Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Perangkai Kata, Penikmat Citarasa Kuliner dan Pejalan Semesta. Pecinta Budaya melalui bincang hangat, senyum sapa ramah dan jabat erat antar sesama

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

"Kemenangan" Sepihak dan Duka Demokrasi Pemilu 2019

23 April 2019   13:34 Diperbarui: 25 April 2019   13:51 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. Mutiara, salah satu anggota PPK di Kab. Banjarnegara

Sehari sebelum KPU merilis rincian petugas kelompok pemungutan suara, sebuah cerita duka itu bermula.  Pasca pemilihan tanggal 17 April 2019 lalu bahkan kabar duka terkait meninggalkan beberapa petugas KPPS mengiasi pemberitaan online yang kerap saya baca. Sebuah foto yang saya jadikan caption tulisan diatas, masuk melalui pesan whatshaap. Saya mencermati foto yang diambil di sebuah lokasi yang terkait dengan pemungutan suara.

"Wani Perih mbak" demikian pesan yang menyertai. 

Sontak saya bertanya panjang lebar terkait insiden yang menyebabkan tanganya tampak seperti di foto. Kondisi Mutiara, seorang anggota PPK di salah satu kecamatan di Kabupaten  Banjarnegara - Jawa  Tengah, belumlah seberapa. Dia masih merasa bersyukur karena masih bisa tetap menjalankan tugas-tugasnya  di PPK hingga kini. Dia pun menceritakan beberapa kabar duka yang datang dari rekan-rekan yang bertugas sebagai ujung tombak pemilu 2019 yang harus bertaruh nyawa akibat kelelahan.

Pesan berikutnya saya baca dengan seksama. Tertulis 3 nama yang telah berpulang ke Rahmatullah di lingkup kabupaten Banyumas. Satu diantaranya adalah Srikandi demokrasi, sosok perempuan  anggota KPPS Banjarsari Kidurl  TPS 09 Sokaraja yang bernama Ibu Sopiah. Dua lainnya almrhum Bapak Sudiran Anggota Linmas Cikakak Kecamatan Wangon. Dan  Alm Bapak Slamet Anggota Linmas TPS 9 Kelurahan Kober- Purwokerto barat. Tiga nama pejuang demokrasi ini menjadi bagian dari total 91 orang yang terlibat dalam pemungutan suara dan tersebar hampir di seluruh Propinsi.

Di Bekasi, salah satu anggota KPPS wilayah Kranji mengalami kecelakaan tragis hingga meninggal. Di Jember, Sri kandi demokrasi  bernama Dewi Lutfiatun Nadhifah mengalami keguguran saat bertugas sebagai pengawas TPS. Seorang guru SD di Tegal pun meninggal seaktu menunaikan tugas sebagai komisioner Panwaslu  Kecamatan Brebes. belum lagi mereka yang masih dalam perawatan akibat sakit yang menurut data KPU berjumlah 374 orang tersebar di beberapa Propinsi. Dan banyak cerita lain  yang menjadi pernik duka demokrasi pada pemilu 2019 kali ini.

Dedikasi mereka akan pelaksanaan demokrasi penuh dengan konsekuensi. Kelelahan hingga mengindahkan rasa sakit akibat konsentrasi penuh pada pekerjaan pemilihan umum menjadi pengantar mereka menjemput takdir menjadi pahlawan demokrasi. Pun kerja mereka belumlah Paripurna. Penetapan atas perolehan suara sebagai pertanda rampungnya proses pemilihan umum masih berkisar 3 minggu kedepan. 

Dalam suasana duka akibat kehilangan rekan kerja, nyatanya petugas kelompok pemungutan suara itu terus bekerja. Anehnya, ada satu kondisi yang terlihat kurang berempati dengan keadaan ini. Alih-alih menyuarakan "kemenangan", kubu sebelah dengan suka cita berkumpul di Kartanegara untuk melakukan syukuran. Ketika hasrat politik sedemikian dikedepankan, maka unsur kemanusiaan pun terpinggirkan.

sok. insta-desk KPU
sok. insta-desk KPU
Kabar duka demokrasi dikesampingkan. Yang ada pekik yakin akan "kemenangan" sepihak. Pemaksaan sebuah kondisi dengan tuduhan curang, dan terkesan ingin memaksakan sebuah jalan pengerahan massa manakala kemenangan sepihak itu dimentahkan oleh realitas yang mengungkap data sebenarnya. Bukankah proses penghitungan sesuai jadwal formal  masih belum final?. Kenapa tidak memilih cara-cara simpatik untuk menunggu apapun hasilnya tanpa terkesan memaksakan dengan aneka strategi tekanan massa?

Mereka yang sungguh-sungguh bekerja tengah dirundung duka. Sementara para "pialang" politik yang mencari kepentingan sesat dari berlangsungnya pemilu 2019 justru terkesan berpesta atas nama kemenangan sepihak belaka. Jika harus disebut sebagai Bapak reformasi, dimana kiranya rasa kemanusiaan Amien Rais yang terus saja meniupkan hawa panas ke kandidat presiden 02? Bukankah Capres 02 pastinya lelah dan butuh istirahat. Tolong jangan teramat memaksakan keadaan. Lihatlah pemilu ini sebagai satu kesatuan utuh atas cita-cita bersama membangun bangsa.

Ketika negara berupaya hadir untuk membalut duka keluarga melalui rilis resmi KPU hingga ucapan bela sungkawa yang mendalam oleh Joko Wisodo selaku Presiden RI, dimana jiwa-jiwa berketuhanan yang welas asih dari kubu sebelah yang masih saja fokus pada perolehan kemenangan sepihak. Ibarat bertanding, keputusan menang-kalah pilpres jelas bukan diputuskan oleh kelompoknya sendiri.

Ada mekanisme dan ketentuan yang mengatur semua perangkat kerja yang sudah disiapkan. Tak bisakah sedikit bersabar? Sedemikian tingginyakah hasrat berkuasa sehingga harus mendahului takdir dan merasa sudah paling berhak atas posisi menang? Sungguh saya tidak habis fikir. Tidak menutup kemungkinan salah satu atau salah dua yang pahlawan demokrasi yang meninggal justru diam-diam merupakan simpatisan 02? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun