Mohon tunggu...
Takas T.P Sitanggang
Takas T.P Sitanggang Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mantan Jurnalist. Masih Usahawan

Menulis adalah rasa syukurku kepada Sang Pencipta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Saur Matua

16 September 2018   15:18 Diperbarui: 16 September 2018   19:26 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lalu lintas menuju belokan jalan itu macet total. Puluhan orang berkerumun hingga menutup jalan. Gaduh. Mereka menyaksikan tubuh Tiur yang menggelegak mengenaskan di aspal bak seonggok bangkai yang masih baru. Dari kepala, hidung, dan kupingnya darah berlelehan. Satu kakinya terkulai. Patah.

Seorang pemuda yang tengah duduk jongkok memeriksa keadaan Tiur dengan sigap, seperti seorang dokter atau mahasiswa kedokteran, entahlah, yang jelas dia kemudian mengedarkan pandangan dan menggeleng lemas ke kerumunan itu. "Sudah mati," katanya pada mereka.

Pengemudi wanita berumur 30'an dengan penampilan sebagaimana orang gedongan berdiri gemetar di depan sedannya yang penyok pada bagian bamper yang berbercak darah. Keningnya sedikit benjut akibat benturan. Mukanya pucat. Tubuhnya ciut. Puluhan orang itu serta-merta mengalihkan perhatian padanya dengan mata yang buas bagai harimau.

"Tenang, tenang," kata wanita itu pada mereka dengan kaki dan bibirnya yang gemetar. "Sa-saya akan bertanggung jawab," tandasnya.

**

Keinginan Tiur di sisa hidupnya hanya satu, mati dengan mudah lalu diupacarai adat Saur Matua di kampung halaman tanpa perlu membebani siapa-siapa. Tiur berharap sekali mati tanpa harus melewati proses sekarat lebih dulu. Bukan karena takut menderita menahan sakitnya penyakit melainkan kuatir akan menjadi beban bagi anak, menantu dan cucunya. Apakah mereka akan sabar menjaganya siang-malam, pikirnya. Memapahnya. Menyuapinya. Mencebokinya. Tentu itu sangat merepotkan.

Tidak cara mati saja yang membuat Tiur gelisah. Bagaimana nasib jasadnya juga terus mengusik pikirannya. Jika mati, dia ingin jenazahnya di kuburkan di Samosir bukan di Jakarta. Dengan tujuan agar anak dan cucunya sewaktu-waktu berziarah dan tidak lupa akan kampung halaman. Tetapi mati diupacarai adat Saur Matua bukan perkara gampang. Perlu biaya hingga jutaan rupiah. Dan Tiur masih belum tahu darimana dia akan memperoleh uang sebanyak itu. 

Memang, sudah sewajibnya itu menjadi tanggung jawab anak-anaknya. Contohnya saja beberapa teman sejawatnya, Hotma, Dame, Tiopan, dan yang lainnya, yang sama-sama merantau dari Samosir ke Jakarta. Mereka mati lebih dulu dan jasad mereka diupacarai adat Saur Matua di kampung. Semua biaya ditanggung anak-anak mereka. 

Tetapi Tiur tipe orang yang tak mau merepotkan orang lain. Sedari muda dia berprinsip lebih baik memberi daripada meminta. Pikir Tiur, orang yang sudah tua memang sebaiknya meninggalkan harta yang bisa disisihkan untuk biaya kematiannya sendiri. Dan dia menyayangkan tak punya harta lagi untuk itu.

Jika mengharapkan kedua anaknya jelas sulit. Sebab keadaan ekonomi mereka biasa-biasa saja. Malah cenderung pas-pasan. Warisan almarhum suaminya yang berupa tanah seluas 100 meter saja telah digunakan Putranya mendirikan rumah untuk tempat tinggalnya bersama istri dan dua anaknya.  Sementara tabungan dari hasil menjual pakaian di Tanah Abang yang dikumpulkannya selama bertahun-tahun pun sudah habis dipinjam Putrinya berkali-kali - belum dikembalikan sepeserpun - untuk menambahi modal suaminya membuka usaha toko material. 

"Mestinya kusisahkan sedikit harta untuk diriku sendiri. Kusimpan untuk sekadar menyenang-nyenangkan diri di hari tua dan untuk biaya upacara Saur Matua-ku ketika mati," Tiur membatin. Ada sesal yang timbul di hatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun