Mohon tunggu...
Tina Tuslina
Tina Tuslina Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

saya adalah ibu rumah tangga yang mempunyai anak 2, saya juga guru di RA. BANI YAHYA SOLEMAN, saya juga mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Tangerang semester IV. pernah menjadi ketua osis di MTs. di MAN aktif di PKS, Pramuka dan obade. pernah mondok di pesantren Riadlul Ulum Cipendeui Cipasung Tasikmalaya. di kampus sebagai ketua mahasiswa pg-paud angkatan 2010-2011. ketua UKM Tari FKIP PG-PAUD

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Maisyaroh dan Abdullah

25 Juni 2012   13:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:33 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Alkisah, pada tahun 70-an ada seorang pria yang bernama “Abdullah” dia baru lulus SD di usia 17 tahun, dan seorang gadis yang bernama “Maisyaroh” dia baru duduk dibangku kelas 4 SD diusia 14 tahun. Yang pria mempumyai kekasih bernama “Aminah”. Sedangkan Maisyaroh sangat mencintai Abdullah, Aminah sering menitipkan surat kepada Maisyaroh untuk Abdullah, tetapi Maisyaroh tidak pernah menyampaikannya, lambat laun hubungan Aminah dan Abdullah menjadi renggang, dan akhirnya putus. Maisyaroh memanfaatkan situasi tersebut dia mulai mendekati Abdullah, dan Abdullahpun menyambutnya dengan senang hati, tanpa dia ketahui kesalahan Maisyaroh sampai saat ini, dan akhirnyapun Abdullah dan Maisyaroh menjadi sepasang kekasih.

Kemudian bertambah eratlah hubungan mereka, mereka melangsungkan pernikahan yang sangat meriah. Setelah menikah Abdullah mulai mencari pekerjaan karena sebelum menikah dia seorang pengangguran. Abdullah mendapatkan pekerjaan pertamanya sebagai tukang abu gosok keliling. Dia menjalani profesinya dengan senang hati demi untuk istri tercintanya.

Maisyaroh menjalani pernikahannya dengan cukup harmonis meskipun ada pertengkaran-pertengkaran kecil didalamnya, dia menganggap itu adalah bumbu dalam berkeluarga. Tapi tidak dengan ipar-iparnya, ipar-iparnya membenci Maisyaroh, maisyaroh tidak pernah dianggap ada oleh keluarga itu, dia hanya menghadapi mereka semua dengan senyuman kecil walaupun getir dirasakannya.

Akhirnya Maisyaroh dan Abdullah mempunyai seorang anak, anak tersebut berjenis kelamin perempuan. Dia diberi nama Aisyah. Mereka berdua sangat senang dikaruniai seorang anak yang cantik.

Dengan datangnya seorang anak, itu membuat ekonomi mereka bertambah sulit rasanya. Akhirnya Abdullah berhenti menjadi tukang abu gosok, kemudian dia mencari pekerjaan baru, dia mandapatkan pekerjaan yang penghasilannya sedikit lebih baik, yaitu menjadi tukang cetak batu bata. Menurut Abdullah menjadi tukang cetak batu bata adalah penghasilan yang cukup baik karena pada saat itu dia bisa mengcukupi kebutuhan anak dan istrinya. Mereka menjalani kehidupan tersebut dengan ikhlas dan tabaru kepada Allah SWT.

Konflikpun mulai sering terjadi, Maisaroh mulai kurang mensyukuri rizki yang diberikan oleh suaminya kepadanya, bila dikasih uang Maisyaroh selalu bilang “mana lagi, segini mah kurang”. Abdullah sering keki dibuatnya, dia pun jadi sering menceritakan prilaku istrinya kepada keluarganya, hasilnya kakak dan adik-adik Abdullah makin bertambah benci kepada Maisyaroh. Abdullah bila ada masalah selalu laporan keorang tuanya dan saudara-saudaranya, Maisyaroh membenci hal itu. Tapi dia hanya bias diam saja tanpa ada perlawanan atau sekedar untuk membela dirinya.

Maisyaroh selalu bilang uangnya kurang bukan tanpa alasan, dia selalu merasa dibohongi oleh suaminya, karena suaminya bila memberi uang untuk orangtuanya selalu sembunyi-sembunyi tidak pernah bilang kepadanya, Dia tidak mentukai hal itu. Menurutnya seharusnya kalau mau kasih orang tua uang itu harus bilang dulu, toh sayapun pasti mengizinkannya jangan sembunyi-sembunyi seperti itu. Saya membenci prilaku suami saya yang seperti itu, ungkapnya.

Hebatnya keluarga ini sekalipun banyak masalah yang menghinggapi rumahtangganya mereka tidak pernah berpikir untuk berpisah. Malah masalah tersebut semakin mangikat mereka.

Setelah waktu makin berlalu akhirnya sang istri hamil lagi, tak jauh jarak dari lahir anak yang pertama dengan kehamilan kedua yaitu hanya berjarak enam bulan saja, dan ketika sang anak lahir usia mereka hanya selisih 16 bulan.

Anak kedua mereka berjenis kelamin perempuan yang diberi nama Inayah. Mereka berdua sangat senang dengan kelahiran anak kedua tersebut, tetapi timbul masalah baru, mau diberi makan apa anak itu sedangkan penghasilan ku hanya cukup untuk tiga orang, sekarang tambah satu lagi, pusing deh, pikir Abdullah. Abdullah pun memutuskan untuk mancari pekerjaan baru, agar kedepannya tidak blangsak katanya. Akhirnya dia menjadi seorang kernek mobil losbak. Dengan penghasilan sebagai kernek dia bisa mencukupi kebutuhan keluarganya. Tidak hanya itu diapun bisa membelikan sebuah rumah bilik untuk istri dan anak-anaknya sekalipun tanahnya masih numpang sama mertuanya.

Hidup dirumah baru, Maisyaroh sangat senang sekali dengan rumah tersebut. Diapun merawat anak-anaknya dengan penuh kasih sayang dan perhatian. Dia adalah sosok ibu yang sangat baik, dan sebagai seorang istri yang penuh rasa sabar.

Kedua anak tersebut diperlakukan laksana anak kembar, setiap pakaian mereka sama, sandal, sepatu, ikat rambut, gelang dan aksesoris lainnya semuanya sama, dari warna dan modelnya pun sama. Mereka tidak menyadari kalau kedua anak tersebut sebenarnya bosan menggunakan pakaian yang sama, mereka ingin sekali menggunakan pakaian yang berbeda. Tapi setiap keinginan itu diungkapkan selalu ditolakoleh kedua orang tuanya. Padahal mereka sangat terganggu sekali dengan kondisi tersebut. Akhirnya mereka terpaksa menuruti saja kemauan orang tuanya tersebut.

Maisyaroh dan Abdullah sangat bahagia sekali dengan dua anak kecil perempuan yang cantik-cantik, selang waktu beberapa tahun akhirnya Maisyaroh hamil lagi, kali ini yang dilahirkan adalah anak laki-laki, yang diberi nama “Amru”. Kali ini pun Abdullah kebingungan dengan perekonomian keluarganya, keluarganya bertambah satu lagi, dia pun kembali mencari pekerjaan baru lagi, agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya yang pastinya bertambah dengan kehadiran anak tersebut.

Kini dia bekerja bukan sebagai kernek lagi, tapi sudah menjadi supir, karma dia sudah bisa mengendarai sebuah mobil. Mertuanyalah yang mempunyai mobil tersebut, dia dipercayakan untuk menyetir nya, dan digunakan sebagai jasa bongkar muat barang. Tapi itu hanya berlangsung sebentar saja, karena mobil tersebut sering mengalami kerusakan, dan Abdullah belum bisa memperbaikinya. Akhirnya Abdullah berusaha melamar pekerjaan disebuah perusahaan benang, dia diterima diperusahaan tersebut debagai seorang draiver. Sebagai draiver dia harus menjemput karyawan dari jam lima subuh, dan pulang kadang jam satu malam malah kadang sampai jam tiga malam. Sungguh pekerjaan yang menyita waktu ‘pikir Abdullah’. Tapi dia tidak berputus asa demi anak-anak dan istri dirumah dia tetap jalani.

Maisyaroh dengan tiga anaknya, dia mulai kelimpungan untuk membagi waktunya, kasih sayangnya terhadap ketiga anak tersebut. Dia mulai emosional terhadap situasi yang kurang baik. Bila ada yang menyinggung perasaannya, atau ada keluarga dari suaminya yang marah kepadanya dia menjadi sangat kesal, dan kekesalannya itu dilampiaskan kepada anak-anaknya. Tak segan-segan dia mencubiti paha anaknya, dia tidak perduli meskipun anaknya teriak kesakitan. Sikap Maisyaroh berubah drastic dari seorang ibu yang lemah lembut menjadi kasar dan terkadang menakutkan.

Suatu hari terjadi sebuah musibah pada anaknya yang kedua yang bernama Inayah, Inayah pergi main kerumah neneknya bersama kakanya dan sepupunya, untuk main BP-an (boneka kertas yang ada pakaiannya). Dalam situasi bermain Inayah jatuh pingsan sampai beberapa jam, tubuhnya membiru, kuku, bibir, dan kulitnya pun biru semuanya. Kejadian itu membuat panik satu RT, rumah neneknya dikerutin(dipenuhi) warga kampong untuk melihat kandisi inayah, mereka mengira inayah akan meninggal, banyak yang sudah menangisi inayah, tapi akhirnya setelah datang seorang tabib inayah sadar dan siuman. Inayah malah menanyakan ‘emangnya ada apa ko rame amat’ / ‘memangnya ada apa ko rame sekali’, denagan begitu polosnya. Maisyaroh pun langsung memeluknya erat-erat tanda takut kehilangan putrinya.

Dari kejadian itu Inayah selalu diistimewakan oleh Maisyaroh, setiap kebutuhannya lebih diutamakan dari pada saudara-saudaranya yang lain. Maisyaroh pun melarang Abdullah memarahi Inayah, sampai-sampai warga kampung pun memanjakan Inayah. (suatu kasih sayang yang berlebih menurut saya). Inayah setiap keinginannya selalu terpenuhi sedangkan adik dan kakaknya selalu kena marah, sekalipun dia salah dia tetap dibela.

Abdullah sudah tidak kerasan bekarja diperusahaan benang tersebut, akhirnya dia mengundurkan diri dari peruhaan itu, dan dia melamar pekerjaan disebush perusahaan genting kramik. Diperusahaan itu dia bekerja sebagai supir pengantar genting keperumahan-perumahan yang sedang dibangun. Dia mendapatkan gaji yang cukup lumayan, dia pun sering membelikan anak-anak putrinya perhiasan emas, sekalian untuk menabung ungkapnya. Terhadap anak-anaknya dia menasehati agar jangan banyak jajan biar bisa punya rumah bagus dan besar. Aisyah dan Inayah senang mendengar nasihat itu, merekapun ikut-ikutan ngumpulin duit yang mereka terima untuk uang jajan tapi tidak dijajankan malah ditabungin dicelengan bambu, Aisyah bilang, Inayah uangnya kita kumpulin aja biar rumahnya cepet jadi.

Akhirnya Abdullah membeli sebidang tanah kurang lebih 300M luasnya, diatas tanah tersebut dia membangun rumah gedong yang cukup besar, mempunyai 4 kamar tidur, 1 ruang tamu yang cukup luas, musholah, dapur yang tidak terlalu sempit, dua kamar mandi dan halaman yang lumayan luas. Merekapun pindah dari rumah bilik kerumah gedong.

Dirumah gedong mereka mulai menata hidup baru, Aisyah mulai bersekolah, ia bersekolah di MI (Madrasah Ibtidaiyah). Setiap pulang sekolah Aisyad mengerjakan PR nya, dan ibunya membantu ia dalam mengerjakan PR. Maisyaroh sering memarahi Aisyah, bila Aisyah tidak dapat mengerjakan PR nya. Tak segan Maisyaroh mencubit paha Aisyah, sampai Aisyah menangis kesakitan. Aisyah yang saat itu berusia 5 tahun tidak bisa mengungkapkan perasaannya, ia hanya mengikuti keinginan ibunya, pada usia itu ia sudah diajarkan mebaca Al-qur’an, kitab-kitab melayu berhuruf gundul dan shalat 5 waktu.

Maisyaroh melakukan itu semua karena dia takut anaknya tertinggal dengan anak yang lain. Begitu juga dengan Inayah, pada saat usia Inayah 5 tahun Maisyaroh mulai mengajarkan Inayah seperti mengajarkan Aisyah. Inayah yang manja sering melawan dan dia lebih suka sembunyi dari pada belajar dengan ibunya.

Pada suatu hari Inayah menangis ingin ikut ayahnya bekerja, dan Inayah pun di ajak ayahnya, karena ayahnya tidak mau Inayah pingsan lagi, Tapi pada saat mau berangkat adiknya Inayah yaitu Amru melihat mereka, dan amru pun menangis tidak karuan, dan Abdullah melarang Amru untuk ikut, tapi Amru makin kencang tangisannya, dan Abdullah sudah kehabisan rasa sabarnya, Abdullah memukuli Amru dengan kayu kecil yang ada didekatnya, setelah itu Abdullah pergi berangkat kerja dengan mengajak Inayah. Sebenarnya Inayah merasa kasihan kepada Amru, tapi dia tidak dapat berbuat apa-apa.

Abdulah dan Maisyaroh membedakan perlakuan terhadap ketiga anaknya, Aisyah dibebaskan dalam pergaulan dengan teman-temannya, Inayah dibatasi pergaulannya dan tidak boleh jauh dari rumah, karena Maisyaroh takut Inayah pingsan lagi pada saat bermain, sedangkan Amru sering tidak diperdulikan karma dia dianggap seorang anak laki-laki

Kepribadian ketiga anaknya pun menjadi berbeda-beda, pada jaman sekarang Aisyah menjadi orang yang mandiri, ia bekerja sebagai guru dan ia pun menjadi anak yang berbakti kepada orang tua, tapi kadang-kadang ia pun bicara kasar kepada orang tuanya, bila dia tidak suka dengan pendapat orang tuanya. Sedangkan Inayah menjadi pribadi yang manja walaupun dia sudah berumah tangga, dia pun suka berbuat kasar kepada anak-anaknya, seperti yang pernah dia alami dahulu, Sedangkan Amru menjadi pribadi yang tidak perduli dengan orang lain, dia hanya mementingkan dirinya sendiri, dia pun suka mencaci orang tuanya, dia sering meminjam uang kepada orang tanpa sepengetahuan orang tuanya dan bila sudah saatnya untuk melunasi hutang tersebut dia menyuruh orang yang menagi hutang datang kerumahnya dan meminta agar ibunya melunasi hutang-hutang tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun