Bila sedang berada di Bali, jangan lewatkan tempat yang satu ini, Desa Mas Ubud. Sebuah desa kaya potensi baik seni, budaya, ekologi maupun religi. Dari Denpasar hanya berjarak 20 kilometer menuju arah Taman Tampaksiring atau menuju ke Kota Gianyar. Perpaduan unik antara keragaman kreatifitas seni penduduknya dengan ketaatan penduduk Desa pada aturan adat serta agama, menjadikan Desa Mas Ubud ini sebagai salah satu tujuan obyek wisata penting di Bali. [caption id="attachment_304532" align="aligncenter" width="560" caption="Salah satu sudut Pasar Desa Mas Ubud ( dok.pri)"][/caption]
Hampir setiap hari, penulis selalu melewati Desa Mas Ubud. Maklum, tempat kerja penulis juga ada di Ubud. Praktis, jalan-jalan di Desa Mas Ubud sangat hapal.
Di sepanjang jalan desa Mas ini dipenuhi dengan toko-toko berukuran kecil dan menengah yang menjual hasil kerajinan. Ada kerajinan berbahan dasar kayu, batu, pasir, tanah, kaca, aluminium sampai tembaga dan kulit. Semua lengkap berjejer.
Penulis akan ungkapkan begitu banyak keunikan dan keistimewaan yang dimiliki Desa Mas Ubud Gianyar sebagai desa wisata yang sangat berpotensi.
1. 30% Penduduknya bekerja dalam Home Industri Seni Kerajinan.
Menarik dan seni yang dikerjakan tidak terbatas hanya pada kerajinan patung saja. Di Desa Mas Ubud, akan mudah dijumpai para pembuat kerajinan topeng Bali dan Wayang Bali.
Pagi ini, penulis mendatangi salah satu sentral pusat home industri kerajinan patung kayu. Jalan yang menuju ke arah rumah penduduk ini mudah dicapai . Para pembuat kerajinan patung kayu terdiri dari ibu-ibu rumah tangga yang sudah membuat patung kayu sejak masih kecil. Umumnya penduduk wanita di desa Mas sudah dilatih sejak kecil untuk bisa membuat ukiran patung kayu, memahatnya sampai memoles patung hingga menjadi patung kayu yang bernilai jual tinggi. Ini terlihat dari cara kerja mereka yang begitu berhati-hati agar produk kayu tidak sia-sia karena patah atau rusak saat pengerjaan.
[caption id="attachment_304534" align="aligncenter" width="560" caption="Home Industri Kerajinan Kayu ( Dok.pri)"]
[/caption] [caption id="attachment_304536" align="aligncenter" width="560" caption="Proses Pengerjaan Patung Kayu (dok.pri)"]
[/caption] [caption id="attachment_304537" align="aligncenter" width="560" caption="Mengukir Kayu Menjadi Hiasan Dinding (Dok.Pri)"]
[/caption]
[caption id="attachment_304540" align="aligncenter" width="560" caption="Ruang Pamer Hasil Kerja Seni Patung Kayu Desa Mas Ubud (dok.pri)"]
[/caption]
Penulis juga sempat mendatangi seorang perupa seni topeng yang terkenal di Desa Mas Ubud, I Made Tresna. Usianya sudah mencapai 70 tahun, namun semangat kerjanya luar biasa. Walaupun sudah sepuh, dalam sehari beliau masih bisa membuat topeng sampai 5 - 7 buah topeng.
[caption id="attachment_304542" align="aligncenter" width="560" caption="I Made Tresna, Perupa Seni Topeng Desa Mas Ubud (dok.pri)"]
[/caption] [caption id="attachment_304543" align="aligncenter" width="560" caption="Jalan Desa Mas Ubud Tempat Bp Made Tresna Perupa Topeng (dok.pri)"]
[/caption] 2.
Setiap Pojok Desa Pasti Ada Pohon Beringin Inilah kearifan lokal yang mengagumkan dari penduduk asli desa Mas Ubud. Dari pengamatan penulis yang menghitung dengan mengelilingi seputar desa dengan luas 48,3 Km2 dan berpenduduk hampir 3.000 jiwa ini, ternyata didapatkan sebuah fakta yang mencengangkan. Ada 10 buah pohon beringin yang masih hidup dan tumbuh di sekitar Desa Mas. Ada 3 buah yang tampak sangat menyolok di pinggir jalan raya Desa Mas, belum lagi Pohon-pohon beringin yang tumbuh di area dekat hutan desa yang masih banyak dan berkesan angker. Bisa jadi penghitungan penulis keliru, karena masih banyak pohon besar yang belum penulis masukkan dalam perhitungan. Di dekat taman
Pura Buk Jambe ada 2 Pohon beringin besar, dan sedikit ke arah selatan dekat Pasar Pakraman ada 2 buah Pohon beringin besar yang menaungi para pedangang kaki lima berjualan. [caption id="attachment_304555" align="aligncenter" width="560" caption="Pohon Beringin di depan Pura Buk Jambe-Desa Mas Ubud (dok.pri)"]
[/caption] [caption id="attachment_304556" align="aligncenter" width="560" caption="Pohon Beringin di Pasar Pakraman Mas Ubud (dok.pri)"]
[/caption] 3.
Patung Bayi Yang Menyimpan Misteri Selama 20 Tahun Tidak banyak yang tahu tentang asal muasal patung bayi yang berada di pertigaan Desa Mas dan Desa Sakah. Patung tersebut merupakan Patung Brahma Lelare merupakan simbol ratunya penguasa kewisesaan jagat ini. Misteri yang menyelimuti patung bayi atau bahkan ada yang menyebutnya sebagai
patung No Problem ini dipublikasikan kepada khalayak umum untuk diluruskan pemahaman kepada nilai sejarah budaya bali yang sudah mengakar ratusan tahun. Filosofi patung Brahma Lelare ini mulai dijadikan simbol kekuasaan dan penguasa dunia mulai tahun 2010, padahal patung dibuat sejak tahun 1989 oleh Bupati Gianyar, Bapak Cokorda Derana. [caption id="attachment_304566" align="aligncenter" width="560" caption="Patung Lelare Brahma yang dikenal Patung Bayi (dok.pri)"]
[/caption] 4.
Vihara Amurya Bhumi Berada Di Bibir Sungai di Bawah Jembatan [caption id="attachment_304578" align="aligncenter" width="560" caption="Vihara Amurya Bhumi (dok.pri)"]
[/caption] Bila melihat gambar Vihara Amurya Bhumi di atas sekilas tidak ada keistimewaan apapun. Sama seperti vihara-vihara lainnya yang ada di Indonesia, bangunan mirip klenteng yang dipadukan dengan budaya Bali dan nuansa Budha. Tapi, setelah melihat photo dibawah ini, pasti kita akan merasa ada keunikan tersendiri. Karena Vihara Amurya Bhumi ini dibangun di bawah jembatan dan diatas bibir sungai Sakah yang mengalir dari desa Mas Ubud menuju ke laut. Penuh suasana eksotis dan oriental pastinya. [caption id="attachment_304579" align="aligncenter" width="560" caption="Vihara Amurya Bhumi dibawah jembatan dan jalan raya, diatas bibir sungai Desa Mas Ubud (dok.pri)"]
[/caption] Inilah keunikan-keunikan yang memukau dari Desa Mas Ubud. Setidaknya kita masih membutuhkan sebuah profil desa yang penduduknya masih mencintai budaya dan karya seni bangsa sendiri, masih melestarikan alam lingkungan karena merasa bahwa alam adalah tempatnya yang harus dicintai melebihi dirinya sendiri juga penduduk desa yang menjunjung tinggi rasa toleransi dan keragaman yang begitu beraneka warna. Sungguh merasa nyaman dan tenang bila kita berada di Desa Mas Ubud. Seperti yang diketahui bersama, kita masih membutuhkan banyak pohon untuk hijaunya dunia dan lestarinya alam. Desa Mas masih memegang teguh adat yang menganggap pohon adalah tempat bernaungnya kehidupan ruhani dan spiritual mereka, sehingga pohon pun dipakaikan kain sarung adat Bali. Inilah kehidupan yang selaras dan harmoni dalam lingkungan hijau, desa berbudaya seni tinggi dan menghargai pemeluk agama yang berbeda. Jayalah Indonesiaku !
Lihat Sosbud Selengkapnya