Seorang gadis perempuan yang berambut pirang dan  berkulit putih dengan segera menaruh sepatu bututnya yang tampak lusuh dengan  warna yang sudah memuudar di pojok kamar.  Usianya kurang lebih 16 tahun.  Matanya yang nampak sipit dengan pipi yang kemerah-merahan menambah cantik saat dipandang.  Ia tetap setia menutupkan hijab untuk menutupi auratnya.  Banyak teman laki-laki yang mendekatinya, namun ia berusaha menjaga jarak.
Ia berjalan sambil mengendap-endap keluar dari kamarnya. Â Setelah beberapa melangkah, ternyata di depan ruang tamu sudah duduk seorang bapak sambil membaca koran kesayangannya. Â Ditemani secangkir minuman yang masih tercium wangi aroma kopi dan masih mengebul asapnya. Â Rupanya kopi baru saja dibuat.
"Aduh, ada Bapak, pasti aku tidak boleh keluar," gumamnya.
"Erma, kamu sudah pulang, Â kok Bapak tidak melihat kamu masuk?" kata Bapak sambil menyeduh kopi panasnya.
"Eh, iya maaf Pak, tadi Erma lewat pintu belakang, " jawab Erma sambil menunduk.
"Ya, sudah sana itu baju di luar sudah kering, segera diangkat nanti keburu hujan," kata Bapak.
"Baik Pak, aku akan angkat jemurannya," Â sahut Erma sambil berjalan agak cepat ke samping rumah.
Erma adalah anak pertama, dia memiliki adik laki-laki yang masih berusia 10 tahun.  Lima tahun yang lalu ibunya Erma sudah meninggal dunia saat melahirkan anak yang ke tiga.   Penyebab kematian ini karena ibunya terpeleset saat mau ke kamar mandi.  Dengan pendarahan yang hebat ternyata mengantarkannya kembali kepada Sang Penguasa.  Demikian pula bayi yang dikandungnya  tidak bisa tertolong lagi.
Erma sepulang sekolah tidak langsung ke rumah. Â Dia menjadi pelayan di sebuah toko penjual baju. Â Dia memanfaatkan waktu sepulang sekolah untuk mencari tambahan penghasilan untuk membiayai sekolah. Â Untung saja rumah Erma tidak terlalu jauh jaraknya dengan toko. Â Namun bapaknya tidak mengetahui hal ini. Â Erma sengaja menyembunyikan. Â Apabila bapak tahu, tentu tidak akan diperbolehkan.Â
Sementara penghasilan bapak dari jasa sol sepatu tidaklah seberapa. Kadang untuk makan saja, bisa hanya untuk sarapan pagi dan sore saja. Â Belum lagi tunggakan biaya sekolah Erma dan adiknya. Â Semua kebutuhan tidak bisa terpenuhi jika Erma tidak bekerja.
Saat malam hari, Erma dibantu bapak membungkusi makanan ringan untuk dijual di kantin sekolah. Harganya pun tidaklah mahal hanya Rp 2.000,00 per bungkus.  Erma memasukkan makanannya. Bapak membungkusnya dengan cara melipat plastik lalu mendekatkannya pada nyala api  lilin.  Erma menjual sehari bisa mencapai 50 bungkus. Alhamdulillah, Erma berpegang pada kata-kata bapak," Siapa yang mau berusaha, pasti Allah akan memberi kemudahan dan rezekinya."