Mohon tunggu...
syarif ridwan
syarif ridwan Mohon Tunggu... Guru - Lahir di Kab. Maros, Sulawesi Selatan, tahun 1969. Usai menamatkan pendidikan di PonPes Darul Arqam Gombara, Makassar pada 1988. Menetap di Jakarta sejak tahun 88 hingga 2013. Kini menetap di Kab. Serang setelah tinggal di Kab. Tangerang hingga 2013.

Lahir di Makassar 1969. Pest. Darul Arqam 88, LIPIA 93. Kini menetap di Kab. Serang, setelah tinggal beberapa tahun lamanya di Tangerang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Adakah Alasan untuk Tidak Mencintaimu, Indonesia?

18 Agustus 2009   15:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:49 1777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Adakah alasan untuk tidak mencintaimu, Indonesia! Negeri tempatku lahir dan bertumbuh. Negeri yang indah nan elok. Negeri yang bak hamparan zamrud di Khatulistiwa. Negeri yang laksana sekeping syurga Allah di bumi-Nya. Negeri dengan segala kebhinekaannya; agama, suku, bahasa, tradisi dan budaya adalah harmoni indah yang saling merekat, memperkuat hingga tetap utuh dan satu.

Adakah alasan untuk tidak mencintaimu, Indonesia! Negeri yang sungguh kaya raya, dengan hasil bumi; emas, gas, batubara, hasil hutan, ikan, berlian, intan dan beragama kekayaan lain yang cukup untuk membuat rakyatmu kaya raya, hidup makmur dan berkecukupan. Gemah ripah loh jinawi.

Adakah alasan untuk tidak mencintaimu, Indonesia! Rakyat negerimu memiliki tradisi dan nilai-nilai luhur khas Timur yang tidak dimiliki bangsa lain; gotong-royong, tolong-menolong, murah senyum, supel, ramah, beragam keunikan dan keistimewaan lain, membuat rakyat negara lain begitu menyukaimu, Indonesia. Masyarakatmu, kata mereka, memiliki senyum tulus yang tidak dibuat-buat. Mereka ramah, supel dan menghormati tamu yang datang berkunjung kepadamu.

Adakah alasan untuk tidak mencintaimu, Indonesia! Para pendahulu kami, anak-anak negerimu telah memperlihatkan kepada kami bukti cinta mereka padamu. Mereka rela korbankan jiwa raganya mengusir para penjajah, merebut kembali harkat, martabat dan kemerdekaanmu. Mereka para pahlawanmu, rela korbankan semua itu karena cintanya padamu dan generasi baru yang lahir.

Namun, apakah kini yang terjadi padamu, Indonesia? Keindahan dan keelokanmu dirusak perlahan. Hutan yang luas milikmu diberbagai pulai kini mulai habis ditebas, tinggalkan tanah gersang yang tak mampu menyerap air hujan, jadi penyebab longsor dan banjir. Kekayaaanmu dieksploitasi dengan rakus, bahkan acap merusakmu hingga parah; merusak tatanan ekosistem, alam dan lingkungan masyarakat sekitarnya. Mereka yang seharusnya turut menikmati kekayaanmu hanya bisa meringis pilu. Kesenjangan ekonomi sungguh sangat dahsyat. Membuat seorang Rhoma Irama berkata, "Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin."

Apa yang kini terjadi padamu, Indonesia? Masyarakatmu yang dikenal ramah dan murah senyum, ternyata telah berubah wujud jadi pemarah, penuh benci dan dendam kesumat. Dengarlah cerita pilu tentang korban kejahatan; dirampok, diperkosa, dibunuh bahkan dimutilasi. Bangsamu seakan kembali ke zaman bar-bar; yang kuat memangsa yang lemah. Berita kejahatan seakan jadi lagu pembuka lembaran awal keseharian kami.

Kini, adakah alasan untuk mencintaimu, Indonesia? Jerit seorang ibu yang anak tercintanya mati tertembak oleh aparat saat demo, dan hingga kini belum ia temukan keadilan, entah kepada siapa ia harus mencari kebenara.

Adakah alasan untuk mencintaimu, Indonesia! Teriak seorang bapak yang rumahnya tertimbun lumpur Lapindo dan hingga kini belum dapat ganti rugi yang memadai.

Adakah alasan untuk mencintaimu, Indonesia? Kata seorang nenek renta dengan lirih, sambil terus mengais gunungan sampah Bantar Gebang, mencari plastik bekas yang dapat ia jual untuk makan hari itu.

Adakah alasan untuk mencintaimu, Indonesia! Kata seorang pemuda sarjana yang belum juga mendapatkan pekerjaan. Dengan langkah gontai ia tinggalkan gerbang gedung mewah itu karena lamarannya baru saja ditolak!

Adakah alasan untuk mencintaimu, Indonesia! Kata seorang tua yang hidup berpindah-pindah bersama istri dan ketiga anaknya, bersama gerobak kayu yang jadi rumah tinggal mereka.

Adakah alasan untuk tetap mencintaimu, Indonesia? Saat kekayaan milikmu masih saja dijarah para koruptor yang tiada habis-habisnya.

Adakah alasan untuk tetap mencintaimu, Indonesia? Tangis seorang ibu sambil menggendong anaknya yang masih kecil. Entah dimana ia akan pergi setelah rumahnya digusur Satpol PP dan Trantib.

Adakah alasan untuk mencintaimu, Indonesia? Saat pemimpin negeri ini belum juga berdamai dan legowo, memperlihatkan pada kami keteladanan seorang pemimpin; mengalah secara kesatria dan mengucap selamat kepada sang pemenang.

Sungguh, kami tetap ingin mencintaimu tanpa alasan. Menikmati kemerdekaanmu yang ke 64 tahun. Menikmati nikmat yang Allah Ta'ala curahkan padamu. Menikmatimu sebagai negeri yang aman dan damai. Sampaikan pesan kepada para pemimpin, semoga mereka senantiasa peduli dan cinta pada kami, rakyat Indonesia. Agar kami tak pernah punya alasan untuk tidak mencintaimu, Indonesia!

Utan Kayu, 18.08.2009

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun