Mohon tunggu...
Syukri Somad
Syukri Somad Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Loan Agreement Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

19 Mei 2015   17:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:49 1125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah Indonesia acap kali melakukan Perjanjian Pinjaman Luar Negeri atauyang popular dikenal dengan istilah Loan Agreement untukPengadaan Barang/Jasa Pemerintah (publik Procurement), alasan terbesar seringnya Loan Agreement menjadi kebiasaan yang di tanda tangani PemerintahIndonesia adalah karena tidak cukupnya anggaran. Di ketahui bahwa anggaran Pengadaan Barang/Jasa di Indonesia baik di pusat maupun daerah berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (selanjutnya di singkat APBN/APBD). Penerimaan perpajakan maupun penerimaan bukan pajak setiap tahunnya akan masuk ke kas negara tidak hanya diperuntukkan kepada Barang/Jasa , tetapi segalanya sudah mencakup untuk belanja negara dan pembiayaan dalam ataupun luar negeri.

Loan Agreement atau perjanjian pinjaman adalah kontrak antara peminjam dan pemberi pinjaman yang mengatur hak dan kewajiban di dalamnya. Loan agreementsebagai Perjanjian Pinjaman Luar Negeri fungsinya sama dengan undang-undang yakni berlaku kepada para pihak yang bersepakat membuat perjanjian. Hal-hal yang berhubungan syarat sah atau tidaknya Loan Agreement mengacu kepada sarat sah perjanjian pada umumnya sebagaimana jika dilihatdalam hukum Indonesia tepatnya pasal 1320 KUHPerdata yang mensyaratkan sah sebuah perjanjian yakni (1) sepakat mengikatkan dirinya dalam sebuah perjanjian;(2) kecakapan untuk melakukan perjanjian; (3) suatu hal tertentu dan (4) sebab yang halal.

Dalam hukum Internasional status Loan Agreement yang dilakukan olehPemerintah Indonesia dengan pihak pemberi pinjaman luar negeri (selanjutnya di singkatdengan PPLN) baik secara bilateral negara tertentu ataupun secara multilateral organisasi yang mengurusi pinjaman seperti Asia Depelopment Bank(ADB) dan International Depelopment Bank (ADB) masuk kedalamranahnyaHukum Internasional Publik. Demikian karena Loan Agreement tersebut dilakukanOleh Subjek Hukum Internasional yakni negara dengan negara atau negara dengan Organisasi Internasional. Kemudian jika mengacu kepada Undang-Undang Nomor24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasionalsebagaimana terdapat dalam Pasal 1 angka (1) menyatakan:

“Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hakdan kewajiban di bidang hukum publik.”

Kemudian dilanjutkan dalam Pasal 4 ayat (1) bahwa:

“Pemerintah Republik Indonesia membuat perjanjian internasional dengan satunegara atau lebih, organisasi internasional, atau subjek hukum internasional lain berdasarkan kesepakatan, dan para pihak berkewajiban untuk melaksanakanperjanjian tersebut dengan itikad baik”

Telah jelas bahwa setiap Loan Agreementdalam PengadaanBarang/JasaPemerintah yang dilakukan Pemerintah Indonesia dengan negara atauorganisasi PPLN merupakan salah satu contoh perjanjian Internasional, terlepasdari bentuk dan namanya (nomenclature). Kemudian dalam hal pinjaman luar negeri sebagaimana di dahului dengan Loan Agreement menjadi klasifikasi penting dalam perjanjian internasional sehingga ketika telah di tandatangani harus dilakukan pengesahan dalam bentuk Undang-undang. Menurut Mochtar Kusumaatmadja dalam bukunya Pengantar Hukum Internasional (hal. 120) klasifikasi menurutmaterimateri perjanjian dimaksudkan agar terciptanya kepastian hukum dankeseragamanatas bentuk pengesahan perjanjian internasional dengan undang-undang.

Klasifikasi Perjanjian Internasional menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000tentang Perjanjian Internasional perlu dilakukan dengan undang-undangapabilaapabila berkenaan dengan :

a. masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara;

b. perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara RepublikIndonesia;

c. kedaulatan atau hak berdaulat negara;

d. hak asasi manusia dan lingkungan hidup;

e. pembentukan kaidah hukum baru;

f. pinjaman dan/atau hibah luar negeri.

Suatu Perjanjian Internasional selain berkenaan dengan hal diatas maka dilakukan pengesahan dengan Peraturan Presiden. Jelas bahwa Loans Agreement pada hakikatnya dilakukan pengesahan dalam hukum Indonesia dengan bentuk undang- undang, akan tetapi dilihat dahulu dalam ketentuan Loan Agreementyang di perjanjikan kedua belah pihak apakah mensyaratkan dilakukan pengesahan atau tidak, jika tidak tercantum di dalamnya maka pengesahan tidak mutlak dilakukan.

Sebuah pertanyaan muncul kemudian bahwa hukum manakah yang akan berlaku dalam LoansAgreementPengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dilakukan Indonesia dengan negara atau organisasi PPLN. Untuk menjawab pertanyaan tersebut merupakan sebuah dilema karena Indonesia telahmengaturnya ke dalam Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 danperubahannya tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sedangkan negara atau organisasi PPLN memiliki ketentuannya tersendiri yang di tuangkannya ke dalam Procurement Guideline.

Jika di telisisk lebih dalam bahwa dalam dalam Peraturan Presiden Nomor 54 tahun2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menghendaki bahwa yang digunakan adalah sesuai dengan hukum Indonesia denganmengedepankankepentingan nasional, selanjutnya dalam Procurement Guidelineyang di buat olehnegara atau organisasi PPLN menyaratkan kepada hukumInternasional dengan berbagai ketentuan yang memperlihatkan lebih menguntungkan kepada negaranya.

Senada dengan hal tersebut, seorang ahli hukum Internasional, Damos Dumoli Agusman dalam bukunya Hukum Perjanjian Internasional: Kajian Teori dan Praktik Indonesia menyatakan:

dewasa ini telah terdapat tren bahwa dalam perjanjian pinjaman di antara pihak- pihak tersebut di atas kerap dipersyaratkan bahwa perjanjian tersebut tidak tundukpada yurisdiksi nasional salah satu negara pihak dalam perjanjian. Damos mencontohkan General Conditions for Loans IBRD 2005. Sehingga, dalam hal hukum internasional mengatur perjanjian di antara pihak dalam konstelasi ini,makapara pihak secara sadar memosisikan dirinya seimbang di hadapan hukum internasional.

Sehingga pada akhirnya, sebagai negara peminjam, Pemerintah Indonesia tentu harus memahami ketentuan yang di buat oleh negara atau organisasi PPLN, tetapi dalam hal ini juga harus berpikir bahwa ketika Loan Agreementhendak di tandatangani melihat dampak yang di timbulkan, tidak inginnyapenyediaBarang/Jasa dalam negeri tidak menikmati proyek-proyek pengadaan yang menyejahterakan bangsa. Sebuah mimpi besar Bangsa Indonesia mempunyai ketentuan khusus mengenai Pengadaan Barang/Jasa yang berawal dari Loan Agreement


Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun