Mohon tunggu...
Taofik Banta
Taofik Banta Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Dilema Impor Jagung

21 Februari 2019   00:59 Diperbarui: 21 Februari 2019   01:19 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jagung (Foto: JIBI/Paulus Tandi Bone)

Ada hal menarik yang terungkap saat debat antar calon Presiden beberapa waktu lalu. Bahwa penurunan impor jagung kemarin, ternyata menaikkan impor gandum. Seolah ada gerakan mencari titik keseimbangan.

Kebijakan penghentian impor jagung sejak 2016 sampai 2018 untuk keperluan industri pakan ternyata diikuti oleh peningkatan impor gandum untuk keperluan pakan rata-rata sekitar 2,7 juta ton per tahun atau sekitar Rp8,29 triliun.

Merdeka

Paparan ini harusnya menjadi pukulan bagi Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman yang membanggakan prestasinya mengerem impor jagung. karena kenyataannya, kita tidak berhemat anggaran seperti yang diklaimnya. Alih-alih, ada kecurigaan bahwa impor gandum itu menguntungkan sekelompok kecil pengusaha dan merugikan para peternak skala kecil dan menengah di Indonesia.

Karena sejauh ini, importir gandum hanya ada segelintir saja. Di sisi lain, para peternak semakin dirugikan karena penggunaan gandum untuk pakan jauh lebih mahal ketimbang menggunakan jagung.

Pukulan lainnya untuk Mentan Amran Sulaiman adalah terbongkarnya klaim swasembada. Secara teori, jika terjadi swasembada dan ketersediaan cukup harusnya harga akan turun namun faktanya di lapangan harga jagung di pasar domestik tetap tinggi artinya terjadi kelangkaan. Dan yang paling dirugikan adalah masyarakat.

Sayangnya, Presiden Joko Widodo seperti terlalu percaya pada data yang disajikan oleh Kementerian Pertanian (Kementan). Saat Debat Capres 2019 Putaran Kedua kemarin, Jokowi menyebut pemerintahannya telah mampu menekan impor jagung. Pada 2014 kita impor 3,5 juta ton jagung. Pada 2018 kita impor hanya 180 ribu ton jagung. Artinya ada produksi 3,3 juta ton jagung. Kondisi ini disebut Jokowi sebagai sebuah lompatan besar.

Bila melihat data hingga tahun 2015, pernyataan Jokowi benar. Pada tahun 2015, impor jagung sebesar 3,27 juta ton menurut data Badan Pusat Statistik.

Pada 2012 impor jagung tercatat sebesar 1,69 juta ton, kemudian naik menjadi 3,19 juta ton di 2013, sebesar 3,25 juta ton di 2014 dan di 2015 sebesar 3,27 juta ton. Namun pada 2016 impor jagung hanya sebesar 900 ribu ton.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor jagung dari Januari hingga September 2018 mencapai 481.471 ton naik jika dibandingkan posisi yang sama pada tahun lalu sebesar 360.355 ton. Secara nilai, impor jagung tahun ini sampai September mencapai USD 105 juta sementara tahun lalu USD 80 juta.

Sementara itu, impor jagung sepanjang tahun 2018 mencapai 737,22 ribu ton dengan nilai USD 150,54 juta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun