran keringat. Ia berharap agar tidak pingsan di depan pagar rumahnya dan adik perempuannya meneriakinya hanya karena dehidrasi.

Bodoh sekali, laki-laki itu menghentikan langkahnya. Pada saat itu juga laki-laki itu menyadari bahwa masih ada satu botol air mineral di kantong bagian depan ranselnya. Nathan mengambil botol itu dan meneguknya dengan cepat.

Tiba-tiba seorang gadis kecil berjalan di sebelahnya dengan kaki terseret-seret dan terbatuk-batuk menghentikan langkahnya dan duduk di trotoar jalanan. Ia terengah-engah. Gadis kecil itu terbatuk-batuk lagi. Wajahnya pucat. Nathan mengerutkan kening dan berpikir sejenak. Ia langsung menghampiri gadis berkaos kuning dan bercelana jins itu dan duduk di sebelahnya perlahan.

“Kau...tidak apa-apa?”

Gadis di sebelahnya menoleh dengan cepat dan bertatap mata dengan Nathan beberapa detik. Gadis itu merasa kedatangan laki-laki itu membuatnya kaget.

“A-apa?” suaranya terdengar sangat serak, Nathan bahkan hampir tidak mendengar suara gadis di sebelahnya.

“Kau tidak apa-apa?” ulang laki-laki itu.

“Oh, Mmm..” gadis itu berdeham perlahan. “Aku tidak apa-apa, seperti apa yang kaulihat.”

Nathan tidak peduli dengan perkataan gadis itu. Gadis itu pasti sakit. Atau...haus?

“Benarkah? Kau sakit? Atau kehausan? Wajahmu pucat seperti orang yang belum makan dua hari”

Gadis itu menunduk, ia tidak berani menatap wajah laki-laki di sebelahnya. Ia tidak bisa mengatakan apa saja kepada orang yang baru ia temui. “Aku...e-ehm...se-seperti yang baru saja kautebak,” gadis itu memaksakan seulas senyum. “Aku belum makan sejak dua hari yang lalu”

Mata Nathan melebar, “Astaga,” ia langsung membuka tasnya dan mencari makanan yang masih ada dari bekal bawaannya tadi pagi. Belum selesai mengacak-acak isi tasnya, ia menyodorkan botol minuman yang dipegangnya. “Sebaiknya kau minum saja dulu”

Ia meraih botol yang dipegang laki-laki itu dan meminumnya. “Terima kasih banyak,”

“Ini, makan saja” Nathan menyodorkan satu buah roti ke gadis pucat yang duduk di sebelahnya. Gadis itu meletakkan botol minuman di trotoar dan meraih makanan yang diberikan dan melahapnya.

“Namaku Lucie” gadis itu mengulurkan tangannya perlahan, Nathan membalas uluran tangannya dan tersenyum “Aku Nathan, senang bertemu denganmu”

Gadis itu membalas dengan seulas senyum dan wajahnya kembali murung “Se...sebenarnya aku tersesat” gadis itu menunduk.

Tunggu, apa yang dikatakan tadi? Tersesat? Nathan tidak bisa mendengar dengan benar apa yang dikatakan gadis itu karena suaranya masih serak.

Apa ia yang salah lihat atau memang mata gadis itu berkaca-kaca? “Lucie, kau tidak apa-apa? Kau menangis?”

“Aku tidak apa-apa, untung kakak datang dan menawarkanku makanan dan minuman, kalau tidak, mungkin aku sudah mati kelaparan”

“Bukan masalah, tapi...apa yang kau katakan tadi?”

Mungkin ini terdengar lucu....tapi, aku memang tersesat”

“Mmm...tunjukan saja alamat rumahmu, aku akan mengantarkanmu”

***

Nathan mengajak Lucie menuju rumahnya dahulu untuk beristirahat, ia sepakat dengan gadis itu bahwa ia akan mengantarkannya pulang besok dan menginap di rumahnya dulu untuk sehari. Rosalyn dengan senang hati menawarkan gadis yang lebih muda dua tahun darinya untuk tidur bersamanya malam ini. Mereka pun saling bertukar cerita.

Keesokan harinya, Nathan dan Rosalyn mengantarkan Lucie pulang ke rumahnya, mereka berjalan kaki meskipun lumayan jauh. Mereka menanyakan di mana letaknya alamat rumah Lucie pada orang-orang yang berada di sekitar sana.

Lucie yang sama sekali tidak tahu jalan menuju ke rumahnya memang sudah berumur 14 tahun, tapi bukan salahnya apabila ia berada di sekitar desa kakak beradik itu dan tersesat. Lucie dan keluarganya berpindah dari kota ke desa untuk beberapa lama.

Satu jam berjalan, mereka akhirnya tiba di rumah bertingkat dua yang minimalis dan berkesan mewah. Lucie menunjuk ke arah rumah itu. Apakah ini rumahnya?

“Kak Rosalyn dan Kak Nathan, terimakasih karena telah mengantarku kembali ke rumah,”

“Sama-sama, kami senang membantumu” Rosalyn mengusap kepala Lucie.

Singkat cerita, Ayah Lucie, Pak Julio yang dua hari penuh mencari Lucie—anak semata wayangnya—dengan bantuan media cetak dan lain-lain dan tidak berhasil, hari ini ia seperti seseorang yang baru saja menemukan harta karunnya yang hilang bertahun-tahun. Lelaki itu menawarkan bantuan kepada Nathan dan Rosalyn, kakak beradik itu sempat menolak karena Lucie mengetahui bahwa impian mereka adalah pergi ke Paris untuk melihat Sungai Seine dan gadis itu memberitahu kepada ayahnya. Tidak mungkin mereka menerima dengan gampangnya karena Pak Julio hanyalah orang yang baru saja dikenal oleh mereka.

Tetapi Pak Julio bersikeras, dan akhirnya Nathan menerima tawaran ayah Lucie untuk membantu membiayai mereka. Pak Julio tersenyum, baginya bantuan yang ia berikan itu belum apa-apa, itu semua masih kurang. Mereka pun layak menerima bantuan dari Pak Julio.

Nathan dan Rosalyn menentukan hari dimana mereka akan berangkat dan tinggal di Paris, tentunya mereka akan pergi saat liburan.

***

Seminggu berlalu......

Mereka tinggal di apartemen kecil, seperti yang direncanakan. Dan akan tinggal di sana selama dua hari. Pak Julio adalah salah satunya orang yang mereka kenal dan percaya.

Mereka pun hanya mengenal beberapa kosakata bahasa Perancis, seperti Bonjour, Monsieur, Mademoiselle, dan kata-kata keseharian lainnya. Tanpa mengenali bahasa Perancis, bagaimana bisa nyaman untuk tinggal berlama-lama di sana? Mereka juga tidak punya waktu banyak untuk mempelajari itu.

Tadinya, Lucie ingin ikut, tapi ia memutuskan untuk tinggal karena ia tidak sedang berlibur sekolah.

Di saat matahari mulai terbenam, mereka pergi ke Sungai Seine...

Tempat itu indah sekali. Entah mengapa hati dan pikiran gadis itu terasa tenang berada di sana dan melihat semua yang terbentang di sana. Ini sangat indah, aku hampir tidak memercayai bahwa aku benar-benar berada di sini bersama saudara laki-lakiku.

“Sepertinya aku telah menemukan kebahagiaan itu di tempat ini,” Rosalyn mendesah lega “persis seperti apa yang dikatakan almarhumah ibu padaku”

“Apa?” Nathan mengerjapkan matanya, Perkataan apa yang persis seperti yang dikatakan ibu?

Rosalyn tersenyum dan menatap mata laki-laki di sebelahnya “ Sewaktu melihat lukisan kakak, aku teringat kalau Ibu pernah mengatakan padaku, bahwa tempat yang paling kausukai pasti akan menjadi tempat yang bisa membawa kebahagiaan dan ketenangan untukmu” Rosalyn menatap ke langit Paris yang cerah. Ia masih ingin tinggal di sini, di pinggiran Sungai Seine. Menikmati suasana musim gugur di kota yang menjadi impian banyak orang untuk dikunjungi. Yang termasuk impiannya. Benar sekali, rasanya semua beban terlepaskan.

“Maafkan aku karena aku tidak memberitahu kakak apapun soal hal ini”

“Bukan masalah,” Nathan tersenyum sekilas “jadi karena itu kamu ingin sekali ke sini?”

Rosalyn mengangguk pelan. “Entah kenapa, aku merasa tempat lainnya belum tentu bisa membuat hatiku lebih tenang dan bahagia seperti yang sekarang”

“Baguslah, setidaknya kakak berhasil membuatmu tersenyum lagi”

“Apa? Tidak. Tempat ini yang membuatku tersenyum, bukan kakak” Rosalyn tertawa, lelaki di sebelahnya pun ikut tertawa. “maaf, maafkan aku kalau impianku terlalu tinggi dan kupaksakan, aku merasa semua ini harus terturuti karena ibu”

“Kau tidak salah,” Nathan tersenyum “Dan asal kautahu, bermimpi memang tidak boleh setengah-setengah”

Dan saat ini juga, detik ini juga, mereka ingin waktu yang berjalan itu berhenti untuk sebentar saja.

Catatan :

Cerpen ini saya tulis sebagai tugas wajib untuk mengikuti Lomba Menulis Cerpen Tingkat Sekolah, Kecamatan dan Kotamadya Surabaya, yang harus dikumpulkan ke guru Bahasa Indonesia, besok, 19 November 2012. Cerpen siswa seluruh kota Surabaya akan diseleksi di tingkat sekolah, tingkat kecamatan dan tingkat kota. Doakan menang, ya....terimakasih.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun