Mohon tunggu...
Syarif Nurhidayat
Syarif Nurhidayat Mohon Tunggu... Dosen - Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Manusia hidup harus dengan kemanusiaannya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berhenti Mengeluh

10 Juni 2020   05:48 Diperbarui: 10 Juni 2020   05:41 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Allah dalam Al Qur'an menyatakan bahwa manusia pada dasarnya adalah suka mengeluh dan mencari alasan. Hampir di setiap kejadian yang negatif menimpa dirinya, manusia tiada henti mulut dan hatinya berkeluh kesah. Mengapa itu terjadi pada dirinya? Apa salahnya? Dan mengapa bukan pada orang lain yang menurutnya lebih pantas mengalami kejadian tersebut. Begitu juga ketika pada suatu saat dirinya tidak selesai dan atau tidak mampu untuk melakukan sesuatu, maka yang keluar dari mulutnya, dan yang berteriak dalam batinnya adalah berumbai-rumbai kalimat pembenar, dan serangkaian alasan untuk menyelamatkan diri, minimal dari kecaman dan cemoohan orang lain.

            Dalam Qur'an Surat At-Tin, Allah jelas menuntun kita manusia untuk tidak pernah mengeluh atas apa yang ada atau buru-buru mencari pemebenar atas apa yang gagal kita lakukan. Karena Allah menjanjikan kedudukan kita sesuai dengan amalan kita. Apakah kita akan mulia ataukah justru akan hina adalah karena perbuatan kita. Segala apa yang terjadi adalah yang tepat dan sesuai dengan kapasitas kemanusiaan kita di mata Allah.

            Dalam surat At-Tin ayat 4 jelas disebuatkan: "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." Ayat tersebut dapat kita maknai bahwa manusia semuanya tanpa kecuali diciptakan dengan potensi maksimal untuk menjadi baik. Meski potensi itu tidak seragam, ada yang diberi potensi untuk menjadi presiden, menjadi menteri, menjadi pedagang, menjadi guru, menjadi karyawan, menjadi tukang, menjadi sopir, menjadi satpam, menjadi siapapun, namun semuanya pada dasarnya memiliki potensi terbaik untuk menjadi manusia yang berbudi dan mulia. Itulah mengapa disebut "akhsani taqwim," sebaik-baik penciptaan. Dalam keadaan ini, sangat tidak layak bagi manusia untuk mengeluh, apalagi mempertanyakan keadilan Allah atas dirinya.

            Kemudian dalam ayat berikutnya (Q.S. At-Tin: 5), Allah menyatakan: "Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya." Ayat ini bermakna bahwa Allah akan melakukan suatu tindakan yang amat tegas kepada manusia, yaitu menghinakannya. Dalam ayat ini Allah belum menjelaskan mengapa akan menghinakan manusia? Padahal sebalumnya Ia menciptakan dalam kondisi potensi yang luar biasa? Jawaban itu ada pada ayat berikutnya (Q.S. At-Tin: 6) yaitu: "kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya."

            Dalam ayat tersebut, penghinaan yang dilakukan oleh Allah kepada manusia tidak akan dilakukan pada manusia, hanya jika manusia itu beriman dan beramal kebajikan. Dan jika dipahami secara kontrario, maka dapat dipahami bahwa manusia yang dihinakan oleh Allah adalah yang tidak beriman dan berbuat dzolim. Seorang yang dengan ikhlas berbuat kebajikan atas orang lain, dengan dilandasari keimanan dan keyakinan atas keberadaan kuasa Allah atas segala hal, maka kemuliaan akan Allah anugerahkan padanya. Sebaliknya, jika manusia berbuat ingkar akan kekuasaan Allah, dan berbuat aniaya kepada orang lain, maka Allah tidak pernah ragu untuk menghinakannya.

            Dalam Ayat terakhir (Q.S. At-Tin: 8), Allah menegaskan dengan kalimat yang diplomatis untuk menguatkan keadilannya: "bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya?"

            Maka jelas sudah benang merah dari tulisan ini. Bahwa tidak perlulah kita berkeluh kesah atas sesuatu yang menimpa diri kita, karena pada dasarnya Allah telah menghakimi kita dan memutusnya. Dan tidak ada celah bagi kita untuk tidak percaya padaNya, karena Dialah Hakim yang tidak akan berkurang atau tercela kadilanNya. Begitupun kita tak perlu banyak alasan, karena toh Allah dengan ke Maha Kuasaan-Nya tidak mampu kita tipu dan perdaya. Dia Maha Tahu atas segala tindak dan laku, bahkan pada desiran hati kita yang paling dalam, Allah mengetahuinya dengan pasti.

            Jika sudah demikian, maka sekali lagi, apakah masih guna kita berkeluh dan beralasan? segera berhenti mengeluh. Dengan usaha yang maksimal dan niat yang ikhlas, Allah akan memberikan hasil yang sepadan, bahkan mungkin lebih. Hadapi kegegalan dengan jiwa kesatria, akui kesalahan untuk segera dikoreksi dan dibenahi. Hiduplah dengan semangat yang positif. Berhentilah mengeluh dan banyaklah berusaha. la haula wala quwwata illa billah.

Syarif_Enha@Semarang, 13 Juni 2009

*Pernah dimuat dalam Majalah Pesan Trend Edisi II/Mei Th. I/2009

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun