Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Rumpun Bambu Legok, Pilar Kesejukan Alam dan Potensi Ekonomi Lokal di Tengah Beton yang Menjulang

5 Oktober 2025   18:18 Diperbarui: 6 Oktober 2025   22:02 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ambu (Ibu) Perajin Anyaman Bambu di Legok yang tidak setiap hari memproduksi Bakul (dok.Pri)

Sinar matahari di ufuk barat terasa menyengat saat sore menjelang di kawasan Kabupaten Tangerang. Sepanjang perjalanan, pemandangan superblok tersaji di kanan dan kiri.

Bangunan bernuansa arsitektur modern, aspal hot mix hingga penataan yang sedemikian mencerminkan kota mandiri menjadi ciri tersendiri.

Kota "seribu industri" mengalami betonisasi di sana sini. Terkesan kokoh meski pada sebagian lapis sosial masyarakatnya masih bertahan dengan entitas budaya tradisional.

Sebut saja Legok, salah satu nama kecamatan sekaligus desa dimana rumpun bambu masih bisa kita jumpai sebagai penyeimbang laju modernisasi.

Bak melakukan perjalanan peralihan dua musim, suasana kontras seketika akan kita dapati manakala memasuki jalan yang membelah perkampungan warga Desa Legok.

Jika sebelumnya terik menyengat ditambah pantulan kaca dari bangunan beton yang menjulang tinggi, berbeda halnya dengan jalan yang menyempit lagi berkelok di Desa Legok. Justru memperlihatkan kesan sejuk dan asri.

Inikah gambaran nyata perubahan iklim dalam lingkup yang paling sederhana?

Hanya dalam radius 10 - 12 km perbedaan suhu udara sangat terasa. Antara kawasan yang dipenuhi beton dengan lingkungan pemukiman warga yang masih terdapat rumpun bambu.

Sejatinya Bambu adalah jenis rumput. Meski Indonesia bukanlah negara penghasil bambu terbesar di dunia, tapi sebanyak 172 jenis dari 88 jenis endemik bambu tersebar di beberapa wilayah antara lain Jawa tengah, Jawa Timur, Jawa barat dan Banten, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Barat.

Potensi industri agroforesty bambu bagi Indonesia sangat dinanti oleh dunia. Peluang bagi bertumbuhnya ekonomi hijau.

Bambu tak sekedar menjadi tanaman yang penuh legenda dan mitos angker, namun pula menjadi media konservasi lingkungan yang memiliki fungsi dan dampak ekologis nyata.

Fakta tentang kelebihan bambu tersebut antara lain: memiliki kapasitas penyerapan Karbon (CO2) yang sangat tinggi, yaitu lebih dari 40 ton karbon dioksida per hektar setiap tahun; batang bambu tumbuh lebih cepat dibanding kayu 3-5 tahun dewasa, dipanen dalam 4-7 tahun, tumbuh sampai 1 m/hari; Budidaya bambu terbukti meningkatkan kandungan karbon organik dan status nutrisi tanah yang tersedia (Nitrogen, Fosfor, Kalium), menjadikannya ideal untuk restorasi tanah dan daur ulang nutrisi di lokasi. (sumber: Chong Li, 2021; Chunyu Pan, 2023; Ming Chen,2022; Aniket S Gaikwad,2022; Michael Awotwe-Mensah, 2023 dalam paparan materi DITJEN INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN yang disampaikan dalam Forum Bumi 18 September 2025)

Keberadaan rumpun bambu Legok dalam menjaga pilar kesejukan alam terekam jelas melalui kesahajaan masyarakatnya. Terlihat bangunan rumah yang memanfaatkan bambu sebagai bahan yang mudah didapat, hemat serta kuat di tengah rumpun bambu yang menjulang.

Di balik kesan "angker", justru masyarakat asli Legok telah bermukim sekian lama dalam geliat ekonomi lokal mencipta aneka produk anyaman bambu yang multi guna dan bernilai ekonomi meski harganya belumlah tinggi.

Inovasi kerajinan berbahan dasar bambu pun harus terus ditingkatkan khususnya dikalangan generasi muda sebagai langkah mencetak para pegiat eco bamboo-preuner.

Batang bambu yang sudah ditebang menjadi bahan baku anyaman di depan rumah rumah perajin bakul di Legok. (dok.pri)
Batang bambu yang sudah ditebang menjadi bahan baku anyaman di depan rumah rumah perajin bakul di Legok. (dok.pri)

Bambu di kawasan Legok secara spesies dan jumlah belum tersentuh kebijakan secara holistik. Hal tersebut terlihat dari data yang disajikan dalam Kecamatan Legok Dalam Angka 2024.

Laporan tahunan tersebut tidak menyebut secara spesifik kuantitas kebun bambu, justru disebut beberapa jenis hasil pertanian dan perkebunan buah.

Pengelolaan lahan bambu menjadi hak keluarga dan individu yang memang memiliki kemampuan menganyam sebagai kreatifitas usaha rumahan.

Sebut saja misalnya keluarga perempuan pembuat anyaman yang saya sebut sebagai Mak Ambu. Perempuan yang berusia senja tersebut masih menekuni anyaman berupa tampah.

Namun saat ditanya apakah ada anyaman yang bisa dibeli secara langsung, dengan bahasa Sunda-Banten yang kental, Mak Ambu menerangkan bahwa harus pesan terlebih dulu. 

Tidak setiap perajin setiap hari akan memproduksi anyaman, kecuali ada pesanan dalam jumlah banyak. Biasanya bakul atau tampah dibeli oleh pengepul di pojok desa.

Harga jual dari setiap hasil anyaman bambu baik berupa tampah, bakul, kipas cukup bervariatif. Tergantung juga pada ukuran. Rata--rata harga jual untuk aneka wadah anyaman bambu berukuran kecil dijual dengan harga Rp 15.000, ukuran sedang Rp. 30.000 sementara untuk ukuran besar Rp.50.000.

Untuk menyelesaikan 1 wadah anyaman bambu diperlukan waktu 2 hingga 3 hari tergantung ketersediaan bilah bambu. Bagi masyarakat tradisional Legok, Bambu belumlah mampu menjadi mutiara hijau yang memberi peningkatan kesejahteraan. Bambu masih sebatas pilar kesejukan alam dan potensi ekonomi lokal yang membumi.

hasil anyaman bambu sederhana berupa tampah dan bakul yang dijual ke pengepul (dok.Pri)
hasil anyaman bambu sederhana berupa tampah dan bakul yang dijual ke pengepul (dok.Pri)

Perlu kiranya ada intervensi dari pelbagai pihak baik pemerintah, swasta dan stakeholder yang memiliki visi misi menjaga bambu lestari agar masyarakat Legok bisa lebih bersemangat dalam mempertahankan, menambah dan memiliki pengetahuan lebih tentang manfaat bambu bagi anak cucu mereka.

Dalam hal ini Kehati bersama mitra terkait baik dari kalangan perbankan atau mitra kolaboratif bisa memberikan upskilling dan pendampingan kebijakan ke lembaga pemerintah baik daerah hingga kementerian terkait. 

Rumpun Bambu di Legok yang butuh Rehabilitasi agar tetap mampu menjadi pilar kesejukan di tengah betonisasi.(dok.Pri)
Rumpun Bambu di Legok yang butuh Rehabilitasi agar tetap mampu menjadi pilar kesejukan di tengah betonisasi.(dok.Pri)

Rumpun bambu di kawasan legok memang belumlah masuk dalam perjalanan konservasi bambu di Jawa Tengah, Jawa Barat, Bali, NTB hingga NTT yang berlangsung dari tahun 2012 hingga 2023.

Meski terbilang kecil, namun langkah konservasi itu sangat penting, khususnya menyangkut edukasi, rehabilitasi dan peningkatan kapasitas kerajinan masyarakat tradisional untuk meningkatkan kesejahteraan. Antisipasi terhadap beberapa rumpun bambu yang mulai rusak sangat dibutuhkan.

Upaya untuk menggandeng mereka yang menjadi lokomotif modernisasi pembangunan kawasan sekitar legok dengan bangunan superblok harus dimulai melalui gerakan 1 rumah 1 batang bambu.

Hitungan ini menjadi langkah kecil mengingat Legok berada di balik kawasan perumahan modern yang dibangun oleh developer yang harus dilibatkan dalam upaya mengurangi dampak karbon dengan konservasi bambu.

Peraturan daerah di tingkat lokal diharapkan bisa menjadi payung hukum yang mengingat agar konservasi bambu di Legok bisa maksimal adanya.

Sedikit jumlah bambu di kawasan Legok ini menjadi tumpuan sungai Ci Manceuri tidak meluap saat hujan deras. Akar Bambu menjadi sumber resapan air yang dapat diandalkan dan mampu menahan gerusan air. Di samping bisa menjaga agar air tetap memiliki kualitas yang bagus.

Hal tersebut sempat diceritakan oleh pekerja yang tinggal di perbatasan Pagedangan-Legok bahwa udara di kawasan Legok masih terbilang sejuk, begitupun air tanahnya masih jernih meski banyak pabrik yang mengelilingi. Rumpun bambu Legok menjadi pilar kesejukan alam yang harus dipertahankan.

Ambu (Ibu) Perajin Anyaman Bambu di Legok yang tidak setiap hari memproduksi Bakul (dok.Pri)
Ambu (Ibu) Perajin Anyaman Bambu di Legok yang tidak setiap hari memproduksi Bakul (dok.Pri)

Langkah kolaborasi di tingkat pemangku kepentingan setingkat menteri harus pula diperkuat untuk mewujudkan ketahanan ekosistem dan landskap, penguatan ekonomi berbasis ekosistem budaya lokal terlebih upaya kongkrit mitigasi perubahan iklim.

Kiranya SKB 3 Menteri mampu memperkuat langkah konservasi, maka Ambu (Ibu) perajin anyaman bambu, dan segenap generasi muda menanti kolaborasi antara Kementerian KLH-Kementerian Perindustrian dan Menko PMK untuk bersama pegiat konservasi bambu memperkuat kota satelit di sekitar Jakarta, salah satunya Kabupaten Tangerang sebagai kota seribu Industri.

Biar bagaimanapun rumpun bambu legok harus lebih rimbun dari beton-beton yang menjulang. Agar harmoni alam tak lekang oleh arus zaman.

Salam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun