Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Ketika Pengesahan RUU Pemasyarakatan Itu Ditunda

26 September 2019   11:13 Diperbarui: 26 September 2019   11:14 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh Tabrani Yunis

Pagi  Rabu, 25 September 2019, sekitar pikul 09.30 WIB,  kala sedang memeriksa  barang-barang mainan edukatif yang baru tiba di POTRET Gallery kemarin sore, tiba -tiba gawai yang sedang dicas berbunyi. Ya, ada panggilan telepon. 

Ternyata panggilan telepon tersebut dari Kepala BAPAS Kelas II Banda Aceh yang terletak di jalan Laksamana Malahayati, Krueng Cut, Aceh Besar.  

Kepala BAPAS kelas II Banda Aceh itu, Darwan, SH, MH mengundang penulis untuk menghadiri acara Focus Group Discussin (FGD) yang akan digelarnya pada pukul 11.00 WIB di BAPAS kelasa dua, Banda Aeh tersebut. 

Ini adalah undangan yang mendadak, namun karena merasa bahwa bahan yang didiskusikan terasa begitu menarik, yakni mengenai RUU Permasyarakatan, maka tanpa pikir panjang, undangan tersebut penulis sanggupi. 

Artinya, penulis untuk memenuhi undangan tersebut dan bergegas menyelesaikan tugas pengecekan barang di POTRET Gallery, hingga pukul 10.30 WIB. 

Lalu, menghidupkan mobil dan meluncur ke BAPAS tersebut yang memakan waktu lebih kurang 15 menit dan tiba di BAPAS  sekira 15 menit sebelum acara diskusi digelar.  Penulis  bisa cepat, karena tidak ada kemacetan yang berat di waktu itu. 

Kegiatan diskusi dimulai pada pukul 11.05 WIB di aula BAPAS yang berada di dalam area kantor BAPAS tersebut yang dihadiri oleh beberapa orang mahasiswa dari Universitas Islam Negeri ( UIN) Ar-Raniry, Darussalam, Banda Aceh, para staf BAPAS dan dari kalangan dayah serta pemerhati  pemasyarakatan, termasuk penulis sendiri. 

Kegiatan ini, terkait dengan penolakan masyarakat yang dimotori oleh para mahasiswa menolak pembahasan dan pengesahan RUU Penyiaran yang berujung pada ditundanya pengesahan RUU tersebut hingga batas waktu yang tidak ditentukan. 

Dengan penundaan ini, semua pihak berkesempatan untuk meninjau kembali, melihat dan mempelajari kemungkinan persoalan yang muncul dari persoalan penolakan pengesahan RUU Permasyarakatan saat ini.

Kepala BAPAS, Darwan SH,MH yang memimpin diskusi terfokus tersebut menyampaikan bahwa  sebenarnya sebelumnya sudah ada UUD No. 12 tahun 1995, namun sejalan dengan perkembangan masa kini, diperlukan revisi terhadap pasal-pasal tertentu yang dianggap tidak sesuai dengan perkembangan zaman saat ini. Perlu dimasukan muatan-muatan yang dahulu belum termaktub di dalamnya. 

Nah, bagi penulis diskusi ini menarik, karena  menjadi pengetahuan baru dan menumbuhkan rasa kepedulian yang selama ini seakan aturan-aturan hukum atau undang-undang yang dibaut oleh para pembuat kebijakan tersebut, bukan menjadi urusan kita. 

Padahal, sesungguhnya untuk kepentingan semua masyarakat, terutama yang akan tersangkut dengan hukum dan juga bagi para petugas pemasyarakatan yang setiap hari bergelut dengan kegiatan permasyarakatan. Oleh sebab itu, sikap peduli, sikap kritis kita harus ada.

Bila kita membaca dan mengamati munculnya reaksi banyak mahasiswa yang menolak tiga RUU yang akan disahkan dalam sidang paripurna sisa hari kerja DPR tersebut, sebenarnya memang menimbulkan banyak tanya kita. 

Beberapa pertanayaan tersebut di anataranya, pertama, mengapa RUU tersebut, salah satunya RUU Permasyarakatan tersebut masih belum banyak difahami oleh masyarakat Indonesia? 

Apakah karena memang tidak pernah disosialisasikan kepada masyarakat? Kedua,  mengapa pula pengesahannya baru dilakukan ketika masa kerja DPR saat ini akan segera berakhir? Ke tiga, ketika undang-undang Permasyarakatan dan yang dua lainnya itu disahkan, maka pertanyaannya adalah mengakomodir kepentingan siapa? 

Apakah kepentingan masyarakat umum, atau kepentingan DPR dan juga untuk melindungi dan memberikan kenyamanan kepada pelaku korupsi yang ditahan di LAPAS? 

Bukan hanya itu, bahkan ada yang beranggapan bahwa pengesahan sebuah produk undang-undang di ujung sisa masa kerja adalah sebuah tindakan akal-akalan, atau akal bulus yang memiliki modus tertentu. Tentu banyak hal yang membuat hati masyarakat ikut tersayat. 

Oleh sebab itu, ketika RUU Permasyarakatan itu saat ini ditunda, semua pihak harus membuka mata, membuka hati, melihat kembali isi RUU dengan hati yang lurus, sehingga tidak menimbulkan rasa curiga, apalagi terjadi penolakan dengan gerakan penolakan yang berakhir tindak kekerasan. 

Ini bukanlah pilihan yang bijak dan tepat. Maka, mari buka mata, buka hati, berdoa kepada Allah agar diberikan petunjuk agar bangsa ini selamat di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun