Mohon tunggu...
Rosmale Gundhi
Rosmale Gundhi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Hoping a better life with no party

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada Antara Subversifitas dan Momok Reformasi

17 September 2012   04:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:21 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kata subversif berasal dari Bahasa Inggris, subversive; yang berati menyimpang, menyeleweng, destruktif dan menyempal. Kata yang pernah menjadi momok masyarakat pada era rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto ini sangat lekat dengan mereka - baik individu maupun institusi- yang berbeda pendapat dengan pemerintah saat itu.

Namun dalam sudut pandang penulis, kata subversive memiliki makna lain yang juga memuat nilai positif. Derivasi kata yang layak disejajarkan dengan makna kata subversif tersebut adalah berbeda atau perbedaan. Sebuah tanda atau ciri yang memudahkan kita mengingat sesuatu karena ke-khasannya yang tidak sama dengan arus yang lumrah dan biasa-biasa saja.

Dalam dunia bisnis, pengusaha atau seorang entrepreneur berupaya mengemas produk yang berbeda dari produk pengusaha lain. Maka perbedaan sejatinya memiliki makna khas yang merupakan karakter atau ciri tertentu yang kemudian menjadi trade mark sebuah produk.

Pengusaha dengan segala upaya memposisikan ciri dan perbedaan produk yang dijual itu agar stay-up di benak masyarakat di setiap waktu. Dalam konteks inilah perbedaan menjadi usaha entrepreneur yang tidak bisa dianggap remeh sehingga upaya positioning dapat menetap dan hidup di benak konsumen.

Terkait dengan pemilukada putaran kedua 20 September 2012 mendatang, tipikal pemimpin yang layak dan pantas adalah bukan karena karakter konvensional yang datar (flatted-character) dan umum. Apalagi karena pencitraan belaka. Namun, seperti halnya sebuah produk, seorang pemimpin harus memiliki program kerja, personalitas dan visi subversif. Ciri yang berbeda akan mempermudah daya tarik masyarakat terhadap produk, di samping kualitas dan added-value yang berbeda pula tentunya.

Bicara banjir, itu flat problem. Bicara macet juga termasuk kategori flat case yang tidak memiliki nilai nilai subversif. Sekalipun berlatar akademis dengan gelar dan posisi keorganisasian yang luas, namun bila dalam positioning, cagub tersebut hanya biasa-biasa saja maka semua - oleh konsumen - akan dianggap angin lalu. Karena pesan yang diterima tidak memiliki daya dobrak yang mengagetkan kerja dendrit di memori otak mereka. Peran pencitraan juga akan dikaji ulang oleh masyarakat yang sudah kritis terhadap situasi politik yang berkembang.

Lalu? Jakarta dengan latar belakang kultur dan setumpuk permasalahan sosial ini mendambakan seorang pemimpin subversive yang menawarkan program berbeda sekaligus mengena di hati warga.

Observasi di lapangan, sebagai penulis, nampaknya dari dua calon yang masuk di bursa pilkada putaran kedua ini, Foke memiliki perbedaan subversif ini. Beliau membuktikan posisi subversif itu dengan program ril yang sangat dirasakan oleh masyrakat. Pendekatan empathi jelas menjadi modal cagub no 1 ini. Walau agak terlambat, progtam wajib belajar 9 tahun menjadi trigger yang mampu memecah strategi pencitraan Jokowi.

Jokowi baru bicara pada tataran rencana kartu pintar yang begitu muluk dan digembar-gemborkan oleh media. Rakyat yang cerdas tentu akan meniimbang ulang rencana yang menjadi bagian kampanye Jokowi itu sebagaimana pengalaman saat isu reformasi yang pernah gagal dan berakibat buruk bagi kehidupan masyarakat itu sendiri. Masyarakat nampaknya phobi dengan kata perubahan yang berpreseden buruk dan secara empiris mereka alami sejak 1998 itu. Reformasi menjadi momok yang kemudian melabilkan para calon pemilih untuk coba-coba ikut perubahan yang tidak jelas.

Jokowi dengan statusnya yang masih calon, tidak memiliki kans pembuktian dan untuk hal ini tim sukses terlalu berat melawan Foke di putaran kedua ini. Mereka harus bekerja keras untuk mampu membuktikan rencana tersebut sehingga masyarakat DKI dapat diyakinkan dengan fakta bukan rencana. Ini sangat sulit bagi Jokowi.
Sumber

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun