Mohon tunggu...
Sry Lestari Samosir
Sry Lestari Samosir Mohon Tunggu... Editor -

I'm a simply girl

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Merevitalisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam menjaga Lingkungan Hutan Pakpak Bharat

25 September 2015   08:42 Diperbarui: 25 September 2015   09:18 701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Pakpak merupakan suatu kelompok suku bangsa yang terdapat di Sumatera Utara. Secara tradisional wilayah komunitasnya disebut tanoh Pakpak. Tanoh Pakpak terbagi atas sub wilayah yakni: Simsim, Keppas, Pegagan (Kab Dairi), Kelasen (Kec. Parlilitan – Humbahas) dan Kec. Manduamas (Tapteng) Serta Boang (Aceh Singkel). Dalam administratif di 5 Kabupaten, yakni: Kab Pakpak Bharat, Kab Dairi, Kab Humbang Hassundutan, Kab Tapanuli Tengah (Sumatera Utara) dan Kab Singkel (NAD).

            Masyarakat adat Pakpak memiliki sejumlah nilai budaya, pengetahuan, aturan, kepercayaan, tabu, sanksi, upacara dan perilaku budaya yang arif dalam pengelolaan lingkungan. Kearifan dalam konservasi alam tersebut terjadi dalam berhubungan dengan alam. Ada yang disadari dan ada pula yang tidak disadari oleh masyarakat Pakpak yang terkandung dalam sejumlah nilai, aturan, tabu dan upacara terutama kegiatan yang berhubungan langsung dengan alam seperti dalam sistem ladang berpindah, mencari damar, berburu, dan meramu dan pengelolaan hutan kemenyaan.

        Selain itu berhubungan dengan kepercayaan tradisional di setiap lebih dan kuta ditemukan atau dikenal adanya area-area yang pantang untuk di ganggu unsur biotik dan abiotik yang ada di dalamnya karena dianggap mempunyai kekuatan gaib antara lain: rabag, gua, daerah pinggiran sungai dan jenis-jenis pohon dan binatang tertentu yang dianggap memiliki mana. Jenis tumbuhan tersebut misalnya pohon ara, Simbernaik (sejenis pohon penyubur tanah)

        Jenis binatang yang jarang diganggu misalnya monyet, kera dan harimau. Pada awalnya tempat-tempat tersebut dijadikan sebagai tempat persembahan terhadap kekuatan gaib namun saat ini walaupun umumnya mereka telah menganut agama-agama besar seperti Islam dan Kristen, tetap dianggap keramat dan mempunyai kekuatan sehingga kalau diganggu dapat berakibat terhadap keselamatan baik secara langsung maupun tidak langsung (Berutu, 1994; 1996; 1997;1998; 1999)

Kearifan lokal terkait dengan pengelolaan hutan kemenyan masyarakat Pakpak, yaitu dengan tidak menebang pohon ataupun membuka lahan baru melainkan mengusahakan pohon kemenyan yang tumbuh liar. Adapun pembukaan lahan baru namun tidak dimaksudkan menjadikan hutan kemenyan menjadi hutan tanaman monokultur. Petani kemenyan juga menggunakan alat-alat yang masih tradisional yang mereka buat sendiri. Nilai, aturan serta makna yang ada pada masyarakat Pakpak tersebut semuanya tercakup dalam kepercayaan dan upacara-upacara adat. Kepercayaan petani kepada penghuni hutan merupakan salah satu nilai luhur yang turut menjaga kelestarian hutan. Persembahan dalam bentuk pemberian sesajen (memele) kepada nenek moyang (penjaga hutan) merupakan bentuk penghormatan masyarakat Pakpak kepada hutan yang telah memberikan penghidupan kepada mereka.

            Namun pada kenyataannya saat ini sudah banyak masyarakat lokal yang mengabaikan makna kearifan lokal tersebut. Daerah yang menjadi hutan adat pun semakin gersang. Banyak pohon-pohon yang dirambah kayu-kayu untuk kepentingan kapital. Sebut saja Kaum Kapitalis yang menjadi Rampok biang keladi perusakan lahan hutan. Seperti data yang saya dapatkan dari informan bahwa TPL banyak merambah hutan masyarakat sehingga sumber-sumber air di Pakpak Bharat sudah mulai mengering. “Banyak sawah-sawah sudah kekeringan karena sumber airnya mati. Dan yang paling parahnya lagi PLTMH (pembangkit listrik tenaga mikro hidro terancam stop beroperasi akibat kekurangan debit air. Hutan di hulu juga sudah rusak dan terancam mengakibatkan banjir bandang karena tidak bisa menahan air lagi,” ungkap seorang petani dengan nada lirih.

            Adalah ketidakberdayaan masyarakat yang mengakibatkan mereka kehilangan rantai penghubung dengan kesadaran pentingnya menjaga lingkungan hidup. Dengan imbalan setumpuk uang mereka dipaksa tutup mulut. Tutup mata, tutup telinga dan bahkan bungkam suara hati membiarkan hutan dirambah para ELITE POLITIK. Tanpa mereka sadari mereka telah turut mengancam kehidupan anak cucunya kelak.

            Sudah saatnya menyadarkan kembali seluruh elemen masyarakat agar menyelamatkan lingkungan hutan. Pun kita sebagai generasi muda bangsa Indonesia dimana pun berada agar dapat kembali merevitalisasi nilai-nilai kearifan lokal agar kita dapat menjaga dan melestarikan budaya serta mengelola sumber daya alam yang ada di daerah kita. Disinilah kita sebagai warga negara dan warga adat sebagai kaum intelek dan berbudaya akan sangat dibutuhkan.

Jejak rekam kearifan lokal harus terus digali, ditulis dan dipublikasikan agar kesadaran masyarakat meningkat jangan dibiarkan tinggal sebagai sejarah. Kegiatan publikasi, diskusi ilmiah, dialog dan aksi lapangan juga terus ditingkatkan melalui kerjasama berbagai pihak salah satunya seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Para akademisi serta aparat pemerintah. Tak hanya untuk Pakpak, tapi untuk Indonesia dan dunia agar bumi kita tetap terjaga.

 

Sebuah Simpulan Seminar Revitalisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Terhadap Lingkungan Hutan Pada Masyarakat Adat Pakpak Bharat 22/4

Pend.Antropologi Unimed.

Sry Lestari Samosir

 

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun