Orisinalitas demonstrasi harus dijaga dan berbanding lurus dengan perjuangannya. Pendemo pasti tidak mau ricuh, karena mereka hanya ingin menyampaikan aspirasi terkait kebijakan pemerintah dan parlemen. Â
Pecah sudah demo mahasiswa 24 September 2019. Sebuah bentuk ekspresi anak-anak muda generasi penerus bangsa yang harus didukung. Karena apapun yang terjadi, sungguh para mahasiswa sedang memperjuangkan nasib bangsa agar lebih baik.
Tentu, sambil mengkritisi kebijakan pemerintah yang "tidak berpihak" pada rakyat. Atau subjektivitas DPR sebagai parlemen.
Di hampir banyak kota, demo mahasiswa berlangsung: Jakarta, Semarang, Makassar, dan Palembang. Sebelumnya, mahasiswa pun menggelar aksi di Jogjakarta, Bandung, Malang, Balikpapan, Samarinda, Purwokerto dan lainnya.
Puluhan ribu mahasiswa berdemonstrasi untuk menolak revisi UU KPK, RUU KHUP, RUU Agraria, RUU Ketenagakerjaan, dan kriminalisasi aktivis. Sebut saja, bila spiritnya memperjuangkan menolak UU KPK dan RUU KUHP, siapa yang tidak mendukung aksi demonstrasi mahasiswa. Pasti, semuanya mendukung.
Namanya demonstrasi pasti ada yang demo dan ada yang mengawal demo. Itu semua ada SOP-nya. Untuk apa? Tentu, agar cara-cara menyalurkan aspirasi menjadi lebih tepat sasaran.
Di samping untuk menghindari tindakan anarkis, perilaku merusak yang berpotensi terjadi. Apalagi bila disusupi "oknum penumpang gelap" yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
Sekali lagi, demo para mahasiswa sah-sah saja. Bahkan patut didukung bila mengkritisi kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan hati nurani. Tapi semua pun bakal menyesali, bisa demonstrasi berakhir ricuh, rusuh dan menelan korban. Itulah yang harus dijaga dari demonstrasi.
Orisinalitas demonstrasi harus dijaga dan berbanding lurus dengan perjuangannya. Demonstrasi, di belahan bumi manapun. Pasti ongkosnya mahal. Nilai ekonomis-nya terlalu besar. Apalagi di tengah kerumuman massa yang besar; baik yang demo maupun aparatur yang mengawal demo.
Sebut saja mulai dari pemblokiran jalan, perobohan pagar dan fasilitas jalan raya. Apalagi sampai membakar pos polisi atau jatuhnya korban luka-luka. Belum lagi warga yang terjebak macet atau tidak bisa mengakses jalanan yang menjadi area demonstrasi.Â