Hari tanpa jeda seseorang asyik bermain hujan di mata
Waktu yang ramah ...Sinar mentari telah muncul, Doa-doa di cakrawala menimbul
Seorang lelaki berperang dengan isi kepalanya sendiri
Pada setangkai cinta layu. Rindu adalah duri yang melukai aku
Mari ceritakan padaku Tentang apa saja sesuka kamu Siapkan kertas dan pena
Dini hari aku kembali menyaksikan Seseorang menabur kembang, rayakan kehilangan
KEMBALI MENJADI DIRIKUSinar mentari telah redup di mata iniMeski mati-matian dihindariKesedihan turun deras tanpa permisiAku terhanyut oleh luapannyaT
Tidak dapat aku kembalikan masa Kepada kisah apa yang kusuka
Aku pergi mencari kesunyian Menuju tempat terbaik menyemai ingatan Di simpang jalan tak sengaja bertemu dengan puisi
Berulang kali aku meneriakkan rasaku sendiri dari luka paling nyeri
Wajahmu masih bercahaya meski langit kelabu Lampu taman tak satu pun merusak pesonamu
Di sebuah warung makan Seseorang memesan satu hidangan Sambil menerka ...
Senin malam dan seduhan kopi kesekian Ditemani rintik hujan tak berkesudahan
Di jalanan berbatu ... Cinta kita seperti langkah tanpa sepatu Kesakitan usai menapak
Matamu adalah malam yang terlalu dini mengabarkan sepi di dalam hati
Kita tak ingin menuliskan kesedihan sendiri Tetapi kisah telah mati dalam sebuah puisi Dibaca semesta ... Diamini sebagai derita
Kita tidak saling bicara kala matahari redupkan pendar cahayanya
Seorang lelaki menyandarkan kegelisahan, di antara gelap dan sisa basah hujan. Mencoba mengerti diri sendiri, meski lelah bergumul dengan hati.
Di atas tungku yang menyala. Rindu adalah perasaan ibu paling bara
Maafkan aku tak pernah peduli Saat matamu berkaca-kaca tempo hari Kehilangan ini begitu menyakitkan