Mohon tunggu...
Syifaul Afif Ahdianti
Syifaul Afif Ahdianti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

An INFP and an undergraduate student in Public Administration at Airlangga University.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Penggunaan Influencer dalam Sosialisasi Kebijakan Pemerintah, Efektifkah?

9 Juni 2022   10:00 Diperbarui: 9 Juni 2022   10:06 2915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seiring dengan berjalannya waktu, penggunaan media sosial mengalami kenaikan jumlah pengguna yang cukup pesat. Peningkatan ini menyebabkan munculnya tren baru, yakni influencer. Influencer sendiri diartikan sebagai seorang public figure yang memiliki banyak pengikut di media sosial dan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi pengikutnya.

Influencer ini biasanya digunakan sebagai promotor bagi suatu perusahaan untuk memasarkan produknya. Pada umumnya mereka dijadikan brand ambassador, paid promote, maupun endorse. Namun, saat ini di Indonesia influencer tidak hanya digunakan sebagai promotor perusahaan saja, tetapi juga digunakan sebagai agen untuk menyosialisasikan mengenai kebijakan pemerintah kepada masyarakat luas.

Faktor yang melatarbelakangi pemerintah menggunakan jasa influencer adalah pemerintah menilai bahwa influencer memiliki pengaruh yang besar terhadap pengikut mereka di media sosial, selain itu mereka juga dapat menjangkau banyak kalangan termasuk kalangan milenial dengan cepat dan mudah. Oleh sebab itu penggunaan influencer ini dianggap pilihan yang efektif untuk menyosialisasikan program dan kebijakan pemerintah kepada kalangan masyarakat dan milenial.

Berikut ini merupakan beberapa contoh sosialisasi program dan kebijakan pemerintah yang dilakukan oleh influencer:

  • Promosi wisata pada awal pandemi covid-19

Sosialisasi ini dilakukan oleh influencer dengan mempromosikan destinasi-destinasi wisata menarik yang ada di Indonesia, hal ini bertujuan untuk memulihkan perekonomian Indonesia di sektor pariwisata yang sempat lesu. Namun, tindakan pemerintah ini kurang tepat dilakukan karena pada saat promosi, kasus covid-19 baru ditemukan di Wuhan, China. Lalu tak lama setelah pemerintah merencanakan program tersebut, Presiden Joko Widodo mengumumkan adanya kasus covid-19 pertama di Indonesia. Program pemerintah ini mendapatkan reaksi negatif dari masyarakat, karena pemerintah dianggap lebih mementingkan perekonomian dibandingkan mencegah covid-19 masuk di Indonesia.

  • Sosialisasi vaksinasi covid-19

Sosialisasi ini dilakukan oleh Raffi Ahmad dengan melakukan suntik vaksin bersama Presiden Joko Widodo. Awalnya program ini berjalan lancar, namun setelah vaksinasi tersebut dilakukan Raffi Ahmad diketahui menghadiri acara pesta dengan berkerumun dan tidak menaati protokol kesehatan.

  • Sosialisasi berantas ekstremisme

Sosialisasi ini merupakan bentuk implementasi dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024 (RAN PE) yang telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 7 Januari. Sosialisasi RAN PE sendiri bertujuan untuk menanggulangi ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme oleh setiap kementerian/lembaga terkait. Dalam sosialisasi ini pemerintah melibatkan tokoh agama, adat, tokoh perempuan, media massa, dan influencer.

Kebijakan pemerintah menggandeng influencer sebagai sarana mengampanyekan dan menyosialisasikan program serta kebijakannya memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah. Manfaat yang diperoleh adalah pemerintah dapat menjangkau berbagai kalangan masyarakat dengan cepat dan mudah melalui influencer, selain itu influencer juga dapat menyampaikan informasi dengan lebih mudah dan dapat dipahami oleh masyarakat luas.

Namun penggunaan influencer ini dalam pengimplementasiannya masih banyak ditemukan kekurangan. Seperti yang dilakukan oleh Raffi Ahmad sebelumnya, dalam kasus tersebut influencer sudah sepatutnya memahami dan ikut berkoordinasi dengan pemerintah terkait tindakan apa yang harus dan tidak boleh mereka lakukan saat melakukan sosialisasi tersebut, sehingga kesalahan seperti yang terjadi sebelumnya dapat dihindari. Selain itu, penting bagi pemerintah untuk memilih dengan tepat influencer yang akan dijadikan promotor sehingga informasi yang hendak disampaikan kepada masyarakat dapat diterima dengan baik.

Melihat dari berbagai permasalahan yang terjadi, penggunaan influencer sebagai agen sosialisasi program dan kebijakan pemerintah masih belum efektif. Penggunaan influencer membutuhkan dana yang besar, sedangkan pemerintah sendiri nampaknya belum mempersiapkan secara matang terkait dengan dana dan anggaran untuk program tersebut. Dilansir dari laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) pemerintah Indonesia telah menghabiskan anggaran sebesar Rp 90,45 miliar untuk melibatkan para influencer dalam sosialisasi program dan kebijakan publik, hal ini menuai polemik di masyarakat karena ketidaktransparan informasi mengenai dana yang dialokasikan untuk program tersebut. ICW juga menyimpulkan bahwa pemerintah tidak percaya diri dengan program-program yang dijalankan sehingga harus menggunakan jasa influencer untuk menarik minat masyarakat.

Selain itu penggunaan influencer itu sendiri juga kurang tepat, karena influencer tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk menyosialisasikan program dan kebijakan dari pemerintah. Dalam hal ini banyak influencer yang tidak mengetahui dan memahami informasi yang hendak disampaikan kepada masyarakat dan informasi yang mereka berikan cenderung menyesatkan. Dapat disimpulkan bahwa influencer hanya berperan sebagai penarik minat masyarakat dan mereka tidak benar-benar memahami mengenai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Seharusnya pemerintah menggunakan tokoh agama, tokoh masyarakat, RT, RW, akademisi, maupun mahasiswa karena mereka memiliki kapasitas yang cukup untuk melakukan hal tersebut, selain itu penggunaan beberapa pihak tersebut juga lebih menghemat dana yang dikeluarkan oleh pemerintah jika dibandingkan menggunakan influencer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun