Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Politik

Langkah Berani Sandi untuk Berbeda dari Pendukung "Ksatria Wirang"

9 Mei 2019   21:49 Diperbarui: 9 Mei 2019   22:04 1107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puasa tahun ini suhu politik masih saja terasa panas meski Pemilu telah lewat hampir tiga minggu yang lalu. Jauh-jauh hari bahkan santer terdengar  adanya sesumbar aksi pengerahan massa, yang lebih keren disebut "people power".

Mungkin mereka lupa bahwa rencana people power tersebut bertepatan dengan datangnya bulan ramadan. Jelas, sesumbar ini datang dari kelompok yang kurang bisa dipertanggungjawabkan secara moral keagamaan.

Bagi seorang yang menyandang gelar imam besar sebuah organisasi yang konon bernafaskan Islam, seruan akan melakukan ibadah, kebaikan hingga cinta kasih pada sesama selama bulan puasa ini yang harusnya dikedepankan. Bukan malah sebaliknya, menjadikan nuansa ibadah keagamaan terkontaminasi dengan nilai politik yang condong pada salah satu kandidat Presiden.

Padahal, jelas-jelas imam besar tersebut kini tengah berada di Jazirah Arab, sebuah tempat yang harusnya mampu menjadikan sang Imam besar lebih bijak dalam bersikap dan bertutur kata.

Beruntung, tidak semua orang mampu diatur apalagi disuruh-suruh begitu saja oleh orang yang keberadaannya nun jauh disana. Sandiaga Uno misalnya. Sebagai calon wakil Presiden yang berpasangan dengan Prabowo, Sandiaga Uno nampak bijak menyikapi keadaan.

Sandi dengan tegas menyatakan  bahwa pemilu yang telah berlangsung pada tengah april lalu jujur dan adil. Sandi tidak sendiri, belakangan tokoh-tokoh Demokrat menyatakan keberpihakannya kepada institusi penyelenggara pemilu dan menentang segala sikap inkonstitusional yang mendahului mekanisme penghitungan suara.

Baca Juga: Apa yang Diharapkan Prabowo dengan Curhat Kecurangan ke Awak Media Asing?

Sedari awal data quick count ditampilkan di sejumlah media, ada saja pihak yang meradang dan berteriak curang tanpa bukti yang dapat mereka tunjukkan.  Imam besar FPI yang kini berada di Arab sana dengan lantang memaksakan jalan pikiran kepada pada pengdukungnya agar terus membuat o"ontran'ontran" ketidakpuasan hasil pemilu. Ada saja dalih yang mereka buat. Dan smua itu diluar logika kewarasan pada umumnya. Sebut saja cara timses 02 menyebut real count versi mereka digelar  di tempat rahasia dan berpindah-pindah. 

Mari berfikir sederhana dengan membandingkan jumlah perolehan suara partai pendukung 02? Jumlahkan lalu bandingkan dengan peroleh suara partai pendukung 01. Kasat  mata selisihnya. Lantas bagaimana bisa mereka mengklaim kemenangan dan berkata bahwa lawan mereka curang. Ada pula istilah lucu yang mereka keluargakan yakni mendiskualifikasi pasangan 01.

Lha ini namanya tamak atau alam bahasa jawa disebut "kemaruk". Dalam hal ini pendukung 02 sebagai pemain penyerang memaksakan diri mengintervensi wasit. Entah logika berfikir seperti apa yang mereka miliki sehingga yang ada hanyalah demokrasi "Pokoke" dimana semua harus tunduk dan menuruti apa kemauan mereka.

Perilaku yang sudah diluar batas wajar dari tim sukses 02 ini malah semakin merugikan pasangan 02 itu sendiri. Meski kini, kita patut mengapresiasi langkah bijak seorang Sandi yang cukup Ksatria dalam menanti hasil pemilu 2019. Begitupun beberapa politisi partai pendukung yang mulai berbalik arah demi menjaga nama partai dalam jangka panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun