Mohon tunggu...
Syarif Nurhidayat
Syarif Nurhidayat Mohon Tunggu... Dosen - Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Manusia hidup harus dengan kemanusiaannya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hukum, Masyarakat, Peradaban, dan Kepemimpinan

26 September 2021   06:39 Diperbarui: 26 September 2021   06:43 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ada adagium hukum mengikuti perkembangan masyarakat. Artinya, hukum senantiasa tertinggal satu Langkah di belakang. Dalam Bahasa yang lebih positif, hukum bersifat menyesuaikan perkembangan masyarakat yang ada. Hukum lebih banyak berfungsi sebagai kontrol, agar perkembangan masyarakat tidak melenceng menciderai nilai dan pandangan hidup masyarakat yang utama. Di sisi lain, salah satu fungsi hukum adalah as tool of social engineering atau alat rekayasa sosial. Hukum diharapkan juga mampu menjadi pemicu perubahan sosial menuju masyarakat yang lebih beradab. Dua posisi ini bersifat dialektis, dibutuhkan kepekaan pengambil kebijakan dan ahli hukum ketika hendak memposisikan hukum ini.

Contoh, diskursus dalam prumusan RUU KUHP, di beberapa pasal yang dipermasalahkan, kita dapat meninjaunya dalam perspektif ini. Ancaman pidana mati dipandang sebagian kalangan sebagai model praktek berhukum ala kolonial. Karena salah satu ciri hukum kolonial, ia bersifat keras untuk kepentingan pengendalian. Kita saat ini sudah merdeka, hubungan antara negara dan masyarakat tentuk tidak dapat dipersamakan antara pemerintah kolonial dengan masyarakat jajahannya. 

Dalam satu sisi, basis pikir pendapat ini sangat tepat. Namun, coba kita lihat masyarakat kita, apakah benar sudah sampai pada titik kemerdekaan berpikir dan rasional sehingga keberadaan hukum yang demokratis ala negara maju dapat diterapkan? Alih-alih akan melahirkan kemanfaatan, justru meniru secara membabi buta gaya berhukum negara maju dengan mengabaikan pembacaan sosial yang tepat, akan menjadikan hukum tidak efektif karena masyarakat belum siap. 

Seperti ketika kita hendak menjangkau satu titik di depan, kita memaksakan diri melompat karena titik tersebut tampak indah dan bersinar terang. Namun kita lupa, bahwa badan kita terlalu besar dan harus mengukur diri, bisa jadi jika memaksa melompat, kita justru akan terpeleset, dan itu lebih sakit daripada misalnya kita secara sadar menerima proses secara bertahap, dengan tetap titik terang itu sebagai target capaian.

Kuatkan sistem sosial sehingga masyarakat demokratis tercapai, baru kita bicara hukum yang demokratis dan berkeadilan lagi beradab. Selama pola pikir dan perilaku masyarakat masih bar-bar, mengadakan hukum yang demokratis ibarat membiarkan anak kecil bermain di pinggir jurang karena yakin dia sudah bisa mawas diri dan berhati-hati.

Hukum dalam fungsinya sebagai perekayasa sosial, mengandaikan bahwa perilaku manusia dipagari agar arus bergeraknya terarah menuju masyarakat yang makin beradab. Pada dasarnya hukum tidak memiliki banyak peran selain sebagai rambu dan pagar, yang lebih banyak berperan adalah aspek di luar hukum seperti pendidikan, ekonomi, kewarganeraan, dan juga budaya organisasi. Aspek di luar hukum inilah yang akan membentuk karakter masyarakat lebih baik dan semakin baik. Pada ujungnya, hukum-hukum harus disesuaikan sesuai perkembangan yang dicapai. Dengan demikian, hukum berperan maksimal seiring sejalan dengan perkembangan masyarakat.

Peradaban manusia bergerak secara bertahap. Lompatan peradaban hanya akan menimbulkan kekacauan atau ketidak teraturan dan ketidakpastian. Namun, lompatan peradaban juga tidak bisa ditolak. Arus informasi dan komunikasi tidak bisa dibendung. Kita dipaksa menghadapi situasi dimana tikungan dan percepatan tiba-tiba muncul tanpa ada pengetahuan road map yang jelas. Maka di sini dibutuhkan kepemimpinan yang kuat. Bukan saja dia memiliki pengaruh besar terhadap masyarakat, namun kepemimpinan ini juga harus memiliki kemampuan membaca fenomena alam dan manusia secara utuh, kemudian meresponnya secara rasional dan terukur.

Syarif_Enha@Nitikan, 26 September 2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun