Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Perlukah Teknologi 5G bagi Indonesia?

15 September 2018   07:00 Diperbarui: 15 September 2018   11:31 1995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Telepon seluler merupakan alat komunikasi yang paling populer, dilihat dari persentase kepemilikan telepon seluler di seluruh dunia. Tidak terkecuali di Indonesia, dimana pada tahun 2016 penetrasinya sebesar 149,1 persen. 

Artinya, ada beberapa orang yang mempunyai lebih dari satu telepon seluler. Bahkan persentase penetrasi penguna telepon seluler di Indonesia itu lebih besar dari negara tetangga kita, seperti Malaysia dan Singapura.

Jenis dari telepon seluler tentu bermacam-macam. Mulai dari feature phone (yang kegunaan utamanya hanya untuk komunikasi suara dan SMS), sampai dengan smartphone, yang selain untuk komunikasi suara, bisa digunakan juga untuk berbagai keperluan lain (sesuai namanya, smart) dengan bantuan aplikasi yang disediakan pada masing-masing sistem operasi (baik android maupun iOS).

Kalau dilihat dari sistemnya, telepon seluler bisa dibagi menjadi 3 bagian utama, yaitu telepon (handset) itu sendiri, kemudian base station yang tugasnya adalah untuk menerima dan mengirimkan sinyal dari dan ke handset.

Kemudian yang terakhir adalah core network yang tugasnya untuk pertukaran data antara base station dengan sistem utama, misalnya billing, panggilan suara, download data dan sebagainya.

Pada bulan Juni 2018 yang lalu, akhirnya spesifikasi teknologi (seluler) 5G untuk sistem "Stand Alone (SA)" berhasil dirilis. Keberhasilan penyusunan spesifikasi ini merupakan langkah yang penting, karena menjadi pelengkap 5G untuk sistem "Non Stand Alone (NSA)", yang sudah terlebih dahulu dirilis pada bulan Desember 2017.

Sebagai catatan, sistem SA artinya adalah, 5G digunakan pada ekosistem yang murni untuk 5G, mulai dari teknologi radio (atau komunikasi dari telepon seluler ke base station), maupun untuk pertukaran data di dalam network. Negara Tiongkok adalah salah satu negara yang rencananya akan menggunakan sistem SA. 

(c.mi.com)
(c.mi.com)
Sedangkan sistem NSA adalah teknologi 5G digunakan bersama dalam ekosistem dengan teknologi 4G(LTE). Amerika, Korea dan Jepang merupakan negara-negara yang rencananya akan menggunakan sistem NSA.

Dengan dirilisnya spesifikasi tersebut maka sekarang para vendor telekomunikasi bisa memusatkan perhatiannya untuk mengimplementasikan teknologi 5G dengan membuat produk telekomunikasi (baik handset maupun base station) dan merilisnya ke pasaran. 

Walaupun kenyataannya, beberapa vendor telekomunikasi sudah mempunyai prototipe produk 5G-nya saat ini, jadi mereka tinggal meng-upgrade sistemnya untuk menyesuaikan dengan spesifikasi yang baru saja dirilis.

Apa yang hebat dari sistem 5G?

Kalau dilihat dari hurufnya, 5G (Fifth Generation atau generasi ke-5) hanya naik satu tingkat dari sistem 4G yang sekarang kita bisa gunakan. Namun dibandingkan dengan sistem 4G, ada 3 kelebihan utama dari sistem 5G. 

Kelebihan itu adalah, peningkatan kecepatan dan besarnya pertukaran data, peningkatan kemampuan jumlah koneksi yang dilakukan secara simultan dan terakhir adalah penurunan (meminimalkan)  latency dari komunikasi.

Kalau dirangkum, peningkatan kemampuan 5G dibanding dengan 4G bisa dilihat dari gambar berikut ini.

(kakakumag.com)
(kakakumag.com)
Secara teori, kecepatan pertukaran data dari 5G adalah 100 kali dari 4G. Kemudian kemampuan pertukaran jumlah data adalah 1000 kali dibandingkan dengan sistem 4G. Untuk lebih memudahkan pemahaman, gambar dibawah ini bisa menjelaskan bagaimana perbandingan kemampuan kecepatan dan besaran pertukaran data dari sistem mulai 1G(analog), kemudian 2G(GSM), lalu 3G(HSDPA/HSUPA), 4G(LTE) dan kemudian 5G.

Perbandingan sistem dari 1G sampai 5G (www.hitachi-systems-ns.co.jp)
Perbandingan sistem dari 1G sampai 5G (www.hitachi-systems-ns.co.jp)
Jumlah alat (device) yang bisa terkoneksi dengan sistem 5G juga mengalami penambahan yang signifikan, yaitu sekitar 1 juta device per 1Km persegi. Jumlah ini adalah 10 kali lipat kemampuan sistem 4G. 

Peningkatan jumlah alat yang bisa terkoneksi ini sangat penting, karena untuk IoT (Internet of Things) misalnya, akan ada banyak device yang mempunyai kemampuan dan harus terkoneksi dengan Internet. Contohnya, alat-alat (elektronik) yang ada di setiap rumah tangga seperti kulkas, lampu ruangan, meteran listrik/air, sistem sekuriti dan lainnya.

Kemudian yang terakhir, penurunan latency (keterlambatan) dari sekitar 10ms di sistem 4G menjadi hanya 1ms di sistem 5G merupakan pencapaian yang penting. Latency merupakan kendala yang paling besar, misalnya dalam penerapan teknologi self-driving, ataupun misalnya jika kita mengoperasikan suatu alat dari jarak jauh (remote operation). 

Dengan kemampuan meminimalkan latency menjadi hanya 1ms, menjadikan teknologi self-driving dan remote operation bukanlah sesuatu hal yang mustahil.

Untuk sekedar catatan, rencana pemerintah Jepang untuk memanfaatkan teknologi 5G sudah pernah saya bahas disini. Lalu, bagaimana dengan Indonesia?

Perlukah 5G bagi Indonesia?

Ada 3 faktor penentu bagi implementasi teknologi baru, terutama teknologi seluler 5G. Yang pertama adalah pemerintah, kemudian operator/provider telekomunikasi, dan yang terakhir adalah masyarakat pengguna teknologi itu sendiri.

Pemerintah sebagai regulator dari kebijakan, termasuk kebijakan dalam penggunaan teknologi merupakan faktor utama yang menentukan kesiapan dari penerapan teknologi baru, dalam hal ini teknologi 5G. 

Meskipun penerapan teknologi ini (mungkin) masih lama (karena kita masih memusatkan pekerjaan pada perluasan jaringan 4G), namun sebaiknya pemerintah juga mempersiapkan rencana bagaimana pemanfaatan teknologi 5G. 

Saya belum bisa menemukan dokumen yang mendeskripsikan bagaimana rencana pemanfaatan teknologi 5G di Indonesia. Saya kira masyarakat juga perlu diberikan informasi tentang hal ini, terutama untuk antisipasi gelombang revolusi industri 4.0, yang akan datang tidak lama lagi dan implementasinya membutuhkan teknologi 5G.

Seperti saya sudah jelaskan di awal, teknologi seluler dibagi menjadi 3 bagian yang diantaranya adalah handset dan base station. Gelombang radio (spektrum) yang digunakan untuk pertukaran sinyal (dan data) antara handset dan base station pada teknologi 5G banyak menggunakan spektrum baru.

Kesiapan pemerintah dalam penyediaan dan penataan spektrum (refarming) sangat penting, supaya penggunaan spektrum tidak semrawut dan tumpang tindih. Terutama beberapa teknologi lain, misalnya teknologi siaran televisi digital, juga membutuhkan alokasi spektrum baru untuk masing-masing stasiun televisi. 

Sistem pembagian (lelang) spektrum yang transparan kepada provider telekomunikasi juga menjadi bagian yang tidak bisa dikesampingkan, karena kita juga tidak mau ada provider nakal yang kemudian mau menguasai (memonopoli) spektrum strategis, dimana spektrum ini mempunyai kemampuan misalnya penyebaran sinyalnya lebih luas dan efektif.

Operator (provider) telekomunikasi memegang peranan penting juga, karena umumnya mereka hanya mau fokus pada keuntungan belaka (profit oriented), sehingga kepuasan pelanggan terkadang dilupakan. Operator juga dituntut untuk menyajikan layanan yang maksimal dengan konten yang berkualitas. 

Meskipun, kita tidak bisa menutup mata bahwa untuk teknologi 5G, harus ada biaya pengganti bagi operator kerena mereka harus merogoh koceknya dalam-dalam untuk "belanja" base station baru dan juga untuk kesiapan core networknya (dalam bahasa ekonomi disebut Capital Expenditure atau Capex) dan juga biaya anggaran untuk pemeliharaan alat-alat tersebut sehari-hari beserta biaya sistem/software upgrade secara berkala (Operational Expenditure atau Opex).

Yang terakhir, kesiapan masyarakat untuk menggunakan teknologi 5G merupakan hal yang penting. Kita semua tahu bahwa kehadiran gawai yang memanfaatkan teknologi telekomunikasi (seluler), misalnya smartphone yang sekarang sudah bisa dinikmati oleh sebagian besar masyarakat, tidak hanya menimbulkan dampak positif. 

Kita bisa merasakan banyak juga dampak negatifnya, seperti bagaimana mewabahnya hoax, fake news, ujaran kebencian, caci maki, bully, dan sebagainya yang dengan mudah kita temukan dalam media sosial---misalnya facebook, instagram, whatsapp---sehingga terkadang mengganggu bahkan merusak tatanan kehidupan masyarakat. 

Kehadiran teknologi ini selain membawa berkah, juga terkadang menjadi bencana bagi kita. Kalau teknologi 5G---dimana informasi data dengan jumlah yang besar dapat dengan cepat kita peroleh---tidak membawa kebaikan, maka tidak ada gunanya teknologi itu. 

Pemerintah, bahu-membahu bersama dengan operator telekomunikasi, ada baiknya cepat membenahi masalah yang sudah saya sebutkan diatas. Visi tentang bagaimana pemanfaatan teknologi 5G sudah harus dipikirkan dan sekaligus diinformasikan kepada masyarakat luas agar masyarakat (terutama juga pihak swasta) bisa mempersiapkan bagaimana pemanfaatan teknologi tesebut kedepannya. 

Perlu atau tidaknya teknologi 5G tergantung dari kemauan dan niat baik pemerintah, pihak operator dan kita sebagai pengguna teknologi itu sendiri. Karena mau tidak mau, teknologi itu akan datang meskipun kita tidak siap. 

Maka, jangan sampai kita terhempas dan kemudian hanyut karena hantaman gelombang tsunami digital dan teknologi yang akan merambah dunia pada masa yang tidak lama lagi dari sekarang.

Dengan teknologi 5G, bukan hanya kehidupan sehari-hari akan berubah. Dunia juga akan berubah. Sudah siapkah kita semua?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun