Mohon tunggu...
Natama Sitorus
Natama Sitorus Mohon Tunggu... Penulis

"Jurnalis tidak hidup dengan kata-kata saja, meski terkadang mereka harus memakannya." ― Adlai E. Stevenson II

Selanjutnya

Tutup

Financial

Amerika Serikat Menyoroti QRIS dan GPN, Tekanan Terselubung Demi Kepentingan Korporasi

21 April 2025   15:51 Diperbarui: 21 April 2025   15:51 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi AS Tekan Indonesia, Tama

Jakarta -- Pemerintah Amerika Serikat kembali menunjukkan sikap hipokrit dalam urusan ekonomi global dengan menyoroti sistem pembayaran digital Indonesia, yakni QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) dan GPN (Gerbang Pembayaran Nasional). Langkah ini dinilai sebagai bentuk tekanan terselubung yang mencerminkan kepanikan negara adidaya terhadap bangkitnya kedaulatan teknologi finansial negara-negara berkembang.

Dalam laporan tahunan Office of the United States Trade Representative (USTR), AS menyatakan kekhawatiran bahwa kebijakan Indonesia mendorong penggunaan sistem pembayaran domestik dapat menghambat "akses pasar" dan "kompetisi yang sehat". Namun, banyak pihak menilai pernyataan tersebut tidak lebih dari upaya melindungi kepentingan raksasa teknologi dan finansial asal AS yang kini mulai kehilangan cengkeraman khususnya di kawasan Asia Tenggara.

Ini bukan soal akses pasar, ini soal dominasi yang mulai runtuh. Ketika negara seperti Indonesia dengan berani membangun sistem sendiri yang lebih efisien, murah, dan berpihak pada rakyat, barulah mereka ribut soal keadilan dagang.

QRIS dan GPN sendiri adalah inovasi strategis asal Indonesia dibuat untuk ekosistem pembayaran nasional yang lebih terintegrasi dan mandiri. Dengan teknologi ini, pelaku UMKM hingga sektor formal kini dapat melakukan transaksi tanpa harus bergantung pada sistem asing yang selama ini mematok biaya tinggi dan menguras devisa negara.

Selama ini AS tidak pernah mempermasalahkan ketika korporasi mereka mendikte standar global. Tapi ketika negara berkembang seperti Indonesia mulai membangun kedaulatan digital, langsung disebut hambatan dagang. Ini bentuk kolonialisme gaya baru.

Tekanan ini bukan hanya mencederai semangat kemandirian digital, tetapi juga mengisyaratkan bahwa dominasi ekonomi global masih dipertahankan lewat diplomasi yang dibungkus isu perdagangan. Pemerintah Indonesia perlu bersikap tegas dan tidak tunduk pada tekanan asing yang hanya menguntungkan segelintir korporasi luar.

"QRIS dan GPN adalah bentuk nyata keberpihakan pada ekonomi rakyat. Jika itu dianggap ancaman oleh AS, maka jelas siapa yang selama ini diuntungkan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun