Mohon tunggu...
Tareq Albana
Tareq Albana Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Nominee of Best Citizen Journalism Kompasiana Awards 2019. || Mahasiswa Universitas Al-Azhar, Mesir. Jurusan Hadits dan Ilmu Hadits.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hari Perempuan Internasional dan Pelarangan Cadar di Kampus

10 Maret 2018   04:58 Diperbarui: 10 Maret 2018   05:10 1145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahasiswi Bercadar, Menjaga Martabat Muslimah (Dokumentasi Pribadi)

Kemarin, tepat nya tanggal 8 Maret 2018 publik dunia merayakan Hari Perempuan Internasional (International Women's Day) sebuah perayaan akbar dunia yang telah diakui Perserikatan  Bangsa-Bangsa (PBB).

Mungkin belum banyak diantara kita yang tahu bagaimana sejarah awal mula dirayakan nya Hari Perempuan se dunia ini. Singkat nya, hari perempuan se dunia ini pertama kali tidak dirayakan pada tanggal 8 maret, melainkan pada tanggal 28 Februarui tahun 1909 yang diselenggarakan oleh partai sosialis Amerika Serikat. Pada kala itu partisipan sosialis memang sudah lazim melakukan perayaan untuk para buruh, dan perayaan ini belum diikuti oleh publik dunia ketika itu.

Namun beberapa tahun kemudian terjadi Demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh Para perempuan di Petrograd, Soviet. Saking besar nya demonstrasi tersebut sampai bisa memicu terjadi nya Revolusi Rusia, sejak itulah Hari Perempuan Internasional dijadikan sebagai hari libur resmi di Soviet Rusia pada tahun 1917 dan dirayakan secara luas di Negara sosialis maupun komunis kala itu. Baru pada tahun 1977 Hari Perempuan Internasional diresmikan sebagai perayaan tahunan oleh PBB untuk memperjuangkan hak perempuan dan mewujudkan perdamaian dunia.

Berbicara mengenai Pejuangan hak perempuan, sebagaimana nilai moral yang disampaikan oleh Hari Perempuan ini secara kebetulan terjadi saat public Indonesia dihebohkan dengan berita kontroversial pelarangan Cadar (penutup wajah) yang digunakan oleh sebagian  Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta.

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa cadar adalah penutup wajah yang sudah dikenal oleh rakyat Indonesia sejak lama. apalagi cadar sangat lumrah dipakai oleh santriwati yang nyantri di berbagai pondok pesantren. seperti yang banyak di Jawa dan Sumatra. namun belakangan ini, pemakaian cadar mulai diusik oleh pihak-pihak yang ingin menghapuskan identitas islami yang ada di Indonesia.

Rektor UIN Sunan Kalijaga, Yudian Wahyudi bertutur sebagaimana yang dilansir oleh BBC.com  mengatakan bahwa pemakaian cadar oleh mahasiswi dituduh sebagai gejala peningkatan paham radikalisme. Tak tanggung-tanggung rektor ini pun meminta para mahasiswi ini tidak datang ke kampus jika tetap pada pendirian nya untuk memakai cadar. Yudian Wahyudi menganggap  pelarangan cadar adalah sebuah langkah penyelamatan para Mahasiswi dari paham radikalisme.

Namun sebagai Universitas Islam, pelarangan cadar adalah sebuah peraturan yang tidak tepat, berbeda hal nya jika pelarangan cadar diterapkan di universitas umum lain nya. Lalu tuduhan bahwa mahasiswi yang memakai cadar adalah tanda dan gejala dari paham radikalisme ini juga terkesan aneh, karena belum tentu orang yang memakai cadar adalah tanda bahwa dia terjangkit paham radikal.

Bisa jadi seorang Mahasiswi memakai cadar karena perintah orang tua dan keluarga nya, bukan atas kehendak nya sendiri. Lalu bagaimana pula jadi nya jika pihak kampus ikut-ikutan mencampuri urusan norma dan budaya yang telah melekat didalam keluarga seorang mahasiswi tersebut?

Apalagi jika kita melihat bahwa di UIN Sunan Kalijaga tidak ada pemisahan kelas antara laki-laki dan perempuan sehingga wajar saja jika sebagian mahasiswi, terutama bagi mereka yang berparas cantik menjadi risih dilihat ataupun digoda oleh mahasiswa lain nya sehingga mahasiswi ini memilih untuk memakai cadar untuk kenyamanan dan keamanan dirinya. pemakaian cadar bukanlah gejala radikalisme sebagaimana yang disebutkan oleh pihak UIN.

Sebenarnya aturan ini akan menjadi masuk akal jika pihak UIN Sunan Kalijaga memisah kelas antara laki-laki dan perempuan sehingga pihak Kampus bisa meminta para mahasiswi untuk tidak memakai cadar karena mereka berada di lingkungan yang terbebas dari laki-laki.

Ditambah lagi jika memang pihak kampus ingin melarang penggunaan cadar semestinya disertakan dengan alasan yangmemiliki landasan yang kuat, bukan dengan alasan Praduga atau hanya menyertakan alasan "terindikasi radikal". Padahal kita sama-sama mengetahui bahwa kampus dipenuhi oleh kalangan terpelajar dan tentu nya alasan yang dikemukakan pun Ilmiah dilengkapi dengan data ataupun fatwa. Bukan hanya sekedar menduga-duga.

Jika memang pihak kampus melihat bahwa pemakaian cadar adalah gejala radikal, lalu bagaimana tolak ukur radikal yang sebenarnya oleh pihak kampus? Tentu nya sebelum menetapkan peraturan pihak UIN bisa berkonsultasi dengan pakar, seperti Majlis Ulama Indonesia yang fatwa-fatwa nya diakui oleh pemerintah . dan menyepakati gejala-gejala radikalisme di kalangan mahasiswa kampus.

Fakta nya, MUI bahkan juga Ikut berkomentar mengenai pelarangan cadar ini, dan menyebutkan bahwa indikasi radikal tidak bisa dilihat hanya dari cadar ataupun aksesoris lain nya., hal ini dutarakan oleh Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid. beliau juga menambahkan bahwa pemakaian cadar atau tidak tergantung seberapa dalam pemahaman seorang mahasiswi terhadap Islam.

Cadar bukan hanya tentang budaya Arab atau tidak, namun lebih kepada pilihan wanita untuk menjaga kehormatan dirinya. Banyak Mahasiswi memakai cadar karena tidak nyaman sering digoda oleh rekan sejawatnya di kampus. Memakai Cadar di Kampus Islam sekelas UIN harusnya adalah Hal yang Lumrah.

Pelarangan cadar oleh pihak kampus justru mencoreng nama UIN Sunan Kalijaga sebagai Universitas Islam itu sendiri, sebagaimana yang kita ketahui bahwa pelarangan cadar adalah hal yang biasa dilakukan oleh Negara-negara barat seperti di Prancis, karena Negara-negara itu terjangkit Islamophobia atau ketakutan yang sangat terhadap Islam. Ditambah lagi dengan jumlah penduduk muslim yang sedikit membuat peraturan tersebut menjadi diberlakukan.

Justru sangatlah lucu jika ada pelarangan Cadar berlaku di Indonesia yang Negara Islam terbesar di dunia. Pelarangan  cadar hanya akan mencoreng nama UIN itu sendiri, ditambah lagi dengan mayoritas penduduk Muslim tentunya rakyat Indonesia tidak akan membiarkan peraturan-peraturan yang berbau Islamophobia yang dikemas dalam bentuk "Mencegah Radikalisme" sebagaimana yang gencar dilakukan oleh Negara-negara barat.

Semestinya UIN Sunan Kalijaga fokus untuk peningkatan kualitas kampusnya bukan malah terjebak dalam hal-hal kontroversial yang akan mengganggu fokus Kampus itu sendiri.

Jika memang penggunaan cadar adalah tolak ukur Radikalisme, bagaimana dengan muslim yang ada di Arab Saudi, Mesir serta Negara-negara timur tengah lain nya? Apakah pihak UIN bisa menyebut bahwa Negara timur tengah itu Radikal? Lalu jika memang radikal, maka sumber mata pelajaran yang diterapkan di UIN yang notabene nya adalah Kampus Islam tentunya  bisa juga dibilang radikal karena sedikit banyak nya sumber materi kuliah keislaman yang ada di UIN diambil dari Negara-negara timur tengah.

Bahkan Syekh Ali Jum'ah, Mantan Mufti Mesir menyatakan bahwa penggunaan cadar harus melihat lingkungan terlebih dahulu, jika memang lingkungan asing terhadap cadar maka sebaiknya tidak digunakan. Hal ini kembali kepada pernyataan penulis diatas bahwa pelarangan cadar akan menjadi wajar jika diterapkan di kampus umum, bukan kampus islam yang besar sekelas UIN Sunan Kalijaga.

Selanjutnya, Bukankah kita kemarin baru saja memperingati Hari Wanita Se-Dunia dimana pesan moral yang terkandung didalam perayaan ini adalah memperjuangkan Hak wanita?  tidak kah kita melihat bahwa pelarangan cadar di kampus justru adalah pelanggaran terhadap hak wanita muslim Indonesia.

Lihatlah kepada Negara tetangga kita, Malaysia yang memberi kebebasan kepada muslimah nya untuk memakai cadar dimanapun termasuk di Kampus-Kampus Islam.

 Peraturan ini seolah membatasi hak wanita dalam menjaga diri nya, pihak UIN pada dsarnya juga belum siap untuk memberlakukan peraturan ini, namun entah mengapa peraturan tersebut tetap saja dikeluarkan, tentu hal ini akan menjadi pertanyaan besar oleh banyak pihak. Jangan sampai citra islam Indonesia rusak oleh aturan remeh yang dipermasalahkan  banyak orang.

Jika hari ini pelarangan cadar dibiarkan, bisa jadi besok ataupun selanjutnya pelarangan demi pelarangan pemakaian atribut islam tentunya akan diberlakukan juga.

Akankah Islam Indonesia seperti Eropa? Kita tunggu saja!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun