Mohon tunggu...
Muhammad Ali Reza
Muhammad Ali Reza Mohon Tunggu... Guru - belajar sepanjang hayat

Setiap penulis akan mati. Hanya karyanyalah yang abadi. Maka tulislah sesuatu yang membahagiakan dirimu di akhirat nanti. (Imam Ali Kw.)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengajar di Masa Pandemi

16 Agustus 2020   01:51 Diperbarui: 16 Agustus 2020   02:00 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Cintalah yang membuat diri betah untuk sesekali bertahan, karena sajak pun sanggup merangkum duka gelisah kehidupan. -Melodia, Umbu

Pandemi yang 'berawal' dari kota Wuhan-China kini menyebar ke pelbagai dunia tak terkecuali Indonesia. Kita tak boleh menyalahkan apalagi berucap sumpah serapah karena adanya virus covid-19 ini. Karena Tuhan--dengan sistemnya yang tak kita ketahui--mempunyai maksud lain yang secara siklus membuat alam ini seimbang. Tentunya ada hikmah dibalik musibah,  setidaknya mengambil pelajaran walaupun itu sebesar biji sawi.

Tepatnya, di pertengahan Maret 2020, diberlakukannya aturan Lockdown. Imbasnya sampai ke segala aspek, termasuk aspek pendidikan. Yang pada biasanya sekolah dapat melaksanakan tatap muka (belajar di sekolah) kini belajar di lakukan di rumah: demi mengurangi penularan virus (cluster baru). Proses belajar mengajar pun dilakukan dengan jarak jauh (PJJ=Pembelajaran Jarak Jauh) juga dengan menonton tayangan televisi di TVRI (BDR=Belajar dari Rumah). 

Komunikasi dengan siswa (wali) via media whatsapp, zoom,  google classroom, dan lain-lain. Tapi tak selamanya berjalan lancar, ada juga pelbagai kendala yang dihadapi seperti halnya yang tak memiliki smartphone, kuota internet, saluran televisi yang tak ada TVRInya, ibu-bapaknya kerja,  dan sebagainya. Jika yang tak memiliki smartphone diberi materi via luring (luar jaringan) dengan memberi pelajaran dalam bentuk diktat atau lembar kerja siswa; yang ibu-bapaknya kerja dapat mengirim tugasnya pada malam harinya; dan sebagainya sefleksibel mungkin.

Efek belajar dari rumah (selanjutnya disingkat BDR), banyak orang tua yang mengeluhkan anaknya susah jika disuruh mengerjakan tugas, alih-alih mengerjakan ini malah main.  Alhasil, tak sedikit yang dibantu oleh orang tua dalam mengerjakan tugas sekolah. "Lebih baik sekolah aja, di rumah malah main" kata salah seorang ortu murid mengeluhkan. 

Sebetulnya jika diperbolehkan, guru pun inginnya proses belajar mengajar itu dilakukan di sekolah. Tapi tak bisa, karena sesuai intruksi pemerintah tak boleh ada tatap muka,  tentunya demi kebaikan bersama. Sebetulnya ini menjadi PR bersama (terutama bagi saya) bagaimana BDR yang mengasyikan itu, BDR yang tidak membuat jenuh. Kegiatan yang dilakukan berulang, memang adakalanya membuat kita jenuh tinggal bagaimana sikap kita memaknai semua itu dan setia. Setia dalam arti kita konsisten melakukan hal tersebut terus menerusi (berulang): karena cinta, katanya Umbu.

Yang memiliki kesan-kesan selama BDR,  atau ingin menanggapi tulisan ini silahkan komen di bawah. 

Semoga kita semua diberi kesabaran dan keteguhan hati di masa pandemi ini. Dan, seperti puisinya Umbu, "Cintalah yang membuat diri betah untuk sesekali bertahan, karena sajak pun sanggup merangkum duka gelisah kehidupan."

Wama taufiqi ila billah, 'alaihi tawakaltu wa ilaihi unib. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun