Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masih Ada Buta Huruf di Zaman Serba Digital, Kok Bisa?

13 Desember 2022   18:01 Diperbarui: 13 Desember 2022   18:09 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Di tengah era digital yang begitu ekspansif, ternyata masih ada kaum buta huruf. Ironis dan memprihatinkan. Sekalipun tren Angka Buta Huruf (ABH) terus menurun sejak 1994, namun Indonesia belum terbebas dari kaum buta huruf. Faktanya, masih ada sebagian penduduk yang tidak dapat membaca dan menulis kalimat sederhana dalam huruf latin, huruf arab, dan huruf lainnnya. 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut masih ada 9,24% penduduk Indonesia berusia 45 tahun ke atas yang buta huruf pada 2021 (Masih Ada 9,24% Penduduk Usia 45 Tahun ke Atas yang Buta Huruf pada 2021 (katadata.co.id)). Sementara secara nasional, ada 3,96% penduduk dewasa Indonesia yang buta huruf pada 2021. (Ada 3,96% Penduduk Dewasa Indonesia yang Buta Huruf pada 2021 (dataindonesia.id)

Buta huruf merupakan ketidakmampuan membaca dan menulis. Ketidak-berdayaan pendidikan jadi sebab. Akibat tidak sekolah atau tidak punya akses untuk belajar baca-tulis. Belum lagi, "kantong-kantong daerah" buta huruf belum terjamah hingga kini. Sementara program pemberantasan buta aksara pun masih terkendala dari berbagai sisi. Lalu, siapa yang akan membantu kaum buta huruf di Indonesia untuk terbebas dari belenggu buta aksara?

Berangkat dari realitas itulah, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor, sejak 2019, telah melakukan aktivitas Gerakan BERantas BUta aksaRA (GEBERBURA), sebuha program pemberantasan buta aksara yang diikuti 9 kaum ibu dari keluarga prasejahtera.

Selain menjalankan program berbasis inklusi sosial, TBM Lentera Pustaka berkontribusi secara aktif dalam pemberantasan buta huruf. Alhasil kini, semua warga belajar buta aksara sudah melek huruf. Mampu membacawalau kurang lancer dan bisa menulis kalimat yang sederhana. 

GEBERBURA, sejatinya menjadi bukti peran taman bacaan secara sosial dan sebagai implementasi inklusi sosial untuk lebih proaktif dalam membantu individu yang tidak memiliki akses belajar amupun buku bacaan.

Di TBM Lentera Pustaka, warga belajar GEBERBURA tingkat pendidikannya 33% tidak sekolah dan 67% tidak lulus SD. Maka di TBM Lentera Pustaka, mereka secara rutin seminggu 2 kali belajar baca tulis. Tentu tidak mudah, namun tetap terus berjalan. Jujur saja, menjaga semangat belajar di kalangan kaum ibu memang tidak mudah. 

Apalagi puluhan tahun, mereka tidak punya akses belajar membaca dan menulis. Mulut dan lidahnya sangat sulit menyebut huruf, bahkan tangannya pun kaku saat harus menulis di buku. Kegiatan belajar pun bersifat informal, perlu cara kreatif dan sikap pantang menyerah dalam pemberantasan buta huruf. Di GEBERBURA TBM Lentera Pustaka, warga belajar pun diberi "hadiah" berupa seliter beras atau mie instan untuk memotivaai agar tetap rajin datang belajar baca tulis.

"Alhamdulillah setelah 3 tahun berjaln, hingga kini aktivitas benrantas buta aksara GEBERBURA TBM Lentera Pustaka tetap berjalan. Kami proaktif dalam agar kaum ibu warga belajar benar-benar bisa melek baca dan tulis. Terus terang, aktivitas berantas buta huruf ini menjadi bagian TBM Lentera Pustaka dalam wujudkan kiprah nyat kepada masyarakat sekitar. Literasi itu untuk semua " ujar Syarifudin Yunus, Penggagas GEBERBUTA dan Pendiri TBM Lentera Pustaka di Bogor (13/12/2022).

Melalui metode "be-nang", aktivitasb belajar GEBERBURA dibuat lebih menyenangkan. Sambil bermain danrileks. Tujuannya, agar kaum buta huruf tidak minder atau malu. Tanpa rasa gengsi untuk belajar baca-tulis. Agar mereka terbebas dari belenggu buta huruf, di samping tetap punya kemauan belajar di usia lanjut. Setiap Kamis pagi dan Minggu siang, warga belajar buta huruf GEBERBURA diajar oleh wali baca dan relawan TBM Lentera Pustaka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun