Mohon tunggu...
Syifa Amalia
Syifa Amalia Mohon Tunggu... Penulis - Pencerita

Kadang nulis, kadang nonton film || Find me on Instagram @syifaamaliac.

Selanjutnya

Tutup

Hobby

"Laut Bercerita", Merawat Ingatan sebagai Seni Bertahan Hidup

23 April 2020   20:22 Diperbarui: 24 April 2020   13:25 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berawal dari mendiskusikan buku-buku Pram hingga Oliver karya Charles Dickens sampai terlibat aksi Blangguan yang berujung membuatnya ditangkap.

Bertahun-tahun, Laut bersama teman-temannya berpindah-pindah dan hidup dalam penyamaran. Mencari tempat yang aman agar mereka tidak begitu mudah ditemukan. Sampai akhirnya, satu per satu dari mereka berhasil ditangkap dan sebagian dari mereka bahkan tidak pernah kembali lagi.

Novel ini terbagi menjadi dua bagian yang terpisah, bagian pertama menceritakan berdasarkan sudut pandang Biru Laut yang hidup dalam bahaya. Sedangkan pada bagian kedua, diambil dari sudut pandang Asmara Jati, adik Biru Laut yang hidup dalam dunia ketidakpastian menanti kapan Biru Laut akan mengetuk pintu rumah.

Laut Bercerita menjadi karya yang sangat emosional karena pembaca dipaksa melihat bagaimana sebuah keluarga yang berusaha menghidupkan kenangan-kenangan saat dimana semuanya masih baik-baik saja sebagai salah satu cara agar membuatnya tetap utuh.

Asmara Jati bersama orang tuanya mulai menjalani kehidupan penuh penyangkalan semenjak Laut hilang pada Mei 1998.

"Sudah lama aku hidup bersama suara, napas, dan air mata ini: penyangkalan. Penyangkalan adalah satu cara untuk bertahan hidup. Menyangkal bahwa mereka diculik dan menyangkal kemungkinan besar bahwa mereka sudah dibunuh" (hlm. 239)

Mereka masih menyimpan harapan bahwa suatu saat nanti Laut akan mengetuk pintu dan kembali bersama menikmati makan malam Tengkleng buatan Ibu seperti biasanya. 

Narasi semacam inilah yang berusaha Ayah dan Ibu hidupkan agar tetap merasakan Laut ada di dekat mereka. Seperti Ayah yang selalu menyetel vinyl lagu Blackbirds – The Beatles setiap hari minggu pada saat jam makan malam. 

Menyusun empat piring di meja makan dan menyisakan satu kursi untuk Laut. Bahkan kamar Laut masih dibiarkan pada posisi yang sama tanpa sedikit niat untuk merubahnya. Sebuah ritual penyangkalan yang selalu dilakukan selama bertahun-tahun.

Dan yang paling berat bagi semua orangtua dan keluarga aktivis yang hilang adalah: insomnia dan ketidakpastian. Kedua orangtuaku tak pernah lagi tidur dan sukar makan karena selalu menanti “Mas Laut muncul di depan pintu dan akan lebih enak makan bersama.” (hlm. 245)

Mereka hidup dalam ruang-ruang kosong yang sengaja dibuatnya sendiri. Menggunakan logika apapun demi menghidupkan penyangkalan itu. Ayah dan Ibu seolah hidup pada satu titik dimana sangat kontradiktif dengan realitas yang bergerak cepat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun