Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aktivis Mengutuk Tindak Kekerasan dan Kekejaman Seksual Terhadap Anak di Aceh

6 Oktober 2015   06:47 Diperbarui: 6 Oktober 2015   07:59 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Puluhan aktivis yang menamakan diri Awak Droe Only (ADO) pada pukul 10.00 hingga pukul 11.00 WIB  Senin 5 Oktober 2015 melakukan aksi bersama di bundaran Simpang Lima Banda Aceh. Aksi para aktivis tersebut dilakukan dengan mengadakan aksi jalan kaki yang dimulai dari masjid Raya Baiturahman Banda Aceh itu menuju bundaran Simpang Lima Banda Aceh. Di bundaran simpang lima tersebut para aktivis menggelar poster dan spanduk yang menyerukan kepada semua pihak untuk menghukum para pelaku kejahatan seksual terhadap anak seberat-beratnya. Para aktivis dalam poster-poster yang digelar di bundaran itu juga mengajak semua pihak untuk peduli dan berani melawan predator anak-anak. Bukan hanya itu, sebuah spanduk yang berukuran sekitar 5 meter panjangnya, dibawa oleh para aktivis berisi ucapan belasungkawa atas meninggalnya Nurul Fatimah, murid kelas VI MIN Keunaloe, Seulimum, Aceh Besar. Dalam poster itu juga para aktivis mengajak semua orang tua untuk menjaga anak-anak masing – masing dengan baik. Selain menggelar dan membawa poster, para aktivis juga melakukan aksi treatikal selama beberapa saat yang sempat menjadi perhatian para pengguna jalan yang melintasi Simpang Lima.

Aksi yang dilakukan oleh para aktivis dan juga beberapa politisi yang ikut bergabung dalam aksi sekitar 1 jam tersebut, merupakan aksi yang dilakukan atas panggilan jiwa terhadap maraknya peristiwa yang memilukan terhadap anak-anak di Aceh selama bulan September dan Oktober 2015 ini. Pada bulan September 2015 saja tercatat tiga kasus kekerasan dan kekejaman yang dialami oleh 3 orang anak di Aceh pada bulan September 2015 yang lalu, yakni kasus meninggal Ayu Azahra (6 tahun) yang disebut-sebut dilempar dengan lampu teplok dan membakar dirinya, lalu dirawat di rumah sakit dan akhirnya meninggal. Kasus kejahatan kedua pengeroyokan terhadap Nurul Fatimah ( 11 tahun) yang dilakukan oleh anak-anak yang masih berstatus murid Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN Keunaloe, Seulimum Aceh Besar, menyebabkan Nurul meninggal. Kasus ketiga dialami pula oleh seorang anak SD (sebut saja namanya M) yang diperkosa seorang lelaki berusia 42 tahun di Pidie, Aceh, mengingatkan kita pada banyak kasus kejahatan terhadap anak yang selama ini terjadi di Indonesia.

Pada bulan Oktober 2015, tepatnya hari Jumat, terungkap lagi tentang nasib seorang bocah yang masih duduk di kelas V SD di Meulaboh, Aceh barat melahirkan seorang bayi, setelah diperkosa oleh tetangganya. Lalu, hari ini, Senin 5 Oktober 2015, di kecamatan Simpang Tiga, Aceh Besar murid SD diperkosa secara bergilir oleh 4 orang lelaki, namun hingga sekian lama aksi mereka tidak diketahui oleh orang tua maupun guru di sekolahnya.

Koordinator aksi Lapangan ADO, Verru Al-Buchari Keuramat dalam release yang dibagi-bagikan kepada para penggunakan jalan pada saat aksi tersebut mengatakan bahwa “ kekerasan yang dialami oleh anak-anak perempuan saat ini sudah berada pada posisi darurat. Anak-anak perempuan, khususnya kini dalam keadaan darurat kekerasan. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa sebagai keprihatinan bersama melakukan aksi ini, melawan segala bentuk tindak kekerasan terhadap anak-anak, serta terhadap tindakan kejahatan seksual terhadap anak. Selain itu, jika anak diperkosa, maka pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak tersebut harus dihukum dengan hukuman yang seberat-beratnya. Semua pihak, harus orang tua, aparatur Negara, masyarakat harus responsive terahadap persoalan ini. Apalagi dalam konteks Aceh kini sudah ada qanun Nomor 11 tahun 2008 tentang perlindungan Anak. Jadi, secara hukum, sudah memiliki kekuatan untuk membrikan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku kejahatan seksual dan tindakan kekerasan dalam bentuk lain kepada anak-anak di Aceh. Dengan demikian, kita bisa menyelamatkan anak-anak Aceh dari berbagai jenis tindak kekerasan terhadap anak yang mungkin terjadi di masa mendatang.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun