Mohon tunggu...
Tamara Palupi
Tamara Palupi Mohon Tunggu... Wiraswasta - owner of God's given so called positive vibes

i'm all about social media, internet, passion, sharing, living a life, architect, interior, decoration, graphic, color, travelling and writing for sure.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Selfish

29 September 2010   12:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:52 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kamu ketik di layar handphone.
"selfish"
dan kamu tekan tombol "tweet".
badanmu menggigil. tidak se-menggigil orang sakit demam.
tapi dingin ini merasuk sampai jiwa raga.
ada rasa dalam fase menjelang pedih di dadamu.

flashback.
Bagaikan mata pedang, pemikiran dan sikap itu merobek-robek mata hati kecilmu.
kamu memang gadis polos,
mencoba memikirkan semuanya agar menjadi yang terbaik.
kamu naif. kamu tersakiti.
pelan-pelan.
Kamu tidak pernah belajar berteriak jadi kamu memang tidak bisa berteriak.
Kamu memendam sakit sambil hancur di dalam.

Mereka egois. dan mereka memang juga berpikir dengan keegoisan.
Tak pernah terpikirkan olehmu belajar egois dari mereka.
Tapi untuk satu hal besar ini,
Kamu curi ilmu dari mereka.

Kamu tidak pernah terisak di sudut kamar, karena kamu gadis yang tegar.
Kamu tidak pernah mengharap siapapun mendekapmu di saat terburukmu.
dan...hey, bukankah itu salah satu ilmu dalam mata pelajaran "egois"?
Ya, kamu merasa bisa sendiri. kamu berusaha menguatkan diri...dengan sendiri.

Tapi kamu tidak pernah mampu menghafalkan runutan peristiwa menyedihkan selama hidupmu,
kamu tidak pernah berani. kamu tidak kuat menanggung pedihnya. kamu memilih lupa.
Berapa minggu, berapa tahun, ada berapa peristiwa, kamu tidak pernah menyimpannya.
Dan kamu tetap bisa menyimpan energimu agar tidak menjadi nol. karena kamu tahu, selain dirimu, Kamu memilih berpikir bahwa kamu tidak punya siapa-siapa.
Ya, ternyata kamu memang egois.

Dan kamu tidak pernah berani mengambil resiko mendaki puncak kebahagiaan.
Mata pedang membuatmu takut, padahal kebahagiaan itu nyata kalau kamu menyadarinya.
Rangkaian kata-kata itu membuatmu nyeri, ngilu, bagaikan kibasan pedang pembunuh bayaran yang Tidak peduli apakah manusia di depannya ini bersalah atau tidak.
Tapi di sela itupun kamu masih berpikir baik.  Kamu berpikir bahwa pembunuh ini pastilah ketakutan kalau kamu membunuhnya, maka kamu memaklumi setiap tebasan pedangnya.
bodoh.

Tapi lalu kamu ingat, kamu bisa seegois mereka.
Kamu ingat, molekul mereka telah dialirkan di tubuhmu.
Jadi untuk pertama kalinya, kamu mengambil pedang keegoisan yang terletak di lantai
Dan mulai kau ayunkan dengan penuh keberanian.

"Ini saatnya aku mengedepankankepentinganku. Aku cuman gak mau ada ribut, huru-hara di hari besarku. that's it"
dan kamu tekan tombol "send"

Lalu kamu kuatkan hatimu.
kamu memilih berkawan dengan egois.

"awas saja kalau sampai ada huru-hara", janjimu dalam hati.
lalu kamu tutupi segala ketakutanmu...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun